Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto saya
simple me, fun, fat (berharap bsa cepet kurus)


Minggu, 15 Mei 2011

Pendidikan Seks Pada Remaja

Sampai saat ini masalah
seksualitas selalu menjadi
topik yang menarik untuk
dibicarakan. Hal ini
dimungkinkan karena
permasalahan seksual telah
menjadi suatu hal yang
sangat melekat pada diri
manusia. Seksualitas tidak
bisa dihindari oleh makhluk
hidup, karena dengan seks
makhluk hidup dapat terus
bertahan menjaga
kelestarian keturunannya.
Pada masa remaja rasa ingin
tahu terhadap masalah
seksual sangat penting
dalam pembentukan
hubungan baru yang lebih
matang dengan lawan jenis.
Padahal pada masa remaja
informasi tentang masalah
seksual sudah seharusnya
mulai diberikan, agar remaja
tidak mencari informasi dari
orang lain atau dari sumber-
sumber yang tidak jelas
atau bahkan keliru sama
sekali. Pemberian informasi
masalah seksual menjadi
penting terlebih lagi
mengingat remaja berada
dalam potensi seksual yang
aktif, karena berkaitan
dengan dorongan seksual
yang dipengaruhi hormon dan
sering tidak memiliki
informasi yang cukup
mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri (Handbook of
Adolecent psychology, 1980).
Tentu saja hal tersebut
akan sangat berbahaya bagi
perkembangan jiwa remaja
bila ia tidak memiliki
pengetahuan dan informasi
yang tepat. Fakta
menunjukkan bahwa sebagian
besar remaja kita tidak
mengetahui dampak dari
perilaku seksual yang
mereka lakukan, seringkali
remaja sangat tidak matang
untuk melakukan hubungan
seksual terlebih lagi jika
harus menanggung resiko
dari hubungan seksual
tersebut.
Karena meningkatnya minat
remaja pada masalah seksual
dan sedang berada dalam
potensi seksual yang aktif,
maka remaja berusaha
mencari berbagai informasi
mengenai hal tersebut. Dari
sumber informasi yang
berhasil mereka dapatkan,
pada umumnya hanya sedikit
remaja yang mendapatkan
seluk beluk seksual dari
orang tuanya. Oleh karena
itu remaja mencari atau
mendapatkan dari berbagai
sumber informasi yang
mungkin dapat diperoleh,
misalnya seperti di sekolah
atau perguruan tinggi,
membahas dengan teman-
teman, buku-buku tentang
seks, media massa atau
internet.
Memasuki Milenium baru ini
sudah selayaknya bila orang
tua dan kaum pendidik
bersikap lebih tanggap dalam
menjaga dan mendidik anak
dan remaja agar ekstra
berhati-hati terhadap gejala-
gejala sosial, terutama yang
berkaitan dengan masalah
seksual, yang berlangsung
saat ini. Seiring
perkembangan yang terjadi
sudah saatnya pemberian
penerangan dan pengetahuan
masalah seksualitas pada
anak dan remaja
ditingkatkan. Pandangan
sebagian besar masyarakat
yang menganggap
seksualitas merupakan
suatu hal yang alamiah, yang
nantinya akan diketahui
dengan sendirinya setelah
mereka menikah sehingga
dianggap suatu hal tabu
untuk dibicarakan secara
terbuka, nampaknya secara
perlahan-lahan harus diubah.
Sudah saatnya pandangan
semacam ini harus diluruskan
agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan dan
membahayakan bagi anak dan
remaja sebagai generasi
penerus bangsa. Remaja
yang hamil di luar nikah,
aborsi, penyakit kelamin, dll,
adalah contoh dari beberapa
kenyataan pahit yang sering
terjadi pada remaja sebagai
akibat pemahaman yang
keliru mengenai seksualitas.
Karakteristik Seksual
Remaja
Pengertian seksual secara
umum adalah sesuatu yang
berkaitan dengan alat
kelamin atau hal-hal yang
berhubungan dengan
perkara-perkara hubungan
intim antara laki-laki dengan
perempuan. Karakter seksual
masing-masing jenis kelamin
memiliki spesifikasi yang
berbeda hal ini seperti yang
pendapat berikut ini : Sexual
characteristics are divided
into two types. Primary
sexual characteristics are
directly related to
reproduction and include the
sex organs (genitalia).
Secondary sexual
characteristics are
attributes other than the
sex organs that generally
distinguish one sex from the
other but are not essential
to reproduction, such as the
larger breasts characteristic
of women and the facial hair
and deeper voices
characteristic of men
(Microsoft Encarta
Encyclopedia 2002)
Pendapat tersebut seiring
dengan pendapat Hurlock
(1991), seorang ahli psikologi
perkembangan, yang
mengemukakan tanda-tanda
kelamin sekunder yang
penting pada laki-laki dan
perempuan. Menurut Hurlock,
pada remaja putra : tumbuh
rambut kemaluan, kulit
menjadi kasar, otot
bertambah besar dan kuat,
suara membesar dan lain,lain.
Sedangkan pada remaja
putri : pinggul melebar,
payudara mulai tumbuh,
tumbuh rambut kemaluan,
mulai mengalami haid, dan
lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan
primer dan sekunder pada
remaja ke arah kematangan
yang sempurna, muncul juga
hasrat dan dorongan untuk
menyalurkan keinginan
seksualnya. Hal tersebut
merupakan suatu yang wajar
karena secara alamiah
dorongan seksual ini memang
harus terjadi untuk
menyalurkan kasih sayang
antara dua insan, sebagai
fungsi pengembangbiakan
dan mempertahankan
keturunan.
Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku
ini dapat beraneka ragam,
mulai dari perasaan tertarik
hingga tingkah laku
berkencan, ber***bu dan
senggama. Obyek seksual
dapat berupa orang, baik
sejenis maupun lawan jenis,
orang dalam khayalan atau
diri sendiri. Sebagian tingkah
laku ini memang tidak
memiliki dampak, terutama
bila tidak menimbulkan
dampak fisik bagi orang yang
bersangkutan atau
lingkungan sosial. Tetapi
sebagian perilaku seksual
(yang dilakukan sebelum
waktunya) justru dapat
memiliki dampak psikologis
yang sangat serius, seperti
rasa bersalah, depresi,
marah, dan agresi.
Sementara akibat psikososial
yang timbul akibat perilaku
seksual antara lain adalah
ketegangan mental dan
kebingungan akan peran
sosial yang tiba-tiba berubah,
misalnya pada kasus remaja
yang hamil di luar nikah.
Belum lagi tekanan dari
masyarakat yang mencela
dan menolak keadaan
tersebut. Selain itu resiko
yang lain adalah
terganggunya kesehatan
yang bersangkutan, resiko
kelainan janin dan tingkat
kematian bayi yang tinggi.
Disamping itu tingkat putus
sekolah remaja hamil juga
sangat tinggi, hal ini
disebabkan rasa malu remaja
dan penolakan sekolah
menerima kenyataan adanya
murid yang hamil diluar
nikah. Masalah ekonomi juga
akan membuat permasalahan
ini menjadi semakin rumit
dan kompleks.
Berbagai perilaku seksual
pada remaja yang belum
saatnya untuk melakukan
hubungan seksual secara
wajar antara lain dikenal
sebagai :
1. Masturbasi atau onani
yaitu suatu kebiasaan buruk
berupa manipulasi terhadap
alat genital dalam rangka
menyalurkan hasrat seksual
untuk pemenuhan
kenikmatan yang seringkali
menimbulkan goncangan
pribadi dan emosi.
2. Berpacaran dengan
berbagai perilaku seksual
yang ringan seperti
sentuhan, pegangan tangan
sampai pada ciuman dan
sentuhan-sentuhan seks
yang pada dasarnya adalah
keinginan untuk menikmati
dan memuaskan dorongan
seksual.
3. Berbagai kegiatan yang
mengarah pada pemuasan
dorongan seksual yang pada
dasarnya menunjukan tidak
berhasilnya seseorang dalam
mengendalikannya atau
kegagalan untuk
mengalihkan dorongan
tersebut ke kegiatan lain
yang sebenarnya masih
dapat dikerjakan.
Dorongan atau hasrat untuk
melakukan hubungan seksual
selalu muncul pada remaja,
oleh karena itu bila tidak ada
penyaluran yang sesuai
(menikah) maka harus
dilakukan usaha untuk
memberi pengertian dan
pengetahuan mengenai hal
tersebut.
Adapun faktor-faktor yang
dianggap berperan dalam
munculnya permasalahan
seksual pada remaja,
menurut Sarlito W. Sarwono
(Psikologi Remaja,1994)
adalah sebagai berikut :
1. Perubahan-perubahan
hormonal yang meningkatkan
hasrat seksual remaja.
Peningkatan hormon ini
menyebabkan remaja
membutuhkan penyaluran
dalam bentuk tingkah laku
tertentu
2. Penyaluran tersebut tidak
dapat segera dilakukan
karena adanya penundaan
usia perkawinan, baik secara
hukum oleh karena adanya
undang-undang tentang
perkawinan, maupun karena
norma sosial yang semakin
lama semakin menuntut
persyaratan yang terus
meningkat untuk perkawinan
(pendidikan, pekerjaan,
persiapan mental dan lain-
lain)
3. Norma-norma agama yang
berlaku, dimana seseorang
dilarang untuk melakukan
hubungan seksual sebelum
menikah. Untuk remaja yang
tidak dapat menahan diri
memiliki kecenderungan
untuk melanggar hal-hal
tersebut.
4. Kecenderungan
pelanggaran makin meningkat
karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan
melalui media masa yang
dengan teknologi yang
canggih (cth: VCD, buku
stensilan, Photo, majalah,
internet, dan lain-lain)
menjadi tidak terbendung
lagi. Remaja yang sedang
dalam periode ingin tahu dan
ingin mencoba, akan meniru
apa dilihat atau didengar
dari media massa, karena
pada umumnya mereka belum
pernah mengetahui masalah
seksual secara lengkap dari
orangtuanya.
5. Orangtua sendiri, baik
karena ketidaktahuannya
maupun karena sikapnya
yang masih mentabukan
pembicaraan mengenai seks
dengan anak, menjadikan
mereka tidak terbuka pada
anak, bahkan cenderung
membuat jarak dengan anak
dalam masalah ini.
6. Adanya kecenderungan
yang makin bebas antara pria
dan wanita dalam
masyarakat, sebagai akibat
berkembangnya peran dan
pendidikan wanita, sehingga
kedudukan wanita semakin
sejajar dengan pria.
Pendidikan Seksual
Menurut Sarlito dalam
bukunya Psikologi Remaja
(1994), secara umum
pendidikan seksual adalah
suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas
manusia yang jelas dan
benar, yang meliputi proses
terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran,
tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan
aspek-aspek kesehatan,
kejiwaan dan
kemasyarakatan. Masalah
pendidikan seksual yang
diberikan sepatutnya
berkaitan dengan norma-
norma yang berlaku di
masyarakat, apa yang
dilarang, apa yang dilazimkan
dan bagaimana melakukannya
tanpa melanggar aturan-
aturan yang berlaku di
masyarakat.
Pendidikan seksual
merupakan cara pengajaran
atau pendidikan yang dapat
menolong muda-mudi untuk
menghadapi masalah hidup
yang bersumber pada
dorongan seksual. Dengan
demikian pendidikan seksual
ini bermaksud untuk
menerangkan segala hal yang
berhubungan dengan seks
dan seksualitas dalam
bentuk yang wajar. Menurut
Singgih, D. Gunarsa,
penyampaian materi
pendidikan seksual ini
seharusnya diberikan sejak
dini ketika anak sudah mulai
bertanya tentang perbedaan
kelamin antara dirinya dan
orang lain, berkesinambungan
dan bertahap, disesuaikan
dengan kebutuhan dan umur
anak serta daya tangkap
anak ( dalam Psikologi
praktis, anak, remaja dan
keluarga, 1991). Dalam hal ini
pendidikan seksual idealnya
diberikan pertama kali oleh
orangtua di rumah,
mengingat yang paling tahu
keadaan anak adalah
orangtuanya sendiri. Tetapi
sayangnya di Indonesia tidak
semua orangtua mau
terbuka terhadap anak di
dalam membicarakan
permasalahan seksual. Selain
itu tingkat sosial ekonomi
maupun tingkat pendidikan
yang heterogen di Indonesia
menyebabkan ada orang tua
yang mau dan mampu
memberikan penerangan
tentang seks tetapi lebih
banyak yang tidak mampu
dan tidak memahami
permasalahan tersebut.
Dalam hal ini maka
sebenarnya peran dunia
pendidikan sangatlah besar.
Tujuan Pendidikan
Seksual
Pendidikan seksual selain
menerangkan tentang aspek-
aspek anatomis dan biologis
juga menerangkan tentang
aspek-aspek psikologis dan
moral. Pendidikan seksual
yang benar harus
memasukkan unsur-unsur
hak asasi manusia. Juga
nilai-nilai kultur dan agama
diikutsertakan sehingga
akan merupakan pendidikan
akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad
pendidikan seksual yang baik
mempunyai tujuan membina
keluarga dan menjadi orang
tua yang bertanggungjawab
(dalam Diskusi Panel Islam
Dan Pendidikan Seks Bagi
Remaja, 1991). Beberapa ahli
mengatakan pendidikan
seksual yang baik harus
dilengkapi dengan pendidikan
etika, pendidikan tentang
hubungan antar sesama
manusia baik dalam hubungan
keluarga maupun di dalam
masyarakat. Juga dikatakan
bahwa tujuan dari pendidikan
seksual adalah bukan untuk
menimbulkan rasa ingin tahu
dan ingin mencoba hubungan
seksual antara remaja,
tetapi ingin menyiapkan agar
remaja tahu tentang
seksualitas dan akibat-
akibatnya bila dilakukan
tanpa mematuhi aturan
hukum, agama dan adat
istiadat serta kesiapan
mental dan material
seseorang. Selain itu
pendidikan seksual juga
bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dan mendidik
anak agar berperilaku yang
baik dalam hal seksual,
sesuai dengan norma agama,
sosial dan kesusilaan (Tirto
Husodo, Seksualitet dalam
mengenal dunia remaja,
1987)
Penjabaran tujuan
pendidikan seksual dengan
lebih lengkap sebagai
berikut :
1. Memberikan pengertian
yang memadai mengenai
perubahan fisik, mental dan
proses kematangan
emosional yang berkaitan
dengan masalah seksual
pada remaja.
2. Mengurangi ketakutan dan
kecemasan sehubungan
dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran,
tuntutan dan
tanggungjawab)
3. Membentuk sikap dan
memberikan pengertian
terhadap seks dalam semua
manifestasi yang bervariasi
4. Memberikan pengertian
bahwa hubungan antara
manusia dapat membawa
kepuasan pada kedua
individu dan kehidupan
keluarga.
5. Memberikan pengertian
mengenai kebutuhan nilai
moral yang esensial untuk
memberikan dasar yang
rasional dalam membuat
keputusan berhubungan
dengan perilaku seksual.
6. Memberikan pengetahuan
tentang kesalahan dan
penyimpangan seksual agar
individu dapat menjaga diri
dan melawan eksploitasi
yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan
mentalnya.
7. Untuk mengurangi
prostitusi, ketakutan
terhadap seksual yang tidak
rasional dan eksplorasi seks
yang berlebihan.
8. Memberikan pengertian
dan kondisi yang dapat
membuat individu melakukan
aktivitas seksual secara
efektif dan kreatif dalam
berbagai peran, misalnya
sebagai istri atau suami,
orang tua, anggota
masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan
seksual adalah untuk
membentuk suatu sikap
emosional yang sehat
terhadap masalah seksual
dan membimbing anak dan
remaja ke arah hidup dewasa
yang sehat dan bertanggung
jawab terhadap kehidupan
seksualnya. Hal ini
dimaksudkan agar mereka
tidak menganggap seks itu
suatu yang menjijikan dan
kotor. Tetapi lebih sebagai
bawaan manusia, yang
merupakan anugrah Tuhan
dan berfungsi penting untuk
kelanggengan kehidupan
manusia, dan supaya anak-
anak itu bisa belajar
menghargai kemampuan
seksualnya dan hanya
menyalurkan dorongan
tersebut untuk tujuan
tertentu (yang baik) dan
pada waktu yang tertentu
saja.
Beberapa Kiat
Para ahli berpendapat bahwa
pendidik yang terbaik adalah
orang tua dari anak itu
sendiri. Pendidikan yang
diberikan termasuk dalam
pendidikan seksual. Dalam
membicarakan masalah
seksual adalah yang sifatnya
sangat pribadi dan
membutuhkan suasana yang
akrab, terbuka dari hati ke
hati antara orang tua dan
anak. Hal ini akan lebih
mudah diciptakan antara ibu
dengan anak perempuannya
atau bapak dengan anak laki-
lakinya, sekalipun tidak
ditutup kemungkinan dapat
terwujud bila dilakukan
antara ibu dengan anak laki-
lakinya atau bapak dengan
anak perempuannya.
Kemudian usahakan jangan
sampai muncul keluhan
seperti tidak tahu harus
mulai dari mana, kekakuan,
kebingungan dan kehabisan
bahan pembicaraan.
Dalam memberikan pendidikan
seks pada anak jangan
ditunggu sampai anak
bertanya mengenai seks.
Sebaiknya pendidikan seks
diberikan dengan terencana,
sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan anak. Sebaiknya
pada saat anak menjelang
remaja dimana proses
kematangan baik fisik,
maupun mentalnya mulai
timbul dan berkembang
kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam
memberikan pendidikan
seksual, seperti yang
diuraikan oleh Singgih D.
Gunarsa (1995) berikut ini,
mungkin patut anda
perhatikan:
1. Cara menyampaikannya
harus wajar dan sederhana,
jangan terlihat ragu-ragu
atau malu.
2. Isi uraian yang
disampaikan harus obyektif,
namun jangan menerangkan
yang tidak-tidak, seolah-olah
bertujuan agar anak tidak
akan bertanya lagi, boleh
mempergunakan contoh atau
simbol seperti misalnya :
proses pembuahan pada
tumbuh-tumbuhan, sejauh
diperhatikan bahwa
uraiannya tetap rasional.
3. Dangkal atau
mendalamnya isi uraiannya
harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan dengan tahap
perkembangan anak.
Terhadap anak umur 9 atau
10 tahun t belum perlu
menerangkan secara lengkap
mengenai perilaku atau
tindakan dalam hubungan
kelamin, karena
perkembangan dari seluruh
aspek kepribadiannya
memang belum mencapai
tahap kematangan untuk
dapat menyerap uraian yang
mendalam mengenai masalah
tersebut.
4. Pendidikan seksual harus
diberikan secara pribadi,
karena luas sempitnya
pengetahuan dengan cepat
lambatnya tahap-tahap
perkembangan tidak sama
buat setiap anak. Dengan
pendekatan pribadi maka
cara dan isi uraian dapat
disesuaikan dengan keadaan
khusus anak.
5. Pada akhirnya perlu
diperhatikan bahwa usahakan
melaksanakan pendidikan
seksual perlu diulang-ulang
(repetitif) selain itu juga
perlu untuk mengetahui
seberapa jauh sesuatu
pengertian baru dapat
diserap oleh anak, juga perlu
untuk mengingatkan dan
memperkuat (reinforcement)
apa yang telah diketahui
agar benar-benar menjadi
bagian dari pengetahuannya.
Saya yakin pasti masih ada
cara-cara lain yang dapat
anda gunakan dalam mendidik
anak remaja anda. Akhir kata
saya berharap semoga
tulisan ini dapat bermanfaat
bagi remaja, orang tua dan
pendidik dalam membentuk
remaja menjadi generasi
penerus bangsa yang
memiliki kualitas kehidupan
yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan yang
lebih berat di masa yang
akan datang. (jp)
Oleh: Zainun Mu’tadin, SPsi.,
MSi.


Share To Your Friends

0 komentar:

Posting Komentar

 
cara menambah+ukuran+penis

plurk



Gie_Aff Copyright © 2009. Template created by Nadiar supported by Cara Beriklan di Internet