tag:blogger.com,1999:blog-77954369781846026502024-02-07T11:07:43.909+07:00Gie_AffGie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.comBlogger39125tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-79268880589757487092012-02-29T13:50:00.000+07:002012-02-29T13:50:53.341+07:00PENGARUH MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI<h2 class="date-header"><span>Minggu, 20 Maret 2011</span></h2><h2 class="date-header"><span> </span></h2><br />
Mata kuliah dosen pembimbing<br />
Musik AUD Asri.M.sn<br />
<br />
PENGARUH MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN<br />
SOSIAL ANAK USIA DINI<br />
<br />
Di susun<br />
O<br />
L<br />
E<br />
H<br />
<br />
Kelompok 8<br />
REZA ROSITA<br />
NOVI YANTI<br />
PUTRI PERDANA<br />
LEDI DIANA<br />
GUSNIATI<br />
MUSPITA HAYATI<br />
<br />
PROGRAM STUDIS1.PG-PAUT<br />
STKIP AISYIYAH RIAU<br />
TAHUN AJARAN 2011<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
KATA PENGANTAR<br />
Bismillahhirrahmanirrahim<br />
Assalamu’alaikum.wr.wb<br />
<br />
Saya pujibagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad SAW yangtelah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang, sehingga penilis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PENGARUH MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAKUSIA DINI”<br />
Segala upaya penulis curahkan dalam pembuatan makalah ini, karena penulis berharap dapat membuat suatu makalah yang baik dan berguna bagi kita semua.<br />
Penulis menyadari, makalah ini jauh dari kesempurnaan , baik dari segi tata bahasa maupun penjelasannya. Oleh karena iyu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya demi kesempurnaan makalah ini . atas kritik dan sarannya, penulis ucapkan terimakasih.<br />
<br />
Pekanbaru, ……. Maret 2011<br />
Wasalam <br />
<br />
<br />
Penulis<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR ISI<br />
Kata pengantar ………………………………………………………………………………………………………………………………<br />
Daftar isi ………………………………………………………………………………………………………………………………………..<br />
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………………………<br />
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………………………………………………………………..<br />
BAB II. PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………………………………….<br />
A. MUSIK ……………………………………………………………………………………………………………………………<br />
B. PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL PADA AUD ……………………………………………………….<br />
C. PROSES PERKEMBANGAN SOSIAL PADA AUD ………………………………………………………………..<br />
D. PERKEMBANGAN KEMAMPUAN SOSIAL DI PRA SEKOLAH …………………………………………….<br />
E. PENGARUH MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL AUD ……………………………………..<br />
BAB III. PENUTUP …………………………………………………………………………………………………………………………..<br />
A. KESIMPULAN …………………………………………………………………………………………………………………<br />
B. KRITIK DAN SARAN ………………………………………………………………………………………………………..<br />
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………………………………….<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULKUAN <br />
A. LATAR BELAKANG <br />
Musik harus dikenalkan sedini mungkin pada anak, bahkan sejak dalam kandungan, anak perlu diransang dengan jernis music yang dapat mengembangkan kecerdasannya, yaitu jenis music clasik. Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan music akan lebih bekambang kecerdasan emosionalnya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan music.<br />
Pengenalan music sejak dini pada anak sungguh tak terlalu popular di Indonesia. Pada umumnya, pemdidikan music untuk anak dikerjakan tanpa melalui proses yang runtut. Sebelum anak-anak mengenal music, mereka sudah lansung dihadapkan dengan sebuah instrument music. Hal ini bagaikan masuk SD tanpa melalui TK terlebuih dahulu.<br />
Setiap anak berhak mendapat latihan kepekaan music , bukan semata - mata untuk menjadi mereka pemusik, tapi karena music dapat melatih kepekaan mereka terhadap seni pada umumnya, serta meningkatkan kepercayaan diri maupun kepercayaan terhadap lingkungan. Hasil riset menunjukkan bahwa anak normal maupun anak khusus menunjukkan reaksi yabg sama terhadap music, bahkan secara fisik,inderawi, intelektual, maupun emosional.<br />
Anak dapat dilatih kepekaan musiknya, dan diransang kemampuan menerima music dengan bernyanyi, bergerak ( menari) , bermain alat music sederhana , berekpresi, dan berimajinasi, mengenal ritme, mengenal nada, mengenal bermacam alat music,maupun berkenalan dengan pemusik propesional.<br />
Bermain sambil mengenal alat music adalah cara baru yang akan membuat anak mencintai music, mampu berkreasi,peka terhadap seni (khususnya music), peka terhadap lingkungan,percaya diri tampil dimuka umum/dipanggung, berdasarkan pengalaman dan penelitian, kita tahu bahwa dengan melatih kepekaan musical anak - anak down syindrome kit adapt membantu mereka untuk menjadi pribadi mandiri, memperbaiki control motoris, meningkatkan kemempuan bahasa dan berbicara sekaligus mengontrol emosi onal dan perkembangan social mereka.<br />
Tapi terkadang orang tua sering kali berangapan bidang music tidak bias menjamin masa deapn. Olehkarena itu orang tua lebihn cenderung mengarahkan anak pada bidang –bidang ilmu kognitif dan beranggapan bahwa dengan menguasai ilmu kognitif sesorang mudah mencapai keberhasilan serta derajat terpandang dalam masyarakat. Padahal sebetulnya dengan music anak akan dapat mencurahkan pikiran, rasa dan karsa dalam aktivitasdnya .<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
A. MUSIK MUSIK<br />
Kita mungkin menyadari bahwa memang pendidikan musik sampai pada saat ini masihmenjadi suatuhal yang baru bagi kita yang hidup di negeri tercinta ini. bagi para masyarakat dan para pemangku kebijakan, musik bukan merupan suatuhal yang pentung, musik hanya sebagai hiburan, musik hanyalah pengisi waktu bagi anak - anak. Music tidak akan memberikan kontribusi untuk kehidupan masa datang , music tidak akan memberikan suatu propesi yan g menjanjikan.bahkan dilingkungan sekolahpun masih banyak nyang menganggap bahwa music bukan suatu mata pelajaran yang begitu pentung.<br />
Banyak guru dan orangtua anak, baik itu yang belajar di sekolah pormal atu pun informal yang memandang sebelah mata tentang pendidikan music . sehingga apabila anaknya memiliki kekurangan pada mata pelajaran tertentu maka orang tua menganggapnya “kurang pandai”, tetapi bila anak memiliki nilai bagus pada mata pelajaran seni music, orang tua menganggap hal tersebut bukan luarbiasa, padahal anak tersebut mempuyai potensi yang bias dikembangkan lebih lanjut. Disinilah perlunya kesadaran guru dan oang tua untuk mengetahui potensi apa yang terdapat pada anaknya.<br />
Padahal, apabila ditelaahlebih lanjut, menurut parah ahli, pendidikan music merupakan sarana yang paling efektif bagi pendidikan kreativitas, pendidikan music juga dapat menjadi sarana pendidikan efektif untuk mengeluarkan emosi anak, selain itu, pendidikan music dapat memnjadi pendidikan kererampilan. Jadi, secra conceptual pendidikan music sangat besar peranannya bagi proses perkembangan anak. <br />
B. PENGERTIA PERKEMBANGAN SOSIAL PADA AUD <br />
Secarah fitrah manusia dilahurkan sebagai makluk social . Horloc ( 1978 : 250) berpendpat bahwa perkembangan social merupakan perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tutmtutan social. Sedangkan Erik erikson melihat perkembangan social pada anak terkait dengan kemampuan mereka dalam menagtasi krisis atau konflik yang terjadi pada setiap perpindahan tahap agar agar siap menghadapi berbagai permasalahan yang akan di jumpai nya di kehidupan mendatang.<br />
Perkembangan social yang terjadi pada anak bersipat dinamis dan sangat di pengaruhi oleh lingkungannya. Setiap tahapan perkembangan mereka menunjukkan ciri tersendiri pada kemamuan social nya yang akan menjadi bagian penting dalam perkembangan selanjutnya. Seperti hal nya bahwa kompetensi perkembangan social yang di harapkan dari anak pra sekolah tentu berbeda dengan anak di usia SD. Meskipun sangat di pahami nahwa kematangan anak dalam mengembangkan kemampuan sosisal nya di harapkan akan member dampak pengetahuan social mereka di SD. Anak usia dini sama dengan orang dewasa dalam hal sebagai makhluk social. Anak senang di terima dan berada bersama dengan teman sebayanya. Kebersama ini membuat mereka saling bekerja sama dalamsalam membaut renca dan menyekesaikan pekerjaan nya.<br />
Biasanya dalam kebersamaan mereke saling memberikan semangat dengan sesama temannya. Anak membangun konsep diri melaui interaksi social di sekolah. Karena sekolah adalah tempat di mana meraka akan membangu kepuasa melalui penghargaan diri<br />
<br />
C. PROSES PERKEMBANGAN SOSIAL PADA AUD<br />
Untuk menjadi individu yang bermasyarakat di perlukan 3 proses sosialisasi. Ke 3 proses ini berhubungan satu dengan yang lain nya. Sebagai mana di kemukakan oleh Hurlock, ketiga proses sosialisasi tesebut di jabarkan sebagai berikut :<br />
a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat di terima masyarakat<br />
b. Belajar memainkan peran social yang ada di masyarakat<br />
c. Mengembangkan sikap atau tingkah laku social tehadap individu lain dan aktivitas social yang ada di masyarakat<br />
Perilaku sosial anak pada dasarnya di awali dengan adanya contoh atau model yang di lihat oleh anak,mungkin saja perilaku yang di tunjukkan oleh orang tua,kakak,pengasuhnya,acaradi TV.kerbat,teman atau orang-orang yang ada di sekitar nya. Tahpan berikut nya adalah peniruan perilaku yang di lakukan anak berdasarkan contoh yang di lihatnya tersebut.kemudian jika prilaku yang ditiru oleh anak tidak mendapat respon dari orang tua mereka hal tersebut dapat menjadi rutinitas atau prilaku yang dianggap biasa. Hingga akhirny perilaku tersebut terinternalisasi dalam diri anak dan menjadi pembentukan karakter pada dirinya.<br />
<br />
Dalam sudut pandang psikologis, dapat pula kita lihat bahwa proses perkembangan social anak erat kaitannya, dengan perkembangan emosi anak, dan sebaliknya kecerdasan emosi akan lebih terungkap secara factual jika digali melalui perilaku social dan kehidupan anak, menurut Goleman (2001) kemampuan social emosi merupakan suatu kemampuan untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi sehingga dapat merespon dengan baik setiap kondisi yang meransang munculnya emosi – emosi tersebut dalam kehidupan sehari – hari sehingga manusia terutama anak dapat menunjukkan perilaku yang sesuai dengan harapan social.dengan demikian dapat terlihat bahwa, proses perkembangan social anak sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Lingkungan, proses pembelajaran dan interaksi, serta aspek – aspek perkembangan yang lain saling terkait dengan member dampak pada perkembangan anak.<br />
<br />
D. PERKEMBANGAN KEMAMPUAN SOSIAL DI PERSEKOLAHAN<br />
Ketika anak di usia persekolahan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, mereka semakin menjadi mahluk social. Tumbuh dan kembang fisiknya memungkinkan mereka untuk bergerak kian kemari secara mandiri dan mereka ingin tahu tentang lingkungan mereka dan orang – orang didalamnya. Yang akrab dan yang tidak. Anak- anak pra sekolah memperlihatkan minat yang semakin besar terhadap anak – anak lain dan orang – orang dewasa.media untuk mengembangkan aktivitasnya dengan bermain bersama akan menimbulkan kebutuhan pada mereka untuk bermain rukun dan jujur. Ini lah keterampilan – keterampilan yang dibutuhkan anak – anak guna membantu perkembangan mereka. Maka bermain dan kegiatan bersama seringkali menjadi aspek penting dari perkembangan social bagi anak usia prasekolah.<br />
Mengembangkan hubungan social merupakan tonggak penting bagi anak prasekolah. Bagi banyak anak, pengalaman sekolah akan menjadi pertama kali mereka harus membicarakan kesepakatan dengan sebuah kelompok anak – anak sebaya mereka. Bila konflik benar – benar muncul, maka mereka ingin memecahkannya, tetapi tidak memiliki kemampuan perbal untuk melakukan itu. Namun sejalan dengan dan fisik motoriknya member peran dalam beberapa keterampilan sosialnya.<br />
menjelang memasuki usisa SD keterampilan social anak semakin baik, bahkan mulai menghayati peraturan social.pada usia ini, persahabatan menjadi lebih jelas fungsinya dalam hal ini, anak semakin dapat memehami bahwa mereka sangat bergantung pada keberadaan orang lain dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan kepentingan pribadi dan memperhatikan beberapa kepentingan orang lain atu kepentingan bersama. Syamsu yusuf (2001) memaparkan beberapa keterampilan perilaku social yang diharapkan muncul pada usia prasekolah atau yang biasa digolongkan ke dalam aspek kemampuan membina hubungan denganorang lain.<br />
E. PENGARUH MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL AUD<br />
Musik juga membantu anak menyesuaikan diri secara social. Anak – anak yang mendengarkan music popular cenderung memiliki lebih banyak teman dan mencapai status social yang lebih tinggi di sekolah. Sebuah refrensi bersama untuk gaya music tertentu dapat berfungsi sebagai dasar dari persahabatan.mendengar music popular membantu anak – anak merasakan rasa memiliki, selain menciptakan identitas indipidu.<br />
Music memainkan peran penting dalam tahap perkembangan anak. Berpartisipasi dalam ansambel music bias mengajarkan anak bagaimana berkerjasama dalam sebuah tim guru dan terapis dapat menggunakan aktivitas music untuk mendorong interaksi social yang positif antara anak – anak kinerja music juga dapat memupuk harga diri anak – anak yang pada gilirannya dapat memiliki dampak positif pada keterampilan socialnya.<br />
Music adalah alat untuk berinteraksi atau berhubungan yang alami. Music menyajikan dan membantu kita berinteraksi satu sama lain, seperti halnya bagian dari kegiatan social. Seseorang akan merespon bila ada memainkan atau memutar music, ia akan bergoyang, bergerak, mengetuk – ngetuk meja (sesui dengan irama yang ditangkapnya, dan menggelengkan kepala.<br />
Bernyanyi atau bermain music bersama – sama akn membuat anak – anak berinteraksi secara wajar dan mengembiarakan, pada kesempatan ini, mereka akan menciptakan aspek - aspek penting yang berguna bagi life skillnya ( pendidikan kecakapan hidup), seperti kerja sama, kola borasi, tugas – tuga kelompok, bentuknay bias berupa bunyi sambil berpegangan tangan membentuk formasi tertentu, misalnya bermain ular – ular sambil benyanyi “ular naga”. Pada permainan ini dua orang anak berdiri berhadap – hadapan sambil berpegang tangan yng di angkat keatas, lalu sekelompok anak berbaris saling berpegang pundak dengan kedua tanganny, berjalan mengikuti irama kea rah bawa (terowongan) dari tenngah – tengah dua anak yang berpegang tangan mereka bergerak berputar memutari seorang anak yang berpegang tangan tadi lalu kembali melewati terowongan yang sama. Begitu seterusnya sambil bernyanyi lagu – lagu ular naga – naga bersama – sama sampai pada bagian akhir menagkap anak yang berada paling belakang dari barisan ular tersebut. Aktivitas ini sangat membantu guru dalam menyemangati anak yang mengalami kesulitanuntuk berinteraksi. Pengalaman bermusik akan memberikan motivasi dan konteks bagi keterampilan anak – anak berinteraksi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
A. KESIMPULAN<br />
Musik merupakan bahasa yang univerbal, karena music mampu dimengerti dan dipahami oleh setiap orang yang dari manapun di duni ini. Tidak bias di hindari lagi bahwa music telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Selain itu, music juga mempunyain peranan yang sangat penting dalam perkembangan kedisiplinan dan karakter anak usia dini.walaupun dewasa ini, banyak orang tua yang tidak pedulim dan tidak mengetajui akan pentingnya music terhadap perkembangan social anak.<br />
Dari penjelasan diatas, ternyata pendidikan music sangat penting untuk perkembangan anak dimasa depan.pendidikan music tidak lagi sebagai mata pelajaran tambahan yang sewktu – waktu bias saja dihilangkan atau hanya sekedar pengisi waktu luang bagi anak – anak, bukankah pendidikan itu merupakan sesuatu hal yang penting untuk menolong siswa dalam mengembangkan intelektual, emosional dan potensi – potensi yang ada dalam diri mereka. Hal inio merupakan tugas para guru dan orang tua untuk meujutkan hal tersebut , maka pendidikan music adalah pendidikan penting dann efektif untuk meujudkan hal itu. Walaupun sampai pada saat ini masi diragukan dn di kesampingkan.<br />
b. KRITIK DAN SARAN <br />
Demikian lah hasil makalah kami ini mudah - mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pemakalah, dan kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Facmi,Tetti,2009.keterampulan music dan tari<br />
Jakarta : universitas terbukaGie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-41977987254910059292012-02-29T13:46:00.004+07:002012-02-29T13:46:46.257+07:00MENGENAL KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK USIA DINI<div class="topMeta">by <a href="http://elearning.unesa.ac.id/user/view.php?id=507485" title="NUR ARDISTI">NUR ARDISTI</a> on Rabu 18 Jan 2012 01:26 PM</div><div class="topContent"><strong>Mengenal Kecerdasan Emosional pada anak usia dini </strong><br />
<br />
Anak adalah aset yang amat berharga bagi orangtua sekaligus sebagai investasi nyata di masa mendatang. Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri. Termasuk juga telah membawa kecerdasan intelektual yang dikenal sebagai Inteligent Question dan kecerdasan emosional yang dikenal sebagai Emotional Question. Keduanya akan sanagat mempengaruhi kepribadian, bahkan dapat juga mempengaruhi keberhasilan atau kegagalannya. Orangtua bersama para pendidik dan lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu anak mengembangkan potensi kecerdasan yang dimilikinya tersebut.<br />
Kapasitas kecerdasan anak dimulai sejak usia dini. Jauh di bawah usia sekolah. Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun mencapai 80 persen. Kecerdasan baru mencapai 100 persen setelah anak berusia 18. Karena itu, pendidikan pada usia dini sangat penting untuk membantu anak mengembangkan kecerdasannya.<br />
Sayangnya, pendidikan usia dini justru belum banyak mendapat perhatian banyak pihak. Hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, baru 31,4 persen dari 11,5 juta anak usia 0–6 tahun yang mendapat pendidikan. Padahal, pendidikan anak dini usia merupakan investasi untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan ceria.<br />
Ada persamaan persepsi di kalangan ahli pendidikan di seluruh dunia tentang kesiapan anak untuk belajar saat memasuki jenjang pendidikan dini. Mereka menekankan betapa pentingya pendidikan prasekolah. Perluasan pendidikan yang mulai digalakkan untuk pendidikan prasekolah sudah saatnya menjadi salah satu program pembangunan pendidikan.<br />
Berbagai penelitian juga menyimpulkan, perkembangan yang diperoleh pada masa usia dini sangat memengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasanya. Pendidikan dini bukan hanya memiliki fungsi strategis, tetapi juga mendasar dan memiliki andil memberi dasar kepribadian anak dalam sikap, perilaku, daya cipta dan kreativitas, serta kecerdasan kepada calon-calon SDM masa depan. Para ahli teori perkembangan menyebut usia dini sebagai the golden age (masa emas). Sejak lahir anak memiliki lebih kurang 100 miliar sel otak, sel-sel saraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan agar terus berkembang jumlahnya. Pertumbuhan otak anak ditentukan bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberikan makan serta memberikan stimulasi pendidikan.<br />
Dari aspek pendidikan, stimulan dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama), pembentukan sikap (disiplin dan kemandirian), dan pengembangan kemampuan dasar (berbahasa, motorik, kognitif, dan sosial). Ketika anak memasuki fase keemasan (0–5 tahun), ia membutuhkan proses pendidikan yang mengarah pada perkembangan intelectuall quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) secara seimbang dengan berbagai metode.<br />
Para pakar ilmu sosial sebenarnya masih beragumentasi mengenai apa sesungguhnya yang membentuk IQ seseorang. Tapi kebanyakan profesional setuju IQ dapat diukur dengan suatu alat tes intelegensia standar yang mencakup kemampuan verbal dan noverbal, termasuk daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, konsepsi, persepsi, pengolahan infomasi, dan kemampuan abstraksi. Namun, semua hasil tes ini bersifat temporer. Hasil tes IQ yang baik juga bergantung beberapa hal, misalnya latihan stimulasi dan kondisi fisik yang dialami anak. Di sisi lain, perilaku, kesehatan mental, pendidikan dan nilai yang dianut ibu, faktor keluarga, dan perkembangan usia juga memungkikan perolehan hasil yang baik.<br />
Pada perkembangannya, IQ tinggi bukan menjadi jaminan keberhasilan seorang anak kelak. Karena tes IQ yang merupakan cikal-bakal pengukur kecerdasan itu hanya mengukur kapasitas logika dan bahasa atau verbal anak. Bahkan, para ahli memperkirakan IQ hanya menyumbang 20 persen dari keberhasilan seseorang menjalani profesinya setelah lulus sekolah. Apalagi setelah lahir teori multiple intellignece atau kecerdasan ganda yang dikemukakan Howard Gardner.<br />
Teori yang didasarkan atas berbagai penelitian ilmiah dari berbagai ilmu pengetahuan, dari psikologi sampai antropolodi dan biologi ini memformulasikan tujuh jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, kinestetik, spasial, bermusik, interpersonal dan intrapersonal.<br />
Melalui penemuannya ini Gardner menyatakan semua manusia memiliki seluruh kecerdasan ini, tapi tidak ada dua orang yang sama, walau kembar sekalipun, dan ini terjadi berkat pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda pada setiap orang.<br />
Walaupun begitu, anak yang cerdas tak melulu cerdas kognitif (IQ). Tanpa kecerdasan emosional (EQ), anak sulit mengembangkan kepribadiannya.<br />
Berbagai penelitian dalam bidang psikologi anak membuktikan anak-anak dengan kecerdsaan emosional yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih sukses. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, bisa mengatasi stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik.<br />
Dengan demikian, terbukti kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidup ini dan menjadi dasar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, penuh perhatian, dan cinta kasih serta produktif.<br />
Terakhir, cerdas spiritual, yaitu landasan dari seluruh kecerdasan. Karena anak yang saleh (cerdas spiritual), dia pasti cerdas. Sementara anak yang cerdas belum tentu saleh. Dalam hal kesalehan ini yang perlu dilakukan orangtua adalah bagaimana agar anak memiliki akhlakul karimah seperti Rasulullah saw., yang memiliki sifat sidik, tabligh, amanah, dan fatonah.<br />
Untuk mendorong perkembangan kecerdasan anak secara optimal, orangtua berperan penting dalam memberikan stimulasi. Karena di usia balita anak banyak menghabiskan waktu di lingkungan rumahnya, orangtua harus lebih kreatif memanfaatkan kondisi keseharian sebagai media belajar anak.<br />
Apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu pembentukan IQ si kecil? Idealnya memang, sejak kehamilan ibu sudah memperhatikan asupan nutrisi dan stimuli-stimuli dari luar yang dapat berpengaruh pada perkembangan otak si kecil.<br />
Perlu diketahui, perkembangan sel otak terpesat pada anak terjadi pada masa balita, sehingga pada masa ini sering disebut masa keemasan anak. Untuk itu, selain pengalaman indra yang merangsang aktivitas dan mematangkan kerja otak, anak juga memerlukan nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang otaknya.<br />
Alternatif lain yang disarankan ahli adalah memperdengarkan musik klasik sejak bayi dalam kandungan hingga usia balita. Penelitian menunjukkan mendengarkan atau belajar musik, terutama musik klasik bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara, pendengaran, rasa percaya diri, kemampuan koordinasi, bahkan mengoptimalkan kecerdasan anak.<br />
Sementara itu, stimulasi dalam pengembangan kecerdasan mental dan emosional bisa dilakukan orangtua dalam setiap aspek kehidupan anak. Apa yang alami dalam kehidupan sehari-hari akan menentukan bagaimana anak bersikap, bertingkah laku, termasuk pola tanggap emosi. Semua pengalaman emosi di masa kanak-kanak dan remaja akan membentuk sirkuit penentu kecerdasannya. Tanggapan, belaian, maupun bentakan yang menyakitkan dan sebagainya akan masuk ke gudang emosi yang berpusat di otak.<br />
Dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional anak, orangtua setahap demi setahap dapat merekayasa pengalaman-pengalaman yang dapat membesarkan hati anak dan memungkinkan koreksi atas temperamen anak. Agar anak mampu mengontrol emosinya dan menjaga agar tindakannya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus diajarkan memahami apa yang yang diharapkan dari dirinya. Si kecil juga harus mengerti tiap tindakan membawa konsekuensi baik pada dirinya maupun orang lain. Makin sering anak berlatih mengelola emosi, seperti meredakan marah atau kecewa, makin inggi kemampuannya mengelola emosi.<br />
Selain itu, orangtua juga perlu berhati-hati karena seperti juga kecerdasan kognitif, kecerdasan emosi merupakan kondisi yang netral secara normal. Jadi, hendaknya orangtua selalu menggunakan “kompas moral” dalam membimbing si kecil.<br />
<br />
Pengertian Kecerdasan Emosional<br />
<br />
Definisi kecerdasan emosi pertama kali disebutkan dalam majalah Time edisi Oktober 1995 oleh psikolog Peter Salovey dari Universitas Yale dan John Mayer dari Universitas Hampshire. Kecerdasan emosi adalah sebuah konsep untuk memahami perasaan seseorang, memahami empati seseorang terhadap perasaan orang lain dan memahami “bagaimana emosi sampai pada tahap tertentu menggairahkan hidup” (Kumpulan artikel Kompas, 2001: 181). Namun konsep kecerdasan emosi baru memasuki forum public setelah psikolog Danrel Goleman dari Universitas Harvard dalam buku<br />
“Emotional Inteligence” (1994) menyatakan bahwa “Kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional”. (Kumpulan artikel Kompas, 2001: 182).<br />
Kecerdasan emosional (EQ) adalah proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Memang ada temperamen khusus yang dibawa seorang anak sejak ia dilahirkan, tetapi pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan akan membentuk “cetakan emosi seorang anak yang akan berpengaruh besar pada perilakunya sehari-hari” (Bambang Sujiono dan Yuliani Nurani Sujiono, 2005: 115).<br />
<br />
<br />
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi<br />
<br />
Menurut Elisabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan Anak Jilid I” (1997: 214) menjelaskan metode belajar yang menunjang perkembangan emosi sebagai berikut :<br />
a. Belajar secara coba-coba<br />
Anak belajar secara coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan.<br />
b. Belajar dengan cara meniru<br />
Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.<br />
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri<br />
Anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.<br />
d. Belajar melalui pengkondisian<br />
Dalam metode ini obyek dan situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.<br />
e. Pelatihan<br />
Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi yaitu reaksi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peran orang tua, guru dan lingkungan sekitar sangat menentukan dalam proses belajar anak. Mereka harus sabar dan menjadi tauladan bagi anak-anak mereka. Apabila anak melakukan hal-hal yang positif maka orang tua tidak segan-segan memberikan pujian.<br />
<br />
Prinsip-prinsip mengasuh anak dengan kecerdasan emosi<br />
<br />
Ada lima prinsip mengasuh anak dengan yang menjadi tujuan bagi orang tua dan anak. Berusaha mencapai tujuan tersebut akan menciptakan keluarga yang harmonis dan membuat anak-anak tumbuh dewasa dengan disiplin diri dan tanggung jawab (Maurice J. Elias, 2000: 39).<br />
1. Sadari perasaan sendiri dan perasaan orang lain.<br />
Perasaan adalah sesuatu yang sulit disadari.<br />
2. Tunjukkan empati dan pahami cara pandang orang lain.<br />
Empati adalah kemampuan untuk menyelami perasaan orang lain. Untuk dapat melakukan hal ini, seorang harus menyadari baik perasaan dirinya maupun perasaan orang lain.<br />
3. Atur dan atasi dengan positif gejolak emosional dan perilakunya.<br />
4. Berorientasi pada tujuan dan rencana positif.<br />
Salah satu hal terpenting tentang manusia adalah dapat menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan. Teori kecerdasan emosional menyatakan bahwa hal ini memiliki implikasi penting yaitu Mengakui kekuatan ampuh optimisme dan harapan, Dalam berusaha mencapai tujuan ada waktu-waktu ketika lebih atau kurang efektif, Orang tua dapat memperbaiki cara dalam penetapan dan perencanaan tujuan sebagaimana menghendaki anak-anak melakukannya.<br />
5. Gunakan kecakapan sosial positif dalam membina hubungan.<br />
Contoh kecakapan sosial yaitu komunikasi dan pemecahan masalah. Sebagai orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk bergerak. Namun orang tua tetap mengontrol anak walaupun tidak terlalu ketat. Selain itu orang tua dapat memahami perasaan anak, apakah anak sedang sedih atau senang.<br />
<br />
<br />
Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini<br />
<br />
Menurut Soemiarti Padmonodewo dalam bukunya “Buku Ajar Pendidikan Pra Sekolah” (1995: 22) menjelaskan karakteristik perkembangan anak usia dini yaitu :<br />
1. Perkembangan jasmani<br />
Ketrampilan motorik kasar dan halus sangat pesat kemajuannya pada tahapan anak pra sekolah. Pada usia 4 tahun anak-anak telah memiliki ketrampilan yang lebih baik, mereka mampu melambungkan<br />
bola, melompat dengan satu kaki, telah mampu menaiki tangga dengan kaki yang berganti-ganti. Sedangkan beberapa anak yang telah berusia 5 tahun telah mampu melompat dengan mengangkat dua kaki sekaligus dan belajar melompat tali. Pada usia 4 – 5 tahun, biasanya mereka sudah mampu membuat gambar, gambar orang. Bentuk gambar orang biasanya ditunjukkan dengan lingkaran yang besar yaitu kepala dan ditambahkan bulat kecil sebagai mata, hidung, mulut dan telinga, kemudian ditarik garis-garis dengan maksud menggambar badan, kaki dan tangan.<br />
2. Perkembangan kognitif<br />
Piaget (1969) menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan yaitu tahapan sensorimotor, tahapan pra operasional, tahapan kongkrit operasional dan formal operasional.<br />
Tahapan anak pra sekolah termasuk dalam tahap pra operasional (2 – 7 tahun) yaitu kecepatan perkembangan anak bersifat pribadi, tidak selalu sama untuk masing-masing anak. Pada tahapan pra operasional anak-anak mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya. Tahapan bantuan<br />
kehadiran sesuatu di lingkungannya, anak mampu mengingat kembali simbol-simbol dan membayangkan benda yang tidak nampak secara fisik.<br />
3. Perkembangan bahasa<br />
Anak-anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara saja kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauannya, berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan jelas. Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi.<br />
4. Perkembangan emosi dan sosial<br />
Pada tahapan ini emosi anak pra sekolah lebih rinci, bernuansa atau disebut terdiferensiasi. Anak-anak perlu dibantu dalam dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan kepuasan dalam hidupnya dan sehat secara fisik dan mental. Dalam periode pra sekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai orang dari berbagai tatanan yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya.<br />
<br />
<br />
Ciri-ciri Kecerdasan Emosi<br />
<br />
Menurut Daniel Goelman dalam bukunya “Emotional Intelligence”, kecerdasan emosi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:<br />
1. Internal<br />
a. Pola asuh<br />
1. Pola asuh permisif<br />
Pola asuh permisif yaitu orang tua seolah bersikap demokratis dan sangat menyayangi anaknya. Namun disisi lain, kendali orang tua terhadap anak sangat rendah.<br />
2. Pola asuh otoriter<br />
Pola asuh otoriter adalah peran orang tua sangat dominan. Mereka menanamkan disiplin yang ketat dan tidak memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan pendapatnya.<br />
3. Pola asuh otoritatif<br />
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh ini tetap menambah kendali yang tinggi pada anak namun dibarengi dengan sikap demokratis. Orang tua memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan<br />
pendapatnya dan memilih apa yang paling disukainya.<br />
2. Eksternal<br />
a. Teman sebaya<br />
Pada intinya, setiap anak perlu dilatih untuk bersosialisasi dan bekerja sama, kalau kecerdasan emosinya terlatih dengan baik, seorang anak akan berperilaku positif. Misalnya: anak tidak mengganggu teman pada saat bermain.<br />
b. Lingkungan sekolah<br />
Disini yang paling dominan adalah guru. Seorang guru harus bersikap sabar, agar anak dapat bersikap positif.<br />
c. Bermain<br />
Bermain merupakan hal yang esensial bagi kesehatan anak. Bermain akan meningkatkan kerjasama dengan teman sebaya, menghilangkan ketegangan, dan merupakan pengamanan bagi tindakan yang potensial berbahaya.<br />
<br />
<br />
Sumber :<br />
Kecerdasan dan Kesehatan emosional Anak : Dr. Makmun Mubayidh<br />
Pengaruh Musik Terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosi Anak Usia TK : Satrianingsih<br />
http://rawapening.wordpress.com/2009/06/16/membangun-kecerdasan-anak-sejak-usia-dini/<br />
Kiat mengasah kecerdasan emosi Anak : Ellys J.<br />
Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif : Kumpulan Artikel kompas<br />
</div><a href="http://elearning.unesa.ac.id/myblog/nur-ardisti/mengenal-kecerdasan-emosional-pada-anak-usia-dini.pdf">Versi PDF</a> | <a href="http://elearning.unesa.ac.id/myblog/nur-ardisti/mengenal-kecerdasan-emosional-pada-anak-usia-dini.doc">Versi DOC</a>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-8443838417765323232012-02-23T21:34:00.003+07:002012-02-23T21:34:40.287+07:00<p><a href='http://lh6.ggpht.com/-gMyKHcOnrd0/T0ZOc1u490I/AAAAAAAAAJ0/hMIRjODD2dA/s0/2012-02-22%25252009.40.19.jpg'><img src='http://lh6.ggpht.com/-gMyKHcOnrd0/T0ZOc1u490I/AAAAAAAAAJ0/hMIRjODD2dA/s400/2012-02-22%25252009.40.19.jpg' /></a></p><div style='clear: both; text-align: center; font-size: xx-small;'>Published with Blogger-droid v2.0.4</div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-57321104445515495682012-02-23T21:34:00.001+07:002012-02-23T21:34:00.586+07:00<p><a href='http://lh3.ggpht.com/-GgRxZPEVy2Y/T0ZOU6jV5JI/AAAAAAAAAJs/xBN6i4QVIcQ/s0/2012-02-22%25252009.40.19.jpg'><img src='http://lh3.ggpht.com/-GgRxZPEVy2Y/T0ZOU6jV5JI/AAAAAAAAAJs/xBN6i4QVIcQ/s400/2012-02-22%25252009.40.19.jpg' /></a></p><div style='clear: both; text-align: center; font-size: xx-small;'>Published with Blogger-droid v2.0.4</div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-54463383227856467322011-09-30T09:22:00.002+07:002011-10-22T15:37:48.300+07:00Depresi dan aktivitas fisik dalam sampel remaja Nigeria: tingkat, hubungan dan prediktor<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="hps"><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">abstrak</span></span><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
<span class="hps">latar belakang</span><br />
<br />
<span class="hps">Aktivitas</span> <span class="hps">fisik berhubungan dengan</span>
<span class="hps">morbiditas</span> <span class="hps">banyak tapi</span> <span class="hps">bukti</span> <span class="hps">dari link</span> <span class="hps">dengan</span>
<span class="hps">depresi</span> <span class="hps">pada remaja</span> <span class="hps">memerlukan penelitian</span> <span class="hps">lebih lanjut mengingat</span>
<span class="hps">ada</span> <span class="hps">laporan</span> <span class="hps">yang
saling bertentangan</span>.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
<span class="hps">metode</span><br />
<br />
<span class="hps">Data</span> <span class="hps">untuk</span> <span class="hps">penelitian
cross-sectional</span> <span class="hps">dikumpulkan dari</span> <span class="hps">1.100</span>
<span class="hps">remaja</span> <span class="hps">berusia</span> <span class="hps">12-17</span>
<span class="hps">tahun</span> <span class="hps">Nigeria</span>. <span class="hps">Simtomatologi</span>
<span class="hps">depresi</span> <span class="hps">dan aktivitas fisik</span> <span class="hps">dinilai</span> <span class="hps">menggunakan</span> <span class="hps">Depression
Inventory</span> <span class="hps">Anak</span> <span class="hps">(</span>CDI) <span class="hps">dan</span> <span class="hps">Aktivitas Fisik</span> <span class="hps">Kuesioner</span><span class="atn">-</span>Remaja <span class="hps">versi (</span>PAQ<span class="atn">-</span>A)
<span class="hps">masing-masing.</span> <span class="hps">Independen</span> <span class="hps">t</span> <span class="hps">tes</span>, <span class="hps">Momen</span> <span class="hps">Korelasi</span> <span class="hps">Pearson</span> <span class="hps">dan
Multi</span>-level <span class="hps">analisis</span> <span class="hps">regresi
logistik</span> <span class="hps">untuk pengaruh</span> <span class="hps">wilayah</span>
<span class="hps">individu dan</span> <span class="hps">sekolah</span> <span class="hps">dilakukan pada</span> <span class="hps">data</span> <span class="hps">pada
p</span> <span class="hps"><</span>0,05.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
<span class="hps">hasil</span><br />
<br />
<span class="hps">Rata-rata usia</span> <span class="hps">peserta adalah</span> <span class="hps">15,20</span> <span class="hps">±</span> <span class="hps">1,435</span> <span class="hps">tahun.</span> <span class="hps">Prevalensi</span> <span class="hps">depresi</span>
<span class="hps">ringan sampai</span> <span class="hps">moderat</span> <span class="hps">23,8</span>%, depresi <span class="hps">pasti</span> <span class="hps">adalah
5,7</span>% <span class="hps">dan aktivitas</span> <span class="hps">fisik yang
rendah</span> <span class="hps">adalah</span> <span class="hps">53,8</span>%. <span class="hps">Gejala</span> <span class="hps">depresi</span> <span class="hps">yang
lebih parah</span> <span class="hps">itu terkait</span> <span class="hps">dengan
rendahnya tingkat</span> <span class="hps">aktivitas fisik</span> <span class="hps">(</span>r <span class="hps">=</span> <span class="hps">-0,82</span>, <span class="hps">p</span> <span class="hps"><</span>0,001) <span class="hps">dan
aktivitas</span> <span class="hps">fisik moderat</span> <span class="hps">dikaitkan</span>
<span class="hps">dengan penurunan risiko</span> <span class="hps">gejala depresi</span>
<span class="hps">(OR</span> <span class="hps">=</span> <span class="hps">0,42</span>,
<span class="hps">95</span>% <span class="hps">CI</span> <span class="hps">0,29-0,71</span>
<span class="hps">=</span>). <span class="hps">Kemungkinan</span> <span class="hps">gejala
depresi</span> <span class="hps">memiliki</span> <span class="hps">lebih tinggi
pada</span> <span class="hps">remaja yang lebih tua</span> <span class="hps">(OR</span>
<span class="hps">=</span> <span class="hps">2,16</span>, <span class="hps">95</span>%
<span class="hps">CI</span> <span class="hps">1,81-3,44</span> <span class="hps">=</span>)
dan <span class="hps">pada wanita</span> <span class="hps">(OR</span> <span class="hps">=</span> <span class="hps">2,92</span>, <span class="hps">95</span>% <span class="hps">CI</span> <span class="hps">1,82-3,54</span> <span class="hps">=</span>).
<span class="hps">Wanita</span> <span class="hps">memiliki risiko</span> <span class="hps">lebih tinggi aktivitas fisik</span> <span class="hps">rendah daripada</span>
<span class="hps">remaja laki-laki</span> <span class="hps">(OR</span> <span class="hps">=</span> <span class="hps">2,91</span>, <span class="hps">95</span>% <span class="hps">CI</span> <span class="hps">1,51-4,26</span> <span class="hps">=</span>).
<span class="hps">Berada di</span> <span class="hps">kelas</span> <span class="hps">Menengah</span>
<span class="hps">tiga</span> <span class="hps">adalah prediktor signifikan</span> <span class="hps">gejala</span> <span class="hps">depresi</span> <span class="hps">(OR</span>
<span class="hps">=</span> <span class="hps">3,4</span>, <span class="hps">95</span>%
<span class="hps">CI</span> <span class="hps">2,55-4,37</span> <span class="hps">=</span>)
<span class="hps">dan aktivitas</span> <span class="hps">fisik yang rendah</span>.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
<span class="hps">kesimpulan</span><br />
<br />
<span class="hps">Sebuah</span> <span class="hps">beban</span> <span class="hps">yang
cukup besar dari</span> <span class="hps">depresi dan</span> <span class="hps">aktivitas
fisik yang rendah</span> <span class="hps">ada di antara</span> <span class="hps">remaja</span>
<span class="hps">dipelajari</span> <span class="hps">dan ini</span> <span class="hps">terkait dengan</span> <span class="hps">kedua faktor</span> <span class="hps">individu dan</span> <span class="hps">sekolah.</span> <span class="hps">Studi
masa depan</span> <span class="hps">harus memeriksa</span> <span class="hps">efek
dari</span> <span class="hps">aktivitas fisik antara</span> <span class="hps">sampel
klinis</span> <span class="hps">remaja</span> <span class="hps">dengan depresi</span>.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pengenalan<br />
<br />
</span><span title="There is currently widespread recognition of the immense burden that depression imposes on individuals, communities and health services throughout the world [1].">Saat
ini pengakuan luas dari beban yang sangat besar bahwa depresi memaksakan pada
individu, masyarakat dan pelayanan kesehatan di seluruh dunia [1]. </span><span title="Depression, which is the most common form of emotional problems experienced during adolescence, can be characterized by feelings of sadness, anxiety, fear, guilt, anger, contempt and confused thinking [2].">Depresi,
yang merupakan bentuk paling umum dari masalah emosional yang dialami selama
masa remaja, dapat ditandai dengan perasaan sedih, kecemasan, ketakutan, rasa
bersalah, kemarahan penghinaan, dan berpikir bingung [2]. </span><span title="It has been shown that most adults who experience recurrent episodes of depression had an initial depressive episode as teenagers [3,4], suggesting that adolescence is an important developmental period in which to intervene [4].">Telah
terbukti bahwa kebanyakan orang dewasa yang mengalami episode depresi berulang
memiliki episode depresi awal sebagai remaja [3,4], menunjukkan remaja yang
merupakan masa perkembangan yang penting di mana untuk intervensi [4]. </span><span title="According to Dunn and Weintraub [5], successful treat¬ment of teen depression is important not only in reducing the suffering, morbid¬ity, and mortality resulting from the disorder but also in preventing the development of other adverse long-term psychosocial and health">Menurut
Dunn dan Weintraub [5], sukses treat ¬ ment depresi remaja adalah penting
tidak hanya dalam mengurangi penderitaan, morbid ¬ ity, dan kematian akibat
gangguan tetapi juga dalam mencegah perkembangan lainnya yang merugikan jangka
panjang psikososial dan kesehatan </span><span title="outcomes.">hasil.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Regular participation in physical activity not only benefits adolescents by strengthening the muscles, improving bone mass, sustaining oxygen uptake, reducing risk of cardiovascular and other chronic diseases, but also helps to improve self-esteem, increase self-consciousness and reduce anxiety and stress [">Partisipasi
teratur dalam aktivitas fisik tidak hanya menguntungkan remaja dengan
memperkuat otot-otot, meningkatkan massa tulang, mempertahankan pengambilan
oksigen, mengurangi risiko penyakit kronis jantung dan lainnya, tetapi juga
membantu untuk meningkatkan harga diri, meningkatkan kesadaran diri dan
mengurangi kecemasan dan stres [ </span><span title="6].">6]. </span><span title="Although service access and treatment coverage remain low, there is growing empirical evidence from low-income as well as high-income countries on the effectiveness and cost-effectiveness of a range of pharmacological and psychosocial interventions for treating and managing depression [1].">Meskipun
layanan akses dan cakupan pengobatan tetap rendah, ada tumbuh bukti empiris
dari berpenghasilan rendah serta negara-negara berpenghasilan tinggi pada
efektivitas dan efektivitas biaya dari berbagai intervensi farmakologis dan
psikososial untuk mengobati dan mengelola depresi [1]. </span><span title="However, despite a dramatic increase in the number of intervention studies on major depressive disorders in adolescents in the past 15 years, the majority being clinical trials of medications and cogni¬tive behavioural therapy, response rates have been modest and remission rates low [5]">Namun,
meskipun peningkatan dramatis dalam jumlah studi intervensi pada gangguan depresi
besar pada remaja dalam 15 tahun terakhir, mayoritas menjadi uji klinis dari
obat-obatan dan terapi ¬ tive cogni perilaku, tingkat respons telah sederhana
dan angka-angka kesembuhan rendah [5] </span><span title=".">. </span><span title="On the other hand, findings have supported the protective effects of physical activity on depression for older adults and cross-sectional analyses have shown that an association exists between physical activity and depression even when adjustments were made for a relatively large number of potentially confounding variables [">Di
sisi lain, temuan telah mendukung efek protektif aktivitas fisik pada depresi
untuk orang dewasa dan cross-sectional analisis telah menunjukkan bahwa ada
asosiasi antara aktivitas fisik dan depresi bahkan ketika penyesuaian dibuat
untuk jumlah yang relatif besar variabel pembaur [ </span><span title="7].">7].
</span><span title="It has also been shown that regular physical activity may improve a variety of physiological and psychological problems in depressive persons [8].">Hal
ini juga telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik secara teratur dapat
meningkatkan berbagai masalah fisiologis dan psikologis pada orang depresi [8].
</span><span title="In spite of all these, not many experimental studies have been done to support this assumption for adolescent populations [5,8].">Terlepas
dari semua ini, tidak banyak penelitian eksperimental telah dilakukan untuk
mendukung asumsi ini untuk populasi remaja [5,8]. </span><span title="A preliminary step to such studies, especially in a developing country like Nigeria, is to establish the prevalence of depression and the extent of engagement in physical activity, and the relationship between these.">Sebuah
langkah awal untuk studi tersebut, terutama di negara berkembang seperti
Nigeria, adalah untuk menetapkan prevalensi depresi dan tingkat keterlibatan
dalam aktivitas fisik, dan hubungan antara. </span><span title="In Norwegian adolescents, Sagatun et al [9] had reported that emotional symptoms at age 18-19 were inversely associated with physical activity at age 15-16 in both genders, while a study carried out in an East London community found that there was evidence">Pada
remaja Norwegia, Sagatun dkk [9] telah melaporkan bahwa gejala emosional pada
usia 18-19 adalah berbanding terbalik dikaitkan dengan aktivitas fisik pada
usia 15-16 pada kedua jenis kelamin, sementara penelitian yang dilakukan dalam
komunitas London Timur menemukan bahwa ada bukti </span><span title="for a cross-sectional association between physical activity and depressive symptoms for both boys and girls at baseline, with a decrease in the odds for depressive symptoms of about 8% for each additional hour of exercise undertaken per week [10].">untuk
asosiasi cross-sectional antara aktivitas fisik dan gejala depresi untuk kedua
anak laki-laki dan perempuan pada awal, dengan penurunan peluang untuk gejala
depresi dari sekitar 8% untuk setiap jam tambahan dari latihan yang dilakukan
per minggu [10].</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="As has been the case with the development of most other treatments of paediatric psychiatric disorders that are also common in adulthood, it is necessary to extrapo-late from adult studies of exercise treat¬ment of depression when justifying the need for research about physical activity in">Seperti
telah terjadi dengan perkembangan yang paling perawatan lain gangguan kejiwaan
pediatrik yang juga umum di masa dewasa, perlu untuk extrapo-akhir dari
penelitian orang dewasa latihan treat ¬ ment depresi ketika membenarkan
perlunya penelitian tentang aktivitas fisik di </span><span title="adolescent populations [5].">populasi remaja [5]. </span><span title="According to Dunn and Weintraub [5], virtually all well-designed studies on depression have been conducted only in adult populations.">Menurut
Dunn dan Weintraub [5], hampir semua dirancang dengan baik studi tentang
depresi telah dilakukan hanya di populasi dewasa. </span><span title="In addition, prior studies did not examine the relationships between physical activity and depression in a large sample of adolescents from Nigeria, and data on level of depression and physical activity appear to be irresolute.">Selain
itu, studi sebelumnya tidak menguji hubungan antara aktivitas fisik dan depresi
pada sampel besar remaja dari Nigeria, dan data pada tingkat depresi dan
aktivitas fisik tampaknya ragu-ragu. </span><span title="At the moment, research in Western countries has revealed a link between depression and physical activity, yet these may not fully represent the situation in a developing nation like Nigeria.">Pada
saat ini, penelitian di negara-negara Barat telah mengungkapkan hubungan antara
depresi dan aktivitas fisik, namun ini mungkin tidak sepenuhnya mewakili
situasi di negara berkembang seperti Nigeria. </span><span title="This may be because of disparities in knowledge, and attitude towards physical activity, socio-economic background, educational curricula and existing policies.">Hal
ini mungkin karena kesenjangan dalam pengetahuan, dan sikap terhadap aktivitas
fisik, latar belakang sosial ekonomi, kurikulum pendidikan dan kebijakan yang
ada. </span><span title="The present study explores (1) the prevalence of depression and physical activity levels, (2) the relationship between depression and physical activity and (3) selected demographic factors that may be linked with depressive symptomatology and low physical activity among a sample of Nigerian adolescents">Penelitian
ini mengeksplorasi (1) prevalensi depresi dan tingkat aktivitas fisik, (2)
hubungan antara depresi dan aktivitas fisik dan faktor-faktor demografis (3)
dipilih yang dapat dihubungkan dengan simtomatologi depresi dan aktivitas fisik
yang rendah di antara sampel remaja Nigeria</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">.<br />
</span><span title="Methods">Metode</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Study design">Studi desain</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="This study was a cross-sectional survey of Nigerian adolescents from Ibadan North Local Government Area of Oyo State, South Western Nigeria.">Penelitian
ini adalah survei cross-sectional dari remaja Nigeria dari Pemerintah Daerah
Ibadan Lokal Utara Oyo Negara, Barat Selatan Nigeria.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Participants">Peserta<br />
<br />
</span><span title="The data from this cross-sectional study were collected from urban dwelling secondary school adolescents aged 12-17 years.">Data
dari studi cross-sectional dikumpulkan dari remaja perkotaan tinggal sekolah
menengah berusia 12-17 tahun. </span><span title="The Children's Depression Inventory (CDI) and the Physical Activity Questionnaire, Adolescent Version (PAQ-A) were administered on 1,100 secondary school students from a population of approximately 100,000 secondary school students in the Ibadan North Local Government Area of Oyo State.">Inventarisasi
Depresi Anak (CDI) dan Kuesioner Aktivitas Fisik, Versi Remaja (PAQ-A) yang
diberikan pada 1.100 siswa sekolah menengah dari penduduk sekitar 100.000 siswa
sekolah menengah di Area Pemerintah Lokal Ibadan Utara Negara Oyo. </span><span title="The sample size was estimated to produce a precision level of ±3% at 95% confidence level and a degree of variability of 0.5 [11].">Ukuran
sampel diperkirakan untuk menghasilkan tingkat ketepatan ± 3% pada tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat variabilitas dari 0,5 [11].<br />
<br />
</span><span title="The study used a stratified, two-stage sampling technique to select participants for the study to meet the sample size requirement.">Penelitian
ini menggunakan, bertingkat dua tahap teknik sampling untuk memilih peserta
untuk studi untuk memenuhi persyaratan ukuran sampel. </span><span title="The first stage was the selection of schools from both the private and public secondary schools in the local government area.">Tahap
pertama adalah pemilihan sekolah dari kedua sekolah menengah swasta dan publik
di daerah pemerintah daerah. </span><span title="In Nigeria, private and public schools operate side by side at all levels of education ranging from primary to secondary to tertiary educational institutions.">Di
Nigeria, sekolah swasta dan publik beroperasi berdampingan di semua tingkat
pendidikan mulai dari primer ke sekunder untuk lembaga pendidikan tersier. </span><span title="The private schools are owned by individuals and the management determines the welfare of the students and teachers.">Sekolah-sekolah
swasta yang dimiliki oleh individu dan manajemen menentukan kesejahteraan siswa
dan guru. </span><span title="In the public schools, the administration is entirely by government.">Di
sekolah-sekolah umum, administrasi sepenuhnya oleh pemerintah. </span><span title="However, as much as possible, both groups of schools operate a similar curriculum.">Namun,
sebanyak mungkin, kedua kelompok sekolah beroperasi kurikulum yang sama. </span><span title="Except for special reasons, conducting studies in only one of the types of school would not give a true picture of the issue under investigation.">Kecuali
untuk alasan khusus, melakukan studi hanya salah satu jenis sekolah tidak akan
memberikan gambaran yang benar dari masalah yang diteliti. </span><span title="The schools were however varied in their population; the government schools had more students than the private ones.">Sekolah-sekolah
namun bervariasi dalam populasi mereka, sekolah-sekolah pemerintah telah siswa
lebih dari yang swasta. </span><span title="In the first stage of the sampling, schools were selected randomly based on a probability proportional to the total number of private or public secondary schools.">Pada
tahap pertama sampling, sekolah dipilih secara acak berdasarkan probabilitas
sebanding dengan jumlah sekolah menengah swasta atau publik. </span><span title="Eleven schools (six public and five private) were selected for inclusion in the study.">Sebelas
sekolah (enam umum dan lima swasta) yang dipilih untuk dimasukkan dalam studi.<br />
<br />
</span><span title="In the second stage, 100 students from each school were drawn at random from the list of students in the senior secondary classes one to three.">Pada
tahap kedua, 100 siswa dari setiap sekolah diambil secara acak dari daftar
siswa di kelas menengah atas 1-3. </span><span title="This produced the total sample of 1,100 adolescents that were surveyed.">Hal
ini menghasilkan total sampel 1.100 remaja yang disurvei. </span><span title="The classes were made up of younger adolescents (less than 15 years) and older adolescents (15 years and above) within the age range of 13 to 17 years.">Kelas-kelas
terdiri dari remaja muda (kurang dari 15 tahun) dan remaja yang lebih tua (15
tahun ke atas) dalam rentang usia 13 sampai 17 tahun. </span><span title="Although the level of adolescence and class of study appear to be similar, they are however different.">Meskipun
tingkat remaja dan kelas penelitian tampaknya sama, namun mereka berbeda. </span><span title="An older adolescent is normally expected to be found in a more senior class but this situation is not always true as there are situations when younger adolescents were found in the highest class of study and vice-versa.">Seorang
remaja yang lebih tua biasanya diharapkan dapat ditemukan di kelas yang lebih
senior, tetapi situasi ini tidak selalu benar karena ada beberapa situasi
ketika remaja muda ditemukan di kelas tertinggi studi dan sebaliknya. </span><span title="This explains why the two variables were treated separately in this study.">Hal
ini menjelaskan mengapa dua variabel diperlakukan secara terpisah dalam
penelitian ini.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="This study was approved by the Joint University of Ibadan and the University College Hospital Research Ethics Committee (Approval ID No: UI/EC/10/0064).">Penelitian
ini disetujui oleh Universitas Ibadan Bersama dan University College Hospital
Komite Etika Penelitian (Persetujuan ID No: UI/EC/10/0064). </span><span title="Written informed assent was obtained from all participants as well as their parents.">Persetujuan
tertulis diperoleh dari semua peserta serta orang tua mereka. </span><span title="Approval was also obtained from the management of each of the schools for the study to be carried out in their respective schools.">Persetujuan
juga diperoleh dari pengelolaan masing-masing sekolah untuk studi yang akan
dilakukan di sekolah masing-masing.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Data collection procedure">Prosedur pengumpulan data</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Prior to data collection, the students were formally informed of the purpose of the study in an assembly in the school hall, in their classrooms or any other convenient place.">Sebelum
pengumpulan data, para siswa secara resmi diberitahu tentang tujuan penelitian
dalam perakitan di aula sekolah, di ruang kelas mereka atau tempat lain yang
nyaman. </span><span title="The students were also informed of their right to decline participation.">Para
siswa juga diberitahu tentang hak mereka untuk menolak partisipasi. </span><span title="Before administering the PAQ-A and the CDI questionnaires on the selected participants, they were pre-tested on five students from each of the selected schools (total of 55 students) to identify areas of potential difficulty in filling the forms.">Sebelum
mengelola PAQ-A dan CDI kuesioner tentang peserta yang dipilih, mereka
pra-diuji pada lima siswa dari setiap sekolah dipilih (total 55 siswa) untuk
mengidentifikasi daerah potensi kesulitan dalam mengisi formulir. </span><span title="Participants were comfortable with all the questions on the CDI but had problems mainly with the PAQ-A questionnaire because some questions sought information on their participation in a number of sporting activities that were more or less alien to them.">Peserta
merasa nyaman dengan semua pertanyaan di CDI, tapi punya masalah terutama
dengan kuesioner PAQ-A karena beberapa pertanyaan mencari informasi tentang
partisipasi mereka dalam sejumlah kegiatan olahraga yang lebih atau kurang
asing bagi mereka. </span><span title="For instance, the students needed help in understanding activities like in-line skating, skateboarding, ice-skating and ice hockey/ringette.">Misalnya,
para siswa membutuhkan bantuan dalam memahami kegiatan seperti in-line skating,
skateboard, es-skating dan hoki es / ringette. </span><span title="Because the questionnaire was adopted from a different environmental setting, it was necessary to allow for differences in comprehension due to situational, cultural or semantic factors.">Karena
kuesioner diadopsi dari pengaturan lingkungan yang berbeda, hal itu perlu untuk
memungkinkan perbedaan dalam pemahaman karena faktor situasional, budaya atau
semantik. </span><span title="Subsequently the questionnaire was modified by removing the "strange" sporting activities and replacing them with more familiar local sporting activities such as ten-ten and lakanlaka (these are games played with one or more partners, respectively, and involve hopping/running and stretching of">Selanjutnya
kuesioner telah diubah dengan menghapus "aneh" kegiatan olahraga dan
menggantinya dengan lebih banyak kegiatan olahraga akrab lokal seperti 1010 dan
lakanlaka (ini adalah permainan yang dimainkan dengan satu atau lebih banyak
mitra, masing-masing, dan melibatkan melompat / berjalan dan peregangan </span><span title="the legs).">kaki). </span><span title="In addition to the information drawn from the PAQ-A and the CDI questionnaires, information was also obtained on some demographic characteristics of the participants.">Selain
informasi yang diperoleh dari PAQ-A dan kuesioner CDI, informasi juga diperoleh
pada beberapa karakteristik demografi peserta. </span><span title="These included information about age, sex and class of study.">Ini
termasuk informasi mengenai usia, jenis kelamin dan kelas penelitian.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Assessment of depression">Penilaian depresi</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Depression was assessed using the CDI developed by Maria Kovacs.">Depresi
dinilai menggunakan CDI yang dikembangkan oleh Maria Kovacs. </span><span title="The CDI was designed to measure self-rated, symptom oriented assessment of depressive symptoms for school age children and adolescents.">CDI
dirancang untuk mengukur diri dinilai, penilaian berorientasi gejala gejala
depresi bagi anak-anak usia sekolah dan remaja. </span><span title="Subscales in the CDI included negative mood, interpersonal problems, ineffectiveness, anhedonia (the inability to gain pleasure from normally pleasurable experiences) and negative self-esteem.">Subscales
di CDI termasuk suasana hati yang negatif, masalah interpersonal,
ketidakefektifan, anhedonia (ketidakmampuan untuk memperoleh kenikmatan dari
pengalaman biasanya menyenangkan) dan negatif harga diri. </span><span title="It covers the consequences of depression as they relate to children and functioning in school and with peers [12].">Ini
mencakup konsekuensi dari depresi karena mereka berhubungan dengan anak-anak
dan berfungsi di sekolah dan dengan teman sebaya [12]. </span><span title="A reliability coefficient of 0.86 was reported for the scale and found to be a valid measuring device when compared with other instruments [13].">Sebuah
koefisien reliabilitas 0,86 untuk skala dilaporkan dan ditemukan menjadi alat
ukur yang valid bila dibandingkan dengan instrumen lain [13]. </span><span title="For each of the 27 items, the participant has three possible answers; 0 indicating an absence of symptoms, 1 indicating mild symptoms, and 2 indicating definite symptoms.">Untuk
setiap dari 27 item, peserta memiliki tiga kemungkinan jawaban; 0 menunjukkan
tidak adanya gejala, gejala ringan yang menunjukkan 1, dan 2 menunjukkan gejala
yang pasti. </span><span title="The total score ranged from 0 to 54, with higher scores representing more severe depressive symptomatology.">Total
skor berkisar 0-54, dengan skor yang lebih tinggi yang mewakili simtomatologi
depresi yang lebih parah. </span><span title="Participants were classified according to cut-offs proposed by Kovacs [13], which minimise the risk of false positives, whereby a CDI score of 0 indicates no symptoms, scores 1-19 indicate 'mild to moderate' depressive symptoms and scores equal to or">Peserta
diklasifikasikan menurut cut-off yang diusulkan oleh Kovacs [13], yang
meminimalkan risiko positif palsu, dimana CDI skor 0 menunjukkan tidak ada
gejala, skor 1-19 menunjukkan 'ringan sampai sedang' gejala depresi dan nilai
sama dengan atau </span><span title="above 20 indicate 'definite caseness' [13-15].">'caseness pasti' di atas
20 mengindikasikan [13-15]. </span><span title="This classification was applied since there was no specific cut-off point for CDI based on studies carried out on Nigerian adolescents.">Klasifikasi
ini diterapkan karena tidak ada titik cut-off khusus untuk CDI berdasarkan
studi yang dilakukan pada remaja Nigeria. </span><span title="Rivera et al [15] argued that a lower cut-off point is only usually suggested for populations where high rates of depression are expected.">Rivera
dkk [15] berpendapat bahwa titik cut-off yang lebih rendah biasanya hanya
disarankan untuk populasi dimana tingginya tingkat depresi yang diharapkan.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Assessment of physical activity">Penilaian aktivitas fisik</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="The PAQ-A (a slightly modified version of the PAQ-C for children) is a self-administered, 7-day recall instrument.">Para
PAQ-A (sedikit versi modifikasi dari PAQ-C untuk anak-anak) adalah dikelola
sendiri, 7-hari instrumen ingat. </span><span title="It was developed to assess general levels of physical activity for high school students approximately 13 to 19 years of age.">Ini
dikembangkan untuk menilai tingkat aktivitas fisik umum untuk siswa SMA sekitar
13 hingga 19 tahun usia. </span><span title="It assesses frequency of participation in physical activities such as sports or activities that make participants sweat or make their legs feel tired, or games that make participants breathe hard, such as skipping, running, and climbing.">Ini
menilai frekuensi partisipasi dalam kegiatan fisik seperti olahraga atau
aktivitas yang membuat peserta keringat atau membuat kaki mereka merasa lelah,
atau permainan yang membuat peserta bernapas keras, seperti melompat-lompat,
berlari, dan memanjat. </span><span title="The PAQ-A also sought information regarding physical activity during spare time, physical education period and lunchtime, as well as after school, in the evenings and on weekends.">Para
PAQ-Sebuah informasi juga mencari tentang aktivitas fisik selama waktu luang,
masa pendidikan jasmani dan makan siang, serta setelah sekolah, di malam hari
dan pada akhir pekan. </span><span title="For example: "In the last 7 days, during your Physical Education classes, how often were you very active (playing hard, running, jumping throwing)?"">Sebagai
contoh: "Dalam 7 hari terakhir, selama kelas Fisik Pendidikan Anda,
seberapa sering Anda sangat aktif (bermain keras, berlari, melompat
melempar)?" </span><span title="Participants respond on a five-point Likert scale.">Peserta merespon
pada skala Likert lima poin. </span><span title="A 'summary of physical activity score' is generated from the mean of 8 items, and ranges from 1-5, with higher scores indicating more frequent participation in physical activity [16].">A
'skor ringkasan aktivitas fisik' yang dihasilkan dari rata-rata 8 item, dan
berkisar dari 1-5, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan partisipasi yang
lebih sering dalam aktivitas fisik [16]. </span><span title="Those with low physical activity level were those who scored between 1 to 1.9 on the PAQ-A instrument while moderate and high physical activity levels were recorded for those who scored between 2 to 3.9 and 4 to 5 respectively on the PAQ-A.">Mereka
dengan tingkat aktivitas fisik yang rendah adalah mereka yang mencetak antara
1-1,9 pada PAQ-Sebuah instrumen sementara sedang dan tinggi tingkat aktivitas
fisik yang direkam untuk mereka yang mencetak antara 2 sampai 3,9 dan 4 sampai
5 masing-masing di PAQ-A. </span><span title="In a study to establish the convergent validity of the PAQ-A, the instrument was found to be significantly correlated to all self-report measures (including activity rating, r = 0.73; Leisure Time Exercise Questionnaire, r = 0.57; and 7-day">Dalam
sebuah studi untuk menetapkan validitas konvergen dari PAQ-A, instrumen itu
ditemukan secara signifikan berkorelasi dengan semua laporan diri tindakan
(termasuk penilaian kegiatan, r = 0,73; Kenyamanan Waktu Latihan Kuesioner, r =
0,57; dan 7-hari </span><span title="physical activity recall interview, r = 0.59) [17].">kegiatan wawancara
ingat fisik, r = 0,59) [17].</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Statistical Analyses">Analisis statistik</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Statistical analyses were conducted using the SPSS Version 15.0 (Chicago, USA) and STATA version 10.0 (Texas, USA).">Analisis
statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS Versi 15,0 (Chicago, USA) dan Stata
versi 10.0 (Texas, AS). </span><span title="Results are presented using frequencies and percentages.">Hasil
disajikan dengan menggunakan frekuensi dan persentase. </span><span title="Independent t-test were used to compare the mean CDI and PAQ-A scores between private and public schools, between younger and older adolescents, and between male and female participants; while the Analysis of Variance (ANOVA) was used to compare the scores obtained">Independen
t-test digunakan untuk membandingkan mean dan CDI PAQ-A skor antara sekolah
swasta dan publik, antara remaja muda dan tua, dan antara peserta laki-laki dan
perempuan, sedangkan Analisis Varians (ANOVA) digunakan untuk membandingkan
skor yang diperoleh </span><span title="for the three class levels from which the adolescents were recruited.">untuk
tiga tingkat kelas yang direkrut remaja. </span><span title="Scheffe's post hoc analysis was used to indicate the areas of significance in the three class levels.">Scheffe
analisis pasca hoc digunakan untuk menunjukkan daerah signifikansi dalam tiga
tingkat kelas. </span><span title="Pearson's moment correlation was used to assess the relationship between the CDI and PAQ-A scores while a further coefficient of determination (r2) was calculated to reveal the amount of variability in the depression level that the physical activity of the participants may account for.">Saat
korelasi Pearson digunakan untuk menilai hubungan antara CDI dan PAQ-A nilai
sementara koefisien determinasi lebih lanjut (r2) dihitung untuk mengungkapkan
jumlah variabilitas dalam tingkat depresi yang aktivitas fisik peserta dapat
menjelaskan.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Multi-level logistic regression analyses with students nested within schools was conducted.">Multi-level
analisis regresi logistik dengan siswa bersarang dalam sekolah-sekolah
dilakukan. </span><span title="This was done at two levels with individual influences being the first level and school influences being the second level.">Hal
ini dilakukan pada dua tingkat dengan pengaruh individu yang tingkat pertama
dan pengaruh sekolah yang tingkat kedua. </span><span title="The individual level variables included age, sex and physical activity levels while school levels included class of study and type of school.">Variabel
tingkat individu termasuk usia, jenis kelamin dan tingkat aktivitas fisik
sedangkan tingkat sekolah termasuk kelas studi dan jenis sekolah. </span><span title="Bivariate analysis was carried out for the variables at both levels controlling for age and sex.">Analisis
bivariat dilakukan untuk variabel-variabel pada kedua tingkat mengontrol usia
dan jenis kelamin. </span><span title="Variables that showed significant associations in the bivariate model were introduced in the multivariable models.">Variabel
yang menunjukkan hubungan yang signifikan dalam model bivariat diperkenalkan
dalam model multivariabel. </span><span title="Multivariable analysis was initially performed separately for individual and school levels.">Analisis
multivariabel awalnya dilakukan secara terpisah untuk tingkat individu dan
sekolah. </span><span title="The influence of individual factors and school level factors on depression and low physical activity were separately assessed through different models.">Pengaruh
faktor individu dan faktor tingkat sekolah pada depresi dan aktivitas fisik
yang rendah secara terpisah dinilai melalui model yang berbeda. </span><span title="Level of significance was at p < 0.05.">Tingkat signifikansi pada p
<0,05.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Results">Hasil</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Demographic characteristics of participants">Demografis
karakteristik peserta</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="The demographic characteristics of the participants are shown in table 1.">Karakteristik
demografi peserta ditunjukkan dalam tabel 1. </span><span title="The sample was made up of 538 boys (48.9%) and 562 girls (51.1%) with an overall mean age of 15.20 ± 1.435 years.">Sampel
terdiri dari 538 laki-laki (48,9%) dan 562 perempuan (51,1%) dengan usia
rata-rata keseluruhan 15.20 ± 1,435 tahun. </span><span title="The 1,100 participants were recruited from the Senior Secondary (SS) classes of eleven secondary schools with 691 (62.8%) of them from the SS 2 class.">Para
1.100 peserta direkrut dari (SS) kelas Menengah sebelas sekolah sekunder dengan
691 (62,8%) dari mereka dari kelas 2 SS.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="Table 1.">Tabel 1. </span><span title="Bio-data of the participants">Bio-data dari peserta</span><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tingkat depresi
dan aktivitas fisik remaja</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span><span title="As presented in table 2 a total of 776 (70.5%) of the students had no symptoms of depression (score of zero on the CDI), while 262 (23.8%) had mild to moderate symptoms (score between 1 and 19 on the CDI">Sebagaimana
disajikan dalam tabel 2 total 776 (70,5%) dari siswa tidak memiliki gejala
depresi (skor nol pada CDI), sedangkan 262 (23,8%) memiliki gejala ringan
sampai sedang (skor antara 1 dan 19 di CDI </span><span title="), and 62 (5.7%) had definite symptoms (score ≥ 20).">), dan 62 (5,7%)
memiliki gejala tertentu (skor ≥ 20). </span><span title="The physical activity levels of the participants ranged from low to moderate to high with 592 (53.8%) having low physical activity level.">Tingkat
aktivitas fisik dari peserta berkisar dari rendah sampai sedang untuk tinggi
dengan 592 (53,8%) memiliki tingkat aktivitas yang rendah fisik. </span><span title="A total of 427 (38.8%) participants had moderate physical activity level while 7.4% reported high physical activity.">Sebanyak
427 (38,8%) peserta memiliki tingkat aktivitas moderat fisik sedangkan 7,4%
melaporkan aktivitas fisik tinggi.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;">Tabel 2. Tingkat depresi dan aktivitas fisik remaja</span><span lang="IN" style="font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">CDI dan PAQ-A nilai dari remaja</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
<br />
Skor depresi rata-rata (tabel 3) diukur dengan CDI untuk remaja di
sekolah-sekolah menengah swasta adalah 14,2 ± 3,5 dan ini jauh lebih tinggi
dari skor rata-rata CDI 11,6 ± 4,1 untuk remaja di sekolah umum (t = 11,18, p
<0,0001). Skor rata-rata aktivitas fisik diukur dengan PAQ-A untuk remaja di
sekolah-sekolah swasta (1,6 ± 0,3) secara signifikan lebih rendah (t = 35,69, p
<0,0001) dibandingkan dengan sekolah umum. Laki-laki disajikan dengan
signifikan (t = 14,13, p <0,00001) skor depresi lebih rendah dan secara
signifikan (t = 71,83, p <0,0001) skor aktivitas yang lebih tinggi fisik
daripada betina. Dalam hal klasifikasi peserta berdasarkan usia mereka, mereka
diklasifikasikan sebagai remaja yang lebih tua (usia 15 tahun dan lebih) telah
secara signifikan lebih rendah berarti skor aktivitas fisik dan skor depresi
jauh lebih tinggi dari remaja muda (lebih muda dari usia 15 tahun). Nilai
rata-rata untuk aktivitas fisik yang cukup stabil (sekitar 2,4) antara dua
kelas yang lebih rendah dari sekolah-sekolah Menengah (SS1 dan SS2) tetapi menurun
secara signifikan (F = 80,23, p = 0,003) dengan SS3 yang merupakan kelas yang
paling senior di kategori menengah. Analisa post hoc menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam skor rata-rata aktivitas fisik antara kelas SS3 dan
masing-masing dua kelas yang lebih rendah.<br />
<br />
Tabel 3. PAQ-A dan nilai CDI berdasarkan jenis sekolah, jenis kelamin, tingkat
kelas remaja dan studi<br />
<br />
Dari tanggapan terburuk diberikan pada CDI oleh masing-masing peserta, kami
mengamati bahwa "hari-hari yang paling aku tidak merasa ingin makan"
adalah respon (38,6%) yang paling umum dilaporkan oleh para peserta. Hal ini
diikuti oleh "hal-hal yang mengganggu saya sepanjang waktu" (26%) dan
yang paling adalah "Saya melakukan semuanya salah" (2,5%). Ideation bunuh
diri ditandai dengan "Saya ingin bunuh diri" yang disajikan di 101
(9,2%) dari peserta memiliki proporsi yang sama dengan perasaan "Tidak ada
yang benar-benar mencintai saya" dan "Semua hal-hal buruk
salahku".</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Sebuah ringkasan dari frekuensi partisipasi aktivitas fisik oleh remaja pada
waktu yang berbeda dalam tujuh hari terakhir dalam seminggu menunjukkan bahwa
27,2% (dari sekolah swasta) dan 14,8% (dari sekolah umum) hampir tidak terlibat
dalam kegiatan kuat (seperti bermain keras , berlari, melompat dan melempar)
selama sesi pendidikan fisik mereka. Selain makan saat makan siang, 32,1% dan
28,6% dari remaja di sekolah swasta dan publik masing-masing melaporkan duduk
(berbicara, membaca dan mengerjakan tugas sekolah) dalam tujuh hari terakhir.
Hanya 37,3% dan 44,2% dari remaja di sekolah swasta dan publik menyatakan bahwa
mereka cukup sering (sekitar 5-6 kali dalam minggu terakhir) melakukan hal-hal
fisik dalam waktu luang mereka.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Hubungan antara depresi dan aktivitas fisik</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Menggunakan produk saat uji korelasi Pearson pada data menunjukkan hubungan
terbalik yang signifikan (r = -0,82, p <0,001) antara CDI dan PAQ-A nilai.
Korelasi yang tinggi diperoleh antara kedua variabel lanjut menghasilkan
koefisien determinasi dari 0,67. Ini berarti bahwa 67% dari variasi total dalam
depresi peserta dapat dijelaskan oleh hubungan linear antara depresi dan
aktivitas fisik.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Individu dan sekolah faktor yang terkait dengan depresi dan aktivitas fisik
yang rendah di kalangan remaja</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Setelah mengidentifikasi bahwa ada beberapa remaja dengan gejala depresi dan
aktivitas fisik yang rendah, kami lebih lanjut dilakukan regresi logistik
bivariat untuk menentukan faktor-faktor yang secara bermakna terkait dengan dua
masalah. Dua analisis regresi dilakukan. Yang pertama untuk semua remaja dengan
gejala depresi ringan / sedang dan pasti merupakan 29,4% dari para peserta dan
yang kedua bagi mereka dengan aktivitas fisik yang rendah (53,8%). Analisis
bivariat menunjukkan bahwa semua faktor individu dan sekolah secara signifikan
terkait dengan depresi dan aktivitas fisik yang rendah setelah disesuaikan
untuk usia dan / atau jenis kelamin (tabel 4). Kemungkinan gejala depresi
memiliki berkurang lebih dari setengah (OR = 0,42, 95% CI 0,29-0,71 =) pada
remaja yang sedang aktif ketika disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. OR
juga menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami gejala depresi pada remaja lebih
tua dari remaja yang lebih muda (OR = 2,16, 95% CI 1,81-3,44 =) dan sama, para
remaja yang lebih tua hampir dua kali lipat kemungkinan memiliki aktivitas fisik
yang rendah daripada muda remaja (OR = 1,72, 95% CI 1,29-2,36 =). Para peserta
perempuan memiliki kemungkinan tiga kali lebih memiliki gejala depresi (OR =
2,92, 95% CI 1,82-3,54 =) dan kegiatan fisik yang rendah (OR = 2,91, 95% CI
1,51-4,26 =) daripada laki-laki. Berada di sebuah sekolah swasta dan di kelas
paling atas di sekolah menengah meningkatkan risiko depresi dan aktivitas fisik
yang rendah ketika disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. Model akhir untuk
setiap kegiatan depresi dan rendah fisik gabungan semua faktor yang secara
statistik signifikan pada tingkat individu dan sekolah (tabel 5). Dalam model
multivariabel akhir, diamati bahwa semua faktor signifikan pada tingkat
individu dan sekolah untuk depresi tetap signifikan pada tingkat gabungan
kecuali untuk jenis sekolah yang kehilangan maknanya (OR = 0,86, 95% CI
0,58-1,76 =). Juga dalam model, kombinasi dari kedua individu dan faktor
sekolah lebih lanjut mengurangi kemungkinan memiliki depresi pada hubungan
antara depresi dan aktivitas fisik sedang (tingkat individual) dan meningkatkan
kekuatan (OR = 4,17, 95% CI 3,70-4,91 =) asosiasi antara depresi dan berada di
SS3 (tingkat sekolah).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
<br />
Tabel 4. Analisis bivariat kemungkinan depresi dan aktivitas fisik yang rendah<br />
<br />
Tabel 5. Analisis multivariat menunjukkan risiko depresi dan aktivitas fisik
yang rendah oleh faktor individu, faktor sekolah dan baik individu dan sekolah
faktor<br />
Diskusi<br />
<br />
Temuan utama dari studi ini adalah (1) sekitar seperlima dari semua remaja
melaporkan gejala depresi ringan sampai sedang, sementara lebih dari setengah
dari mereka melaporkan tingkat rendah aktivitas fisik (2) ada hubungan terbalik
yang signifikan antara skor depresi remaja dan skor aktivitas fisik mereka
dengan aktivitas fisik sedang dihubungkan dengan risiko depresi yang lebih
rendah (3) Kedua faktor individu dan sekolah yang terkait dengan depresi dan
aktivitas fisik yang rendah, dengan menjadi lebih tua remaja, perempuan dan di
kelas menengah yang paling senior memiliki signifikan hubungan dengan depresi
dan aktivitas fisik yang rendah di kalangan remaja. Itu juga menemukan bahwa
dibandingkan dengan sekolah umum, aktivitas fisik secara signifikan lebih
rendah dan depresi secara signifikan lebih tinggi pada remaja menghadiri
sekolah swasta.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Data prevalensi yang tepat dan tingkat depresi di kalangan remaja di Nigeria
tampaknya cukup sedikit, tetapi prevalensi siswa mengalami gejala depresi parah
dalam penelitian ini (5,7%) sangat mirip dengan yang dilaporkan oleh beberapa
penelitian lain. Adewuya dkk [18] melaporkan prevalensi gangguan depresi utama
dari 6,9% di antara kelompok remaja Nigeria dengan perempuan memiliki
prevalensi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan laki-laki. Dalam sebuah
studi untuk meneliti proporsi anak-anak dengan gangguan kejiwaan menghadiri
perawatan primer dalam pengaturan Nigeria, Gureje dkk [19] juga melaporkan
bahwa gangguan depresi hadir pada gangguan 6,0%, kecemasan yang berhubungan
dengan gangguan pada 4,7%, dan perilaku dalam 6.1 % dari anak-anak.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Penelitian ini menemukan bahwa lebih dari setengah dari peserta benar-benar
disajikan dengan rendahnya tingkat aktivitas fisik menunjukkan bahwa remaja
yang tidak terlibat dalam aktivitas fisik yang cukup yang dapat manfaat status
kesehatan mental mereka. Menurut Departemen Kesehatan Pemerintah Australia dan
Penuaan [20], remaja antara 12 dan 18 tahun harus terlibat dalam setidaknya 60
menit aktivitas fisik sedang hingga kuat setiap hari untuk tetap sehat. Namun,
di mana anak-anak telah aktif, 30 menit aktivitas moderat per hari dianjurkan
dan harus dibangun secara bertahap. Sebuah studi oleh Nikapota [21] melaporkan
bahwa negara-negara berkembang tunduk pada perubahan-perubahan sosial-budaya
dan politik yang cepat yang mempengaruhi gaya hidup anak-anak dan keluarga
mereka dan karenanya fisik dan emosional mereka kesejahteraan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa remaja Nigeria sampel tidak cukup aktif. Prevalensi tinggi
aktivitas fisik yang rendah serta prevalensi depresi terlihat dalam sampel
mungkin menunjukkan hubungan antara depresi dan aktivitas fisik. Sebuah
penelitian sebelumnya [22] menggambarkan latihan fisik sebagai sarana secara
fisik aktif, telah mendokumentasikan hubungan antara latihan fisik dan depresi
dengan melaporkan bahwa penarikan olahraga benar-benar menghasilkan simtomatologi
depresi meningkat pada sehat, non-depresi individu.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Para remaja perempuan dalam penelitian ini memiliki skor depresi lebih tinggi
dan lebih rendah skor aktivitas fisik dibandingkan dengan laki-laki. Mungkin
ada banyak alasan untuk ini Namun, juga dapat menjadi indikasi hubungan antara
aktivitas fisik yang rendah dan depresi karena peserta perempuan dalam
penelitian ini telah menunjukkan tingkat yang lebih rendah aktivitas fisik.
Misalnya, program berbasis kelompok latihan fisik, yang dapat meningkatkan
aktivitas fisik sehari-hari atau hubungan sosial, telah diamati untuk
meningkatkan tingkat kebugaran tidak hanya fisiologis tetapi juga keadaan
depresi dan kondisi stres psikofisik peserta [8]. Berlin dkk [22] juga
menemukan bahwa simtomatologi depresi lebih umum di kalangan menetap daripada
individu aktif secara fisik. Kenyataan bahwa remaja perempuan dalam sampel kami
memiliki skor depresi lebih tinggi baik yang diakui dan menegaskan laporan
penelitian sebelumnya. Para remaja perempuan memiliki risiko hampir tiga kali
lebih tinggi mengalami gejala depresi daripada laki-laki. Dalam studi oleh
Adewuya dkk [18] pada remaja Nigeria, betina juga diamati memiliki prevalensi
depresi yang lebih tinggi daripada anak laki-laki, tetapi penulis mengklaim
bahwa tidak ada interaksi usia gender dalam temuan. Namun itu dilaporkan dalam
studi sebelumnya yang anak laki-laki lebih berpartisipasi dalam kegiatan fisik
dibandingkan anak perempuan, dan mungkin sebagai hasil dari hubungan antara
aktivitas fisik dan depresi, lebih dari gadis-gadis daripada anak laki-laki
melaporkan perasaan sedih, termasuk mempertimbangkan dan merencanakan bunuh
diri [23 ].</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Skor depresi yang lebih tinggi dan skor rendah aktivitas fisik terlihat pada
remaja yang lebih tua dibandingkan dengan yang lebih muda dan di antara mereka
di kelas yang lebih tinggi dibandingkan studi di kelas bawah. Diharapkan, usia
siswa meningkat seiring kenaikan kelas mereka belajar dan kelas yang lebih
tinggi dari studi menunjukkan beban kerja berat. Sebuah kombinasi dari beban
kerja berat dan kecemasan trailing antisipasi ujian akhir yang akan datang di
tingkat tertinggi pendidikan menengah bisa menempatkan peserta pada jadwal
akademis yang ketat sehingga sulit bagi mereka untuk terlibat dalam kegiatan
fisik bertujuan. Situasi yang sama juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis
mereka membuat mereka hadir dengan skor depresi lebih tinggi. Ia juga mengamati
bahwa remaja yang lebih tua memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala
depresi dibandingkan remaja yang lebih muda saat berada di kelas paling atas
lebih dari tiga kali lipat risiko mengalami gejala depresi dan meningkat lebih
dari empat lipatan risiko memiliki aktivitas fisik rendah. Ini mungkin karena
kelas tertinggi studi (SS3) diduduki terutama oleh remaja yang lebih tua yang
kebetulan memiliki risiko lebih tinggi depresi dan kegiatan fisik yang rendah.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Sekitar sepertiga dari remaja baik di sekolah swasta dan publik ditemukan
menetap untuk sebagian besar hari sementara keinginan bunuh diri dilaporkan
sebelumnya menjadi sekitar 20% dan di atas dalam studi oleh Omigbodun et al
[24] dan Daley dkk [ 25] adalah sekitar 9% dalam penelitian ini. Hal tersebut
adalah penting untuk dicatat bahwa perbedaan dalam prevalensi keinginan bunuh
diri dalam laporan ini dan bahwa dari Omigbodun dkk [24] yang juga disurvei
sekelompok remaja Nigeria mungkin karena sejumlah alasan. Pertama, Omigbodun
dkk [24] diukur perilaku bunuh diri dengan menggunakan Wawancara Diagnostik
Jadwal untuk Anak (DISC) (Timbangan prediktif 432 - item 23-25) sedangkan
observasi dalam penelitian ini adalah respon terhadap salah satu pertanyaan di
CDI. Kedua, mereka melakukan studi mereka di kedua remaja perkotaan dan
pedesaan, sementara penelitian ini adalah terbatas pada remaja perkotaan.
Ketiga, mereka menganggap semua nilai di sekolah sementara hanya kelas senior
dipertimbangkan dalam penelitian ini. Beberapa faktor psikososial seperti
pelecehan seksual, serangan fisik dan keterlibatan dalam perkelahian fisik
ditemukan menjadi prediktor yang signifikan dari perilaku bunuh diri di
kalangan remaja Nigeria seperti dilansir Omigbodun et al [24]. Meskipun
prevalensi yang lebih rendah dari keinginan bunuh diri tercatat dalam studi
ini, ini adalah area layak penyelidikan penelitian lebih lanjut. Depresi telah
dilaporkan menjadi prediktor yang paling penting dari bunuh diri, dan kegagalan
untuk mengatasi depresi pada remaja dapat menyebabkan peningkatan kasus bunuh
diri [26].<br />
<br />
Koefisien determinasi menunjukkan bahwa variasi substansial dalam depresi pada
remaja dapat dijelaskan oleh aktivitas fisik. Karena hubungan mungkin tidak
kausal, variasi yang tersisa terlihat dalam depresi dari remaja dapat
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dipertimbangkan dalam penelitian
ini. Faktor-faktor ini mungkin termasuk status sosial ekonomi orang tua dan
kehadiran co-morbiditas. Sebuah analisis sebelumnya penampang bagaimanapun,
melaporkan hubungan antara aktivitas fisik dan depresi bahkan ketika
penyesuaian dibuat untuk jumlah yang relatif besar variabel perancu potensial [7].
Asosiasi ini mungkin karena mungkin link antara aktivitas fisik dan depresi.
Menurut Rothon dkk [10], tidak ada mekanisme yang jelas untuk hubungan antara
aktivitas fisik dan depresi telah dibentuk, namun mekanisme biokimia,
fisiologis dan psikologis telah diusulkan. Para penulis menyatakan bahwa salah
satu penjelasan berkaitan dengan efek tidak langsung bahwa aktivitas fisik pada
suasana hati dengan memberikan peningkatan peluang untuk interaksi sosial. Ini
akan tepat untuk negara di sini Namun, bahwa hubungan yang ada antara aktivitas
fisik dan depresi sebenarnya bisa dua arah. Seperti disajikan dalam studi ini
bahwa depresi dikaitkan dengan aktivitas fisik yang rendah, juga masuk akal
untuk aktivitas fisik yang rendah dihubungkan dengan depresi meningkat. Dalam
review komprehensif dari penelitian yang diterbitkan pada berkorelasi aktivitas
fisik pada anak-anak dan remaja, tingkat tinggi depresi secara konsisten
dikaitkan dengan aktivitas fisik yang rendah pada remaja [27]. Penelitian ini
tidak mampu mengatakan Namun apakah depresi mendahului aktivitas fisik atau
aktivitas fisik mendahului depresi.<br />
<br />
Studi ini menunjukkan bahwa remaja dengan aktivitas fisik sedang memiliki
penurunan risiko memiliki depresi setelah penyesuaian untuk usia dan jenis
kelamin. Dalam studi sebelumnya, itu juga menunjukkan bahwa rendahnya aktivitas
fisik intensitas sedang merupakan faktor protektif terhadap depresi dan gejala
psikotik pada remaja Tionghoa [6]. Namun, itu ditemukan dalam studi ini bahwa
intensitas tinggi aktivitas fisik bukan faktor pelindung terhadap gangguan
psikologis, melainkan sebuah faktor risiko untuk umum masalah kesehatan mental
dan permusuhan. Dalam penelitian ini, aktivitas fisik yang tinggi mengurangi
kemungkinan memiliki gejala depresi yang lebih parah dengan temuan tingkat tren
(tidak signifikan) bahwa aktivitas fisik tinggi dikaitkan dengan penurunan
risiko depresi.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Penelitian ini lebih lanjut menemukan bahwa remaja di sekolah swasta memiliki
risiko lebih tinggi aktivitas fisik yang rendah daripada mereka di sekolah
umum. Tidak ada laporan sebelumnya yang ditemukan pada variasi aktivitas fisik
antara siswa sekolah swasta dan publik, tetapi diasumsikan bahwa perbedaan ini
mungkin memiliki banyak hubungannya dengan latar belakang sosial ekonomi siswa.
Ada kemungkinan bahwa siswa di sekolah-sekolah umum, hipotetis dari latar
belakang sosial ekonomi rendah harus mengerahkan usaha lebih fisik dalam
menjalankan rutinitas sehari-hari mereka. Ini mungkin termasuk trekking ke
sekolah dan penggunaan kekuatan manual untuk tugas sehari-hari mereka
bertentangan dengan kehidupan remaja dari latar belakang sosial ekonomi lebih
tinggi yang berlimpah di sekolah-sekolah swasta. Hal ini dapat menjelaskan
hubungan antara aktivitas fisik yang rendah dan depresi yang lebih tinggi
seperti yang terlihat pada siswa sekolah swasta.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Studi ini harus ditafsirkan dalam batas-batas, keterbatasan ruang lingkup dan
kekuatan. Fakta bahwa penelitian ini adalah cross-sectional mencegah apapun
kesimpulan dari kausalitas. Berbasis sekolah sifat studi ini juga berarti bahwa
temuan tidak dapat digeneralisasi untuk remaja yang tidak bersekolah. Namun,
selain menyediakan sebuah situs penelitian terorganisir, sekolah-sekolah juga
dianggap sebagai jalan di mana isu depresi dan aktivitas fisik di kalangan
remaja bisa efektif diperjuangkan. Menurut Grzywacz dan Fuqua [28] sekolah
berada dalam posisi untuk mencegah masalah kesehatan masyarakat seperti
depresi. Mode kita dari penilaian menggunakan kuesioner mungkin bukan metode
yang paling tepat karena kemungkinan bias mengingat substansial terkait dengan
laporan diri sendiri, namun, kuesioner telah menghasilkan penilaian yang dapat
diandalkan konstruksi banyak. Menurut Corder dkk [29], metode laporan diri
masih mungkin cara hanya layak untuk menilai aktivitas fisik dalam banyak
situasi dan penting untuk menilai aspek kegiatan fisik tidak mudah diukur
obyektif, seperti modus dan domain.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Hubungan ditemukan dalam penelitian ini tidak selalu kausal karena mungkin ada
pembaur potensial lainnya dari depresi selain usia dan jenis kelamin bahwa
studi ini tidak menyelidiki. Pembaur tersebut termasuk status kesehatan, harga
diri dan status sosial ekonomi orang tua. Ada juga kemungkinan sisa perancu
dalam penelitian ini yang mungkin karena kekurangan mungkin dalam penilaian
kita atau fakta bahwa kita tidak mengukur beberapa pembaur lainnya outrightly.
Penelitian lebih lanjut mungkin perlu untuk melihat bagaimana isu-isu seperti
tingkat perawatan sekolah dan keluarga, motivasi dan peristiwa kehidupan yang
serius akan berinteraksi dengan depresi dan aktivitas fisik remaja. Namun,
semua analisis kami menunjukkan fakta bahwa mereka yang memiliki aktivitas
fisik rendah memiliki tingkat lebih tinggi gejala depresi. Studi ini
mengidentifikasi bahwa ada kebutuhan untuk lebih mengeksplorasi hubungan yang
kompleks antara aktivitas fisik dan depresi di kalangan remaja Nigeria, seperti
rekan-rekan mereka di negara-negara berkembang lainnya. Selanjutnya, penelitian
ini akan memberikan dasar tambahan untuk menjelajahi aktivitas fisik sebagai
terapi komplementer dalam intervensi untuk depresi di kalangan remaja diberikan
rendah biaya dan peningkatan biaya perawatan kesehatan mental. Juga dari hasil
penelitian ini, ada implikasi yang mendesak untuk review keputusan kebijakan
pemerintah didasarkan pada kenyataan bahwa ada sejumlah besar remaja yang tidak
aktif secara fisik dan karena fakta bahwa hampir 6% dari siswa mengalami cukup
simtomatologi depresi parah.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Sebagai kesimpulan, hasil penelitian ini menunjukkan beban yang cukup besar dari
kedua gejala ringan sampai sedang dan pasti depresi di samping tingkat umum
dari aktivitas fisik yang rendah di kalangan remaja. Ada hubungan terbalik
antara depresi dan aktivitas fisik dan kedua faktor individu dan sekolah
terkait dengan depresi dan aktivitas fisik yang rendah. Menjadi seorang remaja
yang lebih tua, seorang wanita dan di kelas menengah paling senior adalah
kontributor utama untuk kedua depresi dan aktivitas fisik yang rendah di
kalangan remaja. Untuk penelitian masa depan, kami menyarankan studi
longitudinal untuk menjelaskan isu-isu kausal dan studi yang akan memeriksa
kemungkinan efek aktivitas fisik antara sampel klinis remaja dengan depresi.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Bersaing kepentingan</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan bersaing.<br />
Penulis 'kontribusi</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
AFA terlibat dalam penyusunan konsep, desain, analisis statistik, interpretasi
data, untuk mengedit isi intelektual dan persiapan naskah. Bintara terlibat
dalam penyusunan konsep, pengumpulan data, pencarian literatur dan persiapan
naskah. CYA terlibat dalam konseptualisasi, mengedit untuk konten intelektual
dan persiapan naskah. Semua penulis membaca dan menyetujui naskah akhir.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Informasi Penulis</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
AFA adalah dosen di Departemen Fisioterapi, Universitas Ibadan dan Konsultan
Klinis Kehormatan di Fisioterapi, University College Hospital, Ibadan, Oyo
State, Nigeria. NCO adalah fisioterapis lulusan Departemen Fisioterapi, College
of Medicine, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria. CYA adalah registrar senior
di Departemen Psikiatri, Rumah Sakit University College, Ibadan, Nigeria.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Ucapan Terima Kasih</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt;"><br />
Kami berterima kasih kepada kepala sekolah, guru, orang tua dan siswa yang
berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih yang tulus juga karena
petugas dari Inspektorat Daerah Pendidikan di Area Pemerintah Lokal Ibadan
Utara atas dukungan mereka.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-70137100319456871582011-09-30T09:08:00.001+07:002011-09-30T09:08:26.985+07:00Depression and physical activity in a sample of nigerian adolescents: levels, relationships and predictors<table cellpadding="0" cellspacing="0"><tbody>
<tr><td><div class="multipleins">
<div class="authors">
<strong>Ade F Adeniyi</strong><sup><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/#ins1">1</a></sup><sup>*</sup>, <strong>Nkechi C Okafor</strong><sup><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/#ins1">1</a></sup> and <strong>Celia Y Adeniyi</strong><sup><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/#ins2">2</a></sup> </div>
<div id="affiliations">
<div class="module gray inner">
<div class="module-inner padded-inner">
<ul>
<li>
<span>*</span>
Corresponding author: Ade F Adeniyi <a href="mailto:adeniyifatai@yahoo.co.uk">adeniyifatai@yahoo.co.uk</a> <br />
</li>
</ul>
<div class="options">
<a class="affiliations-toggle" href="">Author Affiliations</a></div>
<div id="ins_container" style="display: block;">
<sup id="ins1">1</sup> Department of Physiotherapy, College of Medicine, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria
<br />
<sup id="ins2">2</sup> Department of Psychiatry, University College Hospital, Ibadan, Nigeria
<br />
<br />
</div>
<div id="authoremails">
For all author emails, please <a href="http://www.capmh.com/logon">log on</a>.
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<em>Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health</em> 2011, <strong>5</strong>:16 <span class="pseudotab">doi:10.1186/1753-2000-5-16</span><br />
<br />
The electronic version of this article is the complete one and can be found online at: <a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16">http://www.capmh.com/content/5/1/16</a><br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr><td>Received:</td><td>30 November 2010</td></tr>
<tr><td>Accepted:</td><td>14 May 2011</td></tr>
<tr><td>Published:</td><td>14 May 2011</td></tr>
</tbody>
</table>
<br />
© 2011 Adeniyi et al; licensee BioMed Central Ltd. <br />
<br />
This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License (<a href="http://creativecommons.org/licenses/by/2.0">http://creativecommons.org/licenses/by/2.0</a>), which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.<br />
<br />
<h3>
Abstract</h3>
<h4>
Background</h4>
Physical inactivity is related to many morbidities but the evidence of its link with depression in adolescents needs further
investigation in view of the existing conflicting reports.
<br />
<h4>
Methods</h4>
The data for this cross-sectional study were collected from 1,100
Nigerian adolescents aged 12-17 years. Depressive symptomatology
and physical activity were assessed using the Children's Depression
Inventory (CDI) and the Physical Activity Questionnaire-Adolescent
version (PAQ-A) respectively. Independent t tests, Pearson's Moment
Correlation and Multi-level logistic regression analyses
for individual and school area influences were carried out on the
data at p < 0.05.
<br />
<h4>
Results</h4>
The mean age of the participants was 15.20 ± 1.435 years. The
prevalence of mild to moderate depression was 23.8%, definite
depression was 5.7% and low physical activity was 53.8%. More severe
depressive symptoms were linked with lower levels of
physical activity (r = -0.82, p < 0.001) and moderate physical
activity was linked with reduced risk of depressive symptoms
(OR = 0.42, 95% CI = 0.29-0.71). The odds of having depressive
symptoms were higher in older adolescents (OR = 2.16, 95% CI
= 1.81-3.44) and in females (OR = 2.92, 95% CI = 1.82-3.54). Females
had a higher risk of low physical activity than male
adolescents (OR = 2.91, 95% CI = 1.51-4.26). Being in Senior
Secondary class three was a significant predictor of depressive
symptoms (OR = 3.4, 95% CI = 2.55-4.37) and low physical activity.
<br />
<h4>
Conclusions</h4>
A sizable burden of depression and low physical activity existed
among the studied adolescents and these were linked to both
individual and school factors. Future studies should examine the
effects of physical activity among clinical samples of adolescents
with depression.
<br />
<a href="" name="sec1"></a><h3>
Introduction</h3>
There is currently widespread recognition of the immense burden that depression imposes on individuals, communities and health
services throughout the world <a href="" name="d883e143"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B1">1</a>]. Depression, which is the most common form of emotional problems experienced during adolescence, can be characterized by
feelings of sadness, anxiety, fear, guilt, anger, contempt and confused thinking <a href="" name="d883e147"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B2">2</a>]. It has been shown that most adults who experience recurrent episodes of depression had an initial depressive episode as
teenagers <a href="" name="d883e151"></a><a href="" name="d883e153"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B3">3</a>,<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B4">4</a>], suggesting that adolescence is an important developmental period in which to intervene <a href="" name="d883e157"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B4">4</a>]. According to Dunn and Weintraub <a href="" name="d883e161"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B5">5</a>],
successful treat¬ment of teen depression is important not only in
reducing the suffering, morbid¬ity, and mortality resulting
from the disorder but also in preventing the development of other
adverse long-term psychosocial and health outcomes.
<br />
Regular participation in physical activity not only benefits adolescents by strengthening the muscles, improving bone mass,
sustaining oxygen uptake, reducing risk of cardiovascular and other chronic diseases, but also helps to improve self-esteem,
increase self-consciousness and reduce anxiety and stress <a href="" name="d883e167"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B6">6</a>].
Although service access and treatment coverage remain low, there is
growing empirical evidence from low-income as well as
high-income countries on the effectiveness and cost-effectiveness of a
range of pharmacological and psychosocial interventions
for treating and managing depression <a href="" name="d883e171"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B1">1</a>]. However, despite a dramatic increase in the number of intervention studies on major depressive disorders in adolescents
in the past 15 years, the majority being clinical trials of medications and cogni¬tive behavioural therapy, response rates
have been modest and remission rates low <a href="" name="d883e175"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B5">5</a>]. On the other hand, findings have supported the protective effects of physical activity on depression for older adults and
cross-sectional analyses have shown that an association exists between physical activity and depression even when adjustments
were made for a relatively large number of potentially confounding variables <a href="" name="d883e179"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B7">7</a>]. It has also been shown that regular physical activity may improve a variety of physiological and psychological problems
in depressive persons <a href="" name="d883e183"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B8">8</a>]. In spite of all these, not many experimental studies have been done to support this assumption for adolescent populations
<a href="" name="d883e188"></a><a href="" name="d883e190"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B5">5</a>,<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B8">8</a>].
A preliminary step to such studies, especially in a developing country
like Nigeria, is to establish the prevalence of depression
and the extent of engagement in physical activity, and the
relationship between these. In Norwegian adolescents, Sagatun et
al <a href="" name="d883e194"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B9">9</a>]
had reported that emotional symptoms at age 18-19 were inversely
associated with physical activity at age 15-16 in both genders,
while a study carried out in an East London community found that
there was evidence for a cross-sectional association between
physical activity and depressive symptoms for both boys and girls at
baseline, with a decrease in the odds for depressive
symptoms of about 8% for each additional hour of exercise undertaken
per week <a href="" name="d883e198"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B10">10</a>].
<br />
As has been the case with the development of most other treatments of paediatric psychiatric disorders that are also common
in adulthood, it is necessary to extrapo-late from adult studies of exercise treat¬ment of depression when justifying the
need for research about physical activity in adolescent populations <a href="" name="d883e204"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B5">5</a>]. According to Dunn and Weintraub <a href="" name="d883e208"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B5">5</a>],
virtually all well-designed studies on depression have been conducted
only in adult populations. In addition, prior studies
did not examine the relationships between physical activity and
depression in a large sample of adolescents from Nigeria,
and data on level of depression and physical activity appear to be
irresolute. At the moment, research in Western countries
has revealed a link between depression and physical activity, yet
these may not fully represent the situation in a developing
nation like Nigeria. This may be because of disparities in knowledge,
and attitude towards physical activity, socio-economic
background, educational curricula and existing policies. The present
study explores (1) the prevalence of depression and physical
activity levels, (2) the relationship between depression and physical
activity and (3) selected demographic factors that may
be linked with depressive symptomatology and low physical activity
among a sample of Nigerian adolescents.
<br />
<a href="" name="sec2"></a><h3>
Methods</h3>
<h4>
Study design</h4>
This study was a cross-sectional survey of Nigerian adolescents from Ibadan North Local Government Area of Oyo State, South
Western Nigeria.
<br />
<h4>
Participants</h4>
The data from this cross-sectional study were collected from urban
dwelling secondary school adolescents aged 12-17 years.
The Children's Depression Inventory (CDI) and the Physical Activity
Questionnaire, Adolescent Version (PAQ-A) were administered
on 1,100 secondary school students from a population of approximately
100,000 secondary school students in the Ibadan North
Local Government Area of Oyo State. The sample size was estimated to
produce a precision level of ±3% at 95% confidence level
and a degree of variability of 0.5 <a href="" name="d883e228"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B11">11</a>].
<br />
The study used a stratified, two-stage sampling technique to select
participants for the study to meet the sample size requirement.
The first stage was the selection of schools from both the private
and public secondary schools in the local government area.
In Nigeria, private and public schools operate side by side at all
levels of education ranging from primary to secondary to
tertiary educational institutions. The private schools are owned by
individuals and the management determines the welfare
of the students and teachers. In the public schools, the
administration is entirely by government. However, as much as possible,
both groups of schools operate a similar curriculum. Except for
special reasons, conducting studies in only one of the types
of school would not give a true picture of the issue under
investigation. The schools were however varied in their population;
the government schools had more students than the private ones. In
the first stage of the sampling, schools were selected
randomly based on a probability proportional to the total number of
private or public secondary schools. Eleven schools (six
public and five private) were selected for inclusion in the study.
<br />
In the second stage, 100 students from each school were drawn at random from the list of students in the senior secondary
classes one to three. This produced the total sample of 1,100 adolescents that were surveyed. The classes were made up of
younger adolescents (less than 15 years) and older adolescents (15 years and above) within the age range of 13 to 17 years.
Although the level of adolescence and class of study appear to be similar, they are however different. An older adolescent
is normally expected to be found in a more senior class but this situation is not always true as there are situations when
younger adolescents were found in the highest class of study and vice-versa. This explains why the two variables were treated
separately in this study.
<br />
This study was approved by the Joint University of Ibadan and the
University College Hospital Research Ethics Committee (Approval
ID No: UI/EC/10/0064). Written informed assent was obtained from all
participants as well as their parents. Approval was also
obtained from the management of each of the schools for the study to
be carried out in their respective schools.
<br />
<h4>
Data collection procedure</h4>
Prior to data collection, the students were formally informed of the
purpose of the study in an assembly in the school hall,
in their classrooms or any other convenient place. The students were
also informed of their right to decline participation.
Before administering the PAQ-A and the CDI questionnaires on the
selected participants, they were pre-tested on five students
from each of the selected schools (total of 55 students) to identify
areas of potential difficulty in filling the forms. Participants
were comfortable with all the questions on the CDI but had problems
mainly with the PAQ-A questionnaire because some questions
sought information on their participation in a number of sporting
activities that were more or less alien to them. For instance,
the students needed help in understanding activities like in-line
skating, skateboarding, ice-skating and ice hockey/ringette.
Because the questionnaire was adopted from a different environmental
setting, it was necessary to allow for differences in
comprehension due to situational, cultural or semantic factors.
Subsequently the questionnaire was modified by removing the
"strange" sporting activities and replacing them with more familiar
local sporting activities such as ten-ten and lakanlaka
(these are games played with one or more partners, respectively, and
involve hopping/running and stretching of the legs).
In addition to the information drawn from the PAQ-A and the CDI
questionnaires, information was also obtained on some demographic
characteristics of the participants. These included information about
age, sex and class of study.
<br />
<h4>
Assessment of depression</h4>
Depression was assessed using the CDI developed by Maria Kovacs. The
CDI was designed to measure self-rated, symptom oriented
assessment of depressive symptoms for school age children and
adolescents. Subscales in the CDI included negative mood, interpersonal
problems, ineffectiveness, anhedonia (the inability to gain pleasure
from normally pleasurable experiences) and negative self-esteem.
It covers the consequences of depression as they relate to children
and functioning in school and with peers <a href="" name="d883e250"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B12">12</a>]. A reliability coefficient of 0.86 was reported for the scale and found to be a valid measuring device when compared with
other instruments <a href="" name="d883e254"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B13">13</a>]. For each of the 27 items, the participant has three possible answers; 0 indicating an absence of symptoms, 1 indicating
mild symptoms, and 2 indicating definite symptoms. The total score ranged from 0 to 54, with higher scores representing more
severe depressive symptomatology. Participants were classified according to cut-offs proposed by Kovacs <a href="" name="d883e258"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B13">13</a>], which minimise the risk of false positives, whereby a CDI score of 0 indicates no symptoms, scores 1-19 indicate 'mild to
moderate' depressive symptoms and scores equal to or above 20 indicate 'definite caseness' <a href="" name="d883e262"></a><a href="" name="d883e264"></a><a href="" name="d883e266"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B13">13</a>-<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B15">15</a>]. This classification was applied since there was no specific cut-off point for CDI based on studies carried out on Nigerian
adolescents. Rivera et al <a href="" name="d883e270"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B15">15</a>] argued that a lower cut-off point is only usually suggested for populations where high rates of depression are expected.
<br />
<h4>
Assessment of physical activity</h4>
The PAQ-A (a slightly modified version of the PAQ-C for children) is a
self-administered, 7-day recall instrument. It was
developed to assess general levels of physical activity for high
school students approximately 13 to 19 years of age. It assesses
frequency of participation in physical activities such as sports or
activities that make participants sweat or make their
legs feel tired, or games that make participants breathe hard, such
as skipping, running, and climbing. The PAQ-A also sought
information regarding physical activity during spare time, physical
education period and lunchtime, as well as after school,
in the evenings and on weekends. For example: "In the last 7 days,
during your Physical Education classes, how often were
you very active (playing hard, running, jumping throwing)?"
Participants respond on a five-point Likert scale. A 'summary
of physical activity score' is generated from the mean of 8 items,
and ranges from 1-5, with higher scores indicating more
frequent participation in physical activity <a href="" name="d883e280"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B16">16</a>]. Those with low physical activity level were those who scored between 1 to 1.9 on the PAQ-A instrument while moderate and
high physical activity levels were recorded for those who scored between 2 to 3.9 and 4 to 5 respectively on the PAQ-A. In
a study to establish the convergent validity of the PAQ-A, the instrument was found to be significantly correlated to all
self-report measures (including activity rating, r = 0.73; Leisure Time Exercise Questionnaire, r = 0.57; and 7-day physical
activity recall interview, r = 0.59) <a href="" name="d883e284"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B17">17</a>].
<br />
<h4>
Statistical Analyses</h4>
Statistical analyses were conducted using the SPSS Version 15.0
(Chicago, USA) and STATA version 10.0 (Texas, USA). Results
are presented using frequencies and percentages. Independent t-test
were used to compare the mean CDI and PAQ-A scores between
private and public schools, between younger and older adolescents,
and between male and female participants; while the Analysis
of Variance (ANOVA) was used to compare the scores obtained for the
three class levels from which the adolescents were recruited.
Scheffe's post hoc analysis was used to indicate the areas of
significance in the three class levels. Pearson's moment correlation
was used to assess the relationship between the CDI and PAQ-A scores
while a further coefficient of determination (r<sup>2</sup>) was calculated to reveal the amount of variability in the depression level that the physical activity of the participants
may account for.
<br />
Multi-level logistic regression analyses with students nested within
schools was conducted. This was done at two levels with
individual influences being the first level and school influences
being the second level. The individual level variables included
age, sex and physical activity levels while school levels included
class of study and type of school. Bivariate analysis was
carried out for the variables at both levels controlling for age and
sex. Variables that showed significant associations in
the bivariate model were introduced in the multivariable models.
Multivariable analysis was initially performed separately
for individual and school levels. The influence of individual factors
and school level factors on depression and low physical
activity were separately assessed through different models. Level of
significance was at p < 0.05.
<br />
<a href="" name="sec3"></a><h3>
Results</h3>
<h4>
Demographic characteristics of participants</h4>
The demographic characteristics of the participants are shown in table <a href="" name="d883e308"></a><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T1">1</a>. The sample was made up of 538 boys (48.9%) and 562 girls (51.1%) with an overall mean age of 15.20 ± 1.435 years. The 1,100
participants were recruited from the Senior Secondary (SS) classes of eleven secondary schools with 691 (62.8%) of them from
the SS 2 class.
<br />
<div class="figs">
<div class="table">
<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T1"><strong>Table 1.</strong></a> Bio-data of the participants
</div>
</div>
<h4>
Levels of depression and physical activity of the adolescents</h4>
As presented in table <a href="" name="d883e567"></a><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T2">2</a>
a total of 776 (70.5%) of the students had no symptoms of depression
(score of zero on the CDI), while 262 (23.8%) had mild
to moderate symptoms (score between 1 and 19 on the CDI), and 62
(5.7%) had definite symptoms (score ≥ 20). The physical activity
levels of the participants ranged from low to moderate to high with
592 (53.8%) having low physical activity level. A total
of 427 (38.8%) participants had moderate physical activity level
while 7.4% reported high physical activity.
<br />
<div class="figs">
<div class="table">
<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T2"><strong>Table 2.</strong></a> Levels of depression and physical activity of the adolescents
</div>
</div>
<h4>
The CDI and PAQ-A scores of the adolescents</h4>
The mean depression score (table <a href="" name="d883e717"></a><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T3">3</a>)
measured by the CDI for the adolescents in the private secondary
schools was 14.2 ± 3.5 and this was significantly higher
than the mean CDI score of 11.6 ± 4.1 for the adolescents in the
public schools (t = 11.18, p < 0.0001). The mean score of
physical activity measured by the PAQ-A for adolescents in the
private schools (1.6 ± 0.3) was significantly lower (t = 35.69,
p < 0.0001) than that of the public schools. The males presented
with significantly (t = 14.13, p < 0.00001) lower depression
scores and significantly (t = 71.83, p < 0.0001) higher physical
activity scores than the females. In terms of classification
of the participants based on their age, those classified as older
adolescents (age 15 years and over) had significantly lower
mean physical activity scores and significantly higher depression
scores than the younger adolescents (younger than age 15
years). The mean scores for physical activity were fairly stable
(about 2.4) between the two lower classes of the Senior Secondary
schools (SS1 and SS2) but dropped significantly (F = 80.23, p =
0.003) by SS3 which was the most senior class in the senior
secondary category. Post hoc analysis showed a significant difference
in mean physical activity score between the SS3 class
and each of the two lower classes.
<br />
<div class="figs">
<div class="table">
<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T3"><strong>Table 3.</strong></a> PAQ-A and CDI scores by type of school, sex, level of adolescence and class of study
</div>
</div>
From the worst responses provided on the CDI by each of the participants, we observed that "most days I do not feel like eating"
was the most prevalent (38.6%) response reported by the participants. This was followed by "things bother me all the time"
(26%) and the least was "I do everything wrong" (2.5%). Suicidal ideation flagged by "I want to kill myself" presented in
101 (9.2%) of the participants having the same proportion with the feelings of "Nobody really loves me" and "All bad things
are my fault".
<br />
A summary of the frequency of physical activity participation by the adolescents at different times in the last seven days
of the week shows that 27.2% (from private schools) and 14.8% (from public schools) hardly engaged in vigorous activity (such
as playing hard, running, jumping and throwing) during their physical education sessions. Besides eating during lunch, 32.1%
and 28.6% of the adolescents in the private and public schools respectively reported sitting down (talking, reading and doing
school work) in the last seven days. Only 37.3% and 44.2% of the adolescents in the private and public schools claimed they
quite often (about 5-6 times in the last week) did physical things in their free time.
<br />
<h4>
The relationship between depression and physical activity</h4>
Using the Pearson's product moment correlation test on the data shows
a significant inverse relationship (r = -0.82, p < 0.001)
between the CDI and PAQ-A scores. The high correlation obtained
between these two variables further produced a coefficient
of determination of 0.67. This implies that 67% of the total
variation in depression of the participants may be explained
by the linear relationship between depression and physical activity.
<br />
<h4>
Individual and school factors associated with depression and low physical activity among the adolescents</h4>
Having identified that there were some adolescents with depressive symptoms and low physical activities, we further carried
out bivariate logistic regressions to determine the factors that were significantly associated with these two problems. Two
regression analyses were carried out. The first for all the adolescents with mild/moderate and definite depressive symptoms
constituting 29.4% of the participants and the second for those with low physical activities (53.8%). The bivariate analysis
shows that all individual and school factors were significantly associated with depression and low physical activity after
adjusting for age and/or sex (table <a href="" name="d883e1004"></a><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T4">4</a>).
The odds of having depressive symptoms was reduced by more than half
(OR = 0.42, 95% CI = 0.29-0.71) in adolescents who
were moderately active when adjusted for age and sex. Adjusted OR
also showed a higher risk of having depressive symptoms
in the older adolescents than the younger adolescents (OR = 2.16, 95%
CI = 1.81-3.44) and similarly, the older adolescents
had almost double the possibility of having low physical activity
than the younger adolescents (OR = 1.72, 95% CI = 1.29-2.36).
The female participants had about three times more possibility of
having depressive symptoms (OR = 2.92, 95% CI = 1.82-3.54)
and low physical activities (OR = 2.91, 95% CI = 1.51-4.26) than the
males. Being in a private school and in the topmost class
in the secondary school increased the risk of depression and low
physical activity when adjusted for age and sex. The final
model for each of depression and low physical activity combined all
the factors that were statistically significant at individual
and school levels (table <a href="" name="d883e1007"></a><a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T5">5</a>).
In this final multivariable model, it was observed that all the factors
significant at individual and school levels for
depression remained significant at combined level except for type of
school that lost its significance (OR = 0.86, 95% CI
= 0.58-1.76). Also in the model, a combination of both individual and
school factors further reduced the odds of having depression
in the association between depression and moderate physical activity
(individual level) and increased the strength (OR = 4.17,
95% CI = 3.70-4.91) of the association between depression and being
in SS3 (school level).
<br />
<div class="figs">
<div class="table">
<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T4"><strong>Table 4.</strong></a> Bivariate analysis for odds of depression and low physical activity
</div>
<div class="table">
<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16/table/T5"><strong>Table 5.</strong></a> Multivariate analysis showing risks of depression and low physical activity by individual factors, school factors and both
individual and school factors
</div>
</div>
<a href="" name="sec4"></a><h3>
Discussion</h3>
The main findings from this study were (1) about one fifth of all the
adolescents reported symptoms of mild to moderate depression
while more than half of them reported low physical activity levels
(2) there was a significant inverse relationship between
the depression scores of the adolescents and their physical activity
scores with moderate physical activity being linked with
lower risk of depression (3) Both individual and school factors were
associated with depression and low physical activity,
with being an older adolescent, female and in the most senior
secondary class having significant links with depression and
low physical activity among the adolescents. It was also found that
compared with the public schools, physical activity was
significantly lower and depression was significantly higher in the
adolescents attending the private schools.
<br />
Data on the precise prevalence and level of depression among adolescents in Nigeria appear to be quite scant, but the prevalence
of students experiencing severe depressive symptoms in this study (5.7%) is quite similar to that reported by a few other
studies. Adewuya et al <a href="" name="d883e1618"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B18">18</a>]
reported a prevalence of major depressive disorder of 6.9% among a
group of Nigerian adolescents with females having significantly
higher prevalence than males. In a study to examine the proportion of
children with psychiatric disorders attending primary
care in a Nigerian setting, Gureje et al <a href="" name="d883e1622"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B19">19</a>] also reported that depressive disorders were present in 6.0%, anxiety-related disorders in 4.7%, and conduct disorders in
6.1% of the children.
<br />
The present study found that more than half of the participants
actually presented with low physical activity levels indicating
that the adolescents were not engaging in sufficient physical
activity that could benefit their mental health status. According
to the Australian Government Department of Health and Ageing <a href="" name="d883e1628"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B20">20</a>], adolescents between 12 and 18 years old should engage in at least 60 minutes of moderate to vigorous physical activity every
day to keep healthy. However, where children have been inactive, 30 minutes of moderate activity per day is recommended and
should be built up gradually. A study by Nikapota <a href="" name="d883e1632"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B21">21</a>] reported that developing countries are subject to rapid socio-cultural and political changes which affect the life-styles
of children and their families and hence their physical and emotional well-being. The present study implies that the sampled
Nigerian adolescents were not sufficiently active. The high prevalence of low physical activity as well as the prevalence
of depression seen in the sample may be indicative of a link between depression and physical activity. A previous study <a href="" name="d883e1636"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B22">22</a>]
describing physical exercise as a means of being physically active, had
documented the link between physical exercise and
depression by reporting that exercise withdrawal actually resulted in
increased depressive symptomatology in healthy, non-depressed
individuals.
<br />
The female adolescents in this study had higher depression scores and
lower physical activity scores compared to the males.
There may be many reasons for this however, it may also be an
indication of the link between low physical activity and depression
since the female participants in this study had shown a lower level
of physical activity. For instance, group-based physical
exercise programmes, which can increase daily physical activity or
social relationships, have been observed to improve not
only physiological fitness levels but also the depressive state and
psychophysical stress conditions of participants <a href="" name="d883e1642"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B8">8</a>]. Berlin et al <a href="" name="d883e1646"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B22">22</a>]
also found that depressive symptomatology was more prevalent among
sedentary than physically active individuals. The fact
that the female adolescents in our sample had a higher depression
score is well-recognized and confirms the reports of previous
studies. The female adolescents had close to three times higher risk
of having depressive symptoms than the males. In the
study by Adewuya et al <a href="" name="d883e1650"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B18">18</a>] on Nigerian adolescents, the females were also observed to have higher prevalence of depression than the boys, but the authors
claimed that there was no age-gender interaction in the findings. It was however reported in a previous study that more boys
participated in physical activity than girls, and probably as a result of the link between physical activity and depression,
more of the girls than boys reported feelings of sadness, including considering and planning suicide <a href="" name="d883e1654"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B23">23</a>].
<br />
Higher scores of depression and lower scores of physical activity
were seen in the older adolescents compared to the younger
ones and among those in the higher classes of study compared to those
in the lower classes. Expectedly, the students' ages
increase as their class of study increases and a higher class of
study implies heavier workload. A combination of heavier
workload and anxiety trailing the anticipation of the forthcoming
final examinations at the highest level of secondary education
could have placed the participants on a tighter academic schedule
making it difficult for them to engage in purposeful physical
activities. The same situation could also have influenced their
psychological state making them present with higher depression
scores. It was also observed that older adolescents had higher risk
of having depressive symptoms compared to the younger
adolescents while being in the topmost class more than tripled the
risk of having depressive symptoms and increased more than
four folds the risk of having low physical activity. This may be
because the highest class of study (SS3) was occupied mainly
by the older adolescents who happened to have higher risk of
depression and low physical activities.
<br />
About one third of the adolescents in both the private and public schools were found to be sedentary for most part of the
day while suicidal ideation previously reported to be about 20% and above in studies by Omigbodun et al <a href="" name="d883e1662"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B24">24</a>] and Daley et al <a href="" name="d883e1666"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B25">25</a>] was about 9% in this study. It is however important to note that the difference in the prevalence of suicidal ideation in
this report and that of Omigbodun et al <a href="" name="d883e1670"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B24">24</a>] which also surveyed a group of Nigerian adolescents may be due to a number of reasons. First, Omigbodun et al <a href="" name="d883e1674"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B24">24</a>]
measured suicidal behaviour using the Diagnostic Interview Schedule for
Children (DISC) (Predictive Scales 432 - items 23-25)
while the observation in this present study was a response to one of
the questions on the CDI. Second, they conducted their
study on both urban and rural adolescents while this study was
limited to urban adolescents. Third, they considered all grades
in the school while only the senior grade was considered in this
study. Multiple psychosocial factors such as sexual abuse,
physical attack and involvement in physical fights were found to be
the significant predictors of suicidal behaviour among
Nigerian adolescents as reported by Omigbodun et al <a href="" name="d883e1678"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B24">24</a>].
Despite the lower prevalence of suicidal ideation noted in this study,
this is an area worthy of further research investigation.
Depression has been reported to be the most important predictor of
suicide, and failure to address depression in adolescents
can lead to an increase in cases of suicides <a href="" name="d883e1683"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B26">26</a>].
<br />
The coefficient of determination shows that a substantial variation in depression in adolescents may be explained by physical
activity. Because the relationship may not be causal, the remaining variation seen in the depression of the adolescents may
be explained by other factors that were not considered in the study. These factors may include the socioeconomic status of
the parents and the presence of co-morbidities. An earlier cross-sectional analysis however, reported an association between
physical activity and depression even when adjustments were made for a relatively large number of potentially confounding
variables <a href="" name="d883e1689"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B7">7</a>]. This association may be because of the likely link between physical activity and depression. According to Rothon et al <a href="" name="d883e1693"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B10">10</a>],
no clear mechanism for the association between physical activity and
depression has been established, but biochemical, physiological
and psychological mechanisms have been proposed. The authors claimed
that one of the explanations relates to the indirect
effect that physical activity has on mood through providing increased
opportunities for social interaction. It will be appropriate
to state here however, that the association existing between physical
activity and depression may actually be bidirectional.
As presented in this study that depression is linked with low
physical activity, it is also plausible for low physical activity
to be linked to increasing depression. In a comprehensive review of
published studies on correlates of physical activity in
children and adolescents, a high level of depression was consistently
associated with low physical activity in adolescents
<a href="" name="d883e1697"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B27">27</a>].
This study is not able to say however whether depression precedes
physical inactivity or physical inactivity precedes depression.
<br />
This study showed that adolescents with moderate physical activity had a reduced risk of having depression after adjustment
for age and sex. In a previous study, it was also indicated that low to moderate intensity physical activity was a protective
factor against depression and psychotic symptoms in Chinese adolescents <a href="" name="d883e1703"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B6">6</a>].
However, it was found in the study that high-intensity physical
activity was not a protective factor against psychological
disorders, but rather a risk factor for general mental health
problems and hostility. In this present study, high physical
activity reduced odds of having more severe depressive symptoms with a
trend level finding (non significant) that high physical
activity was linked with reduced risk of depression.
<br />
This study further found that the adolescents in private schools had a
higher risk of low physical activity than those in
public schools. No previous reports were found on the variation of
physical activity between the students of private and public
schools, but it is assumed that this disparity may have a lot to do
with the socioeconomic background of the students. It
is possible that the students in the public schools, hypothetically
from low socioeconomic backgrounds had to exert more physical
effort in executing their daily routines. This may include trekking
to school and the use of manual force for their daily
chores contrary to the life of the adolescents from higher
socioeconomic backgrounds that abound in the private schools. This
may explain the link between low physical activity and higher
depression as seen in the students of private schools.
<br />
This study should be interpreted within the confines of its scope, limitations and strengths. The fact that this study was
cross-sectional prevents any inference of causality. The school-based nature of the study also means that findings cannot
be generalised to adolescents who do not attend school. However, apart from providing an organised research site, the schools
were also considered as an avenue where the issues of depression and physical activity among adolescents could be effectively
championed. According to Grzywacz and Fuqua <a href="" name="d883e1711"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B28">28</a>]
schools are in a position to prevent public health concerns such as
depression. Our mode of assessment using the questionnaires
may not be the most precise method because of the possibility of
substantial recall bias associated with self reports; however,
questionnaires have produced reliable assessments of numerous
constructs. According to Corder et al <a href="" name="d883e1715"></a>[<a href="http://www.capmh.com/content/5/1/16#B29">29</a>], self-report methods may still be the only feasible way to assess physical activity in many situations and are important
for assessing aspects of physical activity not easily measured objectively, such as mode and domain.
<br />
The relationships found in this study are not necessarily causal
because there may be other potential confounders of depression
apart from age and sex that this study did not investigate. Such
confounders include health status, self esteem and the socioeconomic
status of parents. There is also the possibility of residual
confounding in this study which may be due to possible flaws
in our assessment or the fact that we did not measure some other
confounders outrightly. Further research may need to look
at how issues such as levels of school and family care, motivation
and serious life events will interact with depression and
physical activity of the adolescents. However, all our analyses
pointed to the fact that those who had lower physical activities
had higher levels of depressive symptoms. This study identifies that
there is a need to further explore the complex link between
physical activity and depression among Nigerian adolescents, just
like their counterparts in other developing countries. Furthermore,
this study will provide an additional basis for exploring physical
activity as complementary therapy in the intervention for
depression among adolescents given its low-cost and the increasing
cost of mental health care. Also from the outcome of this
study, there is an urgent implication for government policy decision
reviews based on the fact that there is a large number
of adolescents who are not physically active and due to the fact that
close to 6% of the students were experiencing quite
severe depressive symptomatology.
<br />
In conclusion, the results of this study showed a sizable burden of
both mild to moderate and definite symptoms of depression
in addition to a prevalent level of low physical activity among the
adolescents. There was an inverse relationship between
depression and physical activity and both individual and school
factors were linked with depression and low physical activity.
Being an older adolescent, a female and in the most senior secondary
class were the main contributors to both depression and
low physical activity among the adolescents. For future research, we
suggest longitudinal studies to shed light on causal
issues and studies that will examine the possible effects of physical
activity among clinical samples of adolescents with
depression.
<br />
<a href="" name="sec5"></a><h3>
Competing interests</h3>
The authors declare that they have no competing interests.<br />
<a href="" name="sec6"></a><h3>
Authors' contributions</h3>
AFA was involved in the conceptualization, design, statistical
analysis, interpretation of data, editing for intellectual
content and manuscript preparation. NCO was involved in the
conceptualization, data collection, literature search and manuscript
preparation. CYA was involved in the conceptualization, editing for
intellectual content and manuscript preparation. All the
authors read and approved the final manuscript.
<br />
<a href="" name="sec7"></a><h3>
Authors Information</h3>
AFA is a lecturer in the Department of Physiotherapy, University of
Ibadan and Honorary Clinical Consultant in Physiotherapy,
University College Hospital, Ibadan, Oyo State, Nigeria. NCO is a
graduate physiotherapist of the Department of Physiotherapy,
College of Medicine, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria. CYA is a
senior registrar in the Department of Psychiatry, University
College Hospital, Ibadan, Nigeria.
<br />
<a href="" name="ack"></a><h3>
Acknowledgements</h3>
We thank the principals, teachers, parents and the students who participated in this study. Our sincere thanks are also due
to the officers of the Local Inspectorate of Education in the Ibadan North Local Government Area for their support.
<br />
<a href="" name="refs"></a><h3>
References</h3>
<ol id="references">
<li id="B1">
<a href="" name="B1"></a> Chisholm D, Sanderson K, Ayuso-Mateos JL, Saxena S: <strong> Reducing the global burden of depression: Population-level analysis of intervention cost-effectiveness in 14 world regions. </strong><br />
<em>Br J Psychiatry</em> 2004, <strong>184</strong><strong>:</strong>393-403. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/15123502" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=15123502" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B1"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B2">
<a href="" name="B2"></a> Peterson AC, Compas BE, Brooks-Gunn J, Stemmler M, Ey S, Grant KE: <strong> Depression in Adolescence. </strong><br />
<em>Am Psychol</em> 1993, <strong>48</strong><strong>:</strong>155-168. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/8442570" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=8442570" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B2"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B3">
<a href="" name="B3"></a> Harrington R, Rudge H, Rutter M, Pickles A, Hill J: <strong> Adult outcomes of childhood and adolescent depression. </strong><br />
<em>Arch gen Psychiatry</em> 1990, <strong>47</strong><strong>:</strong>465-73. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/2184797" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=2184797" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B3"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B4">
<a href="" name="B4"></a> Satala TA, Marttunen M, Henriksson AT, Lonnqvist J: <strong> Depressive symptoms in adolescence as predictors of early adulthood depressive disorders and maladjustment. </strong><br />
<em>Am J Psychiatry</em> 2002, <strong>159</strong><strong>:</strong>1235-1237. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/12091207" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=12091207" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B4"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B5">
<a href="" name="B5"></a> Dunn AL, Weintraub P: <strong> Exercise in the prevention and treatment of adolescent depression: a promising but little researched intervention. </strong><br />
<em>Am J Lifestyle Med</em> 2008, <strong>2</strong><strong>:</strong>507-518. <a href="http://dx.doi.org/10.1177/1559827608323225." target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B5"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B6">
<a href="" name="B6"></a> Tao FB, Xu ML, Kim SD, Sun Y, Su PY, Huang K: <strong>
Physical activity might not be the protective factor for health risk
behaviours and psychopathological symptoms in adolescents. </strong><br />
<em>J Paediatr Child Health</em> 2007, <strong>43</strong><strong>:</strong>762-767. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/17924938" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=17924938" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B6"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B7">
<a href="" name="B7"></a> Strawbridge WJ, Deleger S, Roberts RE, Kaplan GA: <strong> Physical Activity Reduces the Risk of Subsequent Depression for Older Adults. </strong><br />
<em>Am J Epidemiol</em> 2002, <strong>156</strong><strong>:</strong>328-334. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/12181102" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=12181102" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B7"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B8">
<a href="" name="B8"></a> Nabkasorn C, Miyai N, Sootmongkol A, Junprasert S, Yamamoto H, Arita M, Miyashita K: <strong> Effects of physical exercise on depression, neuroendocrine stress hormones and physiological fitness in adolescent females
with depressive symptoms. </strong><br />
<em>Eur J Public Health</em> 2006, <strong>16</strong><strong>:</strong>179-184. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/16126743" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=16126743" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B8"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B9">
<a href="" name="B9"></a> Sagatun A, Søgaard AJ, Bjertness E, Selmer R, Heyerdahl S: <strong> The association between weekly hours of physical activity and mental health: A three-year follow-up study of 15-16-year-old
students in the city of Oslo, Norway. </strong><br />
<em>BMC Public Health</em> 2007, <strong>7</strong><strong>:</strong>1-9. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/17199891" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://dx.doi.org/10.1186/1471-2458-7-1" target="_blank">BioMed Central Full Text</a> | <a href="http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=17199891" target="_blank">PubMed Central Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B9"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B10">
<a href="" name="B10"></a> Rothon C, Edwards P, Bhui K, Viner RM, Taylor S, Stansfeld SA: <strong> Physical activity and depressive symptoms in adolescents: a prospective study. </strong><br />
<em>BMC Medicine</em> 2010, <strong>8</strong><strong>:</strong>32. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/20509868" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://dx.doi.org/10.1186/1741-7015-8-32" target="_blank">BioMed Central Full Text</a> | <a href="http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=20509868" target="_blank">PubMed Central Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B10"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B11">
<a href="" name="B11"></a> Israel GD: <em>Sampling the evidence of extension program impact. </em> Program Evaluation and Organizational Development, IFAS, University of Florida. PEOD-5; 1992.<br />
</li>
<li id="B12">
<a href="" name="B12"></a> Kovacs M: <strong> The Children's Depression Inventory (CDI). </strong><br />
<em>Psychopharmacol Bull</em> 1985, <strong>21</strong><strong>:</strong>995-998. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/4089116" target="_blank">PubMed Abstract</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B12"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B13">
<a href="" name="B13"></a> Kovacs M: <strong> Children's Depression Inventory. North Tonawanda, NY. </strong><br />
<em>Multi-Health Systems</em> 1992, 1-101. <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B13"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B14">
<a href="" name="B14"></a> Chan DW: <strong> Depressive symptoms and perceived competence among Chinese secondary school students in Hong Kong. </strong><br />
<em>J Youth Adolesc</em> 1997, <strong>26</strong><strong>:</strong>303-319. <a href="http://dx.doi.org/10.1007/s10964-005-0004-4" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B14"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B15">
<a href="" name="B15"></a> Rivera CL, Bernal G, Rossello J: <strong> The Children Depression Inventory (CDI) and the Beck Depression Inventory (BDI): Their validity as screening measures for
major depression in a group of Puerto Rican adolescents. </strong><br />
<em>Int J Clin Health Psychol</em> 2005, <strong>5</strong><strong>:</strong>485-498. <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B15"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B16">
<a href="" name="B16"></a> Kowalski KC, Crocker PRE, Kowalski NP: <em>The Physical Activity Questionnaire for Older Children (PAQ-C) and Adolescents (PAQ-A) Manual. </em> College of Kinesiology, University of Saskatchewan; 2004.<br />
</li>
<li id="B17">
<a href="" name="B17"></a> Kowalski KC, Crocker PRE, Kowalski NP: <strong> Convergent validity of the physical activity questionnaire for children and adolescents. </strong><br />
<em>Pediatr Exerc Sci</em> 1997, <strong>9</strong><strong>:</strong>342-352. <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B17"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B18">
<a href="" name="B18"></a> Adewuya OA, Ola BA, Aloba OO: <strong> Prevalence of major depressive disorders and a validation of the beck depressive inventory among Nigerian Adolescents. </strong><br />
<em>Eur Child Adolesc Psychiatry</em> 2007, <strong>16</strong><strong>:</strong>287-292. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/17473949" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=17473949" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B18"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B19">
<a href="" name="B19"></a> Gureje O, Omigbodun OO, Gater A, Acha AA, Ikuesan BA, Morris J: <strong> Psychiatric disorders in a paediatric primary care Clinic. </strong><br />
<em>Br J Psychiatry</em> 1994, <strong>165</strong><strong>:</strong>527-530. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/7804668" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://dx.doi.org/10.1192/bjp.165.4.527" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B19"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B20">
<a href="" name="B20"></a>Australian Government Department of Health and Ageing: <strong> Physical activity guidelines. Australia's physical activity recommendations for 12-18 year olds (brochure). </strong>
[<a class="longstring" href="http://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/phd-physical-activity-kids-pdf-cnt.htm" target="_blank">http:/ / www.health.gov.au/ internet/ main/ publishing.nsf/ Content/ phd-physical-activity-kids-pdf-cnt. htm</a>] <a alt="" class="xpushbutton" href="http://www.webcitation.org/query.php?url=http://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/phd-physical-activity-kids-pdf-cnt.htm&refdoi=10.1186/1753-2000-5-16" title="Archive copy of webpage">webcite</a><br />
2005.
<br />
retrieved February 12, 2011<br />
</li>
<li id="B21">
<a href="" name="B21"></a> Nikapota AD: <strong> Child psychiatry in developing countries. </strong><br />
<em>Br J Psychiatry</em> 1991, <strong>158</strong><strong>:</strong>743-751. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/1873626" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://dx.doi.org/10.1192/bjp.158.6.743" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B21"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B22">
<a href="" name="B22"></a> Berlin AA, Kop WJ, Deuster PA: <strong> Depressive mood symptoms and fatigue after exercise withdrawal: the potential role of decreased fitness. </strong><br />
<em>Psychosom Med</em> 2006, <strong>68</strong><strong>:</strong>224-230. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/16554387" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=16554387" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B22"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B23">
<a href="" name="B23"></a> Brosnahan J, Steffen LM, Lytle L, Patterson J, Boostrom A: <strong> The relation between physical activity and mental health among Hispanic and Non-Hispanic white adolescents. </strong><br />
<em>Arch Pediatr Adolesc Med</em> 2004, <strong>158</strong><strong>:</strong>818-823. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/15289257" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=15289257" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B23"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B24">
<a href="" name="B24"></a> Omigbodun O, Dogra N, Esan O, Adedokun B: <strong> Prevalence and correlates of suicidal behaviour among adolescents in Southwest Nigeria. </strong><br />
<em>Int J Soc Psychaitry</em> 2008, <strong>54</strong><strong>:</strong>34-46. <a href="http://dx.doi.org/10.1177/0020764007078360" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B24"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B25">
<a href="" name="B25"></a> Daley AJ, Copeland RJ, Wright NP, Roalfe A, Wales JKH: <strong>
Exercise Therapy as a Treatment for Psychopathologic Conditions in
Obese and Morbidly Obese Adolescents: A Randomized, Controlled
Trial. </strong><br />
<em>Pediatrics</em> 2006, <strong>118</strong><strong>:</strong>2126-2134. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/17079587" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=17079587" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B25"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B26">
<a href="" name="B26"></a> Robles-Piña RA, Defrance E, Cox DL: <strong>
Self-Concept, Early Childhood Depression and School Retention as
Predictors of Adolescent Depression in Urban Hispanic Adolescents. </strong><br />
<em>Sch Psychol Int</em> 2008, <strong>29</strong><strong>:</strong>426-441. <a href="http://dx.doi.org/10.1177/0143034308096434" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B26"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B27">
<a href="" name="B27"></a> Sallis JF, Prochaska JJ, Taylor WC: <strong> A review of correlates of physical activity of children and adolescents. </strong><br />
<em>Med Sci Sports Exerc</em> 2000, <strong>32</strong><strong>:</strong>963-975. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/10795788" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=10795788" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B27"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B28">
<a href="" name="B28"></a> Grzywacz JG, Fuqua J: <strong> The social ecology of health: leverage points and linkages. </strong><br />
<em>Behav Med</em> 2000, <strong>26</strong><strong>:</strong>101-115. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/11209591" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=11209591" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B28"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a><br />
</li>
<li id="B29">
<a href="" name="B29"></a> Corder K, Ekelund U, Steele RM, Wareham NJ, Brage S: <strong> Assessment of physical activity in youth. </strong><br />
<em>J Appl Physiol</em> 2008, <strong>105</strong><strong>:</strong>977-987. <a href="http://www.capmh.com/pubmed/18635884" target="_blank">PubMed Abstract</a> | <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/elink.fcgi?dbfrom=pubmed&cmd=prlinks&retmode=ref&id=18635884" target="_blank">Publisher Full Text</a> <a href="http://www.capmh.com/sfx_links?ui=1753-2000-5-16&bibl=B29"><img align="absmiddle" alt="OpenURL" src="http://www.capmh.com/sfx_links?getImage" /></a></li>
</ol>
</td><td><br /></td></tr>
<tr><td><br /></td><td><br /></td></tr>
<tr><td><br /></td><td><br /></td></tr>
</tbody></table>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-74660138854460519312011-09-21T12:22:00.000+07:002011-09-21T12:22:08.515+07:00Gemericik Air Menyejukkan Ruang <br />
<strong>Air dapat menciptakan kenyamanan termal di dalam ruang.</strong><br />
<br />
Di dalam alam bawah sadar, manusia senantiasa ingin dekat dengan air,
karena sekitar 70 persen tubuh kita mengandung air selain sebagai bentuk
ekspresi kedekatan dengan alam semesta. Jangan heran banyak orang
memimpikan punya rumah dekat atau memiliki view ke arah sungai, tepi
danau, hingga tepi laut. Ketika hunian ideal itu tak mungkin didapat di
kota yang padat, atau harganya sudah sangat mahal, orang pun berupaya
memindahkan atau membawa air ke dalam rumah. <br />
<br />
<strong>Kenyamanan thermal</strong><br />
Air berdampak secara psikis dan fisik untuk menciptakan kenyamanan
termal (thermal comfort), sehingga manusia dapat beraktifitas dengan
baik. Produktifitas cenderung menurun atau tidak maksimum pada kondisi
udara yang tidak nyaman. Hasil penelitian menunjukkan, mereka yang
tinggal di kawasan tropis dapat mencapai tingkat nyaman pada suhu 23,4
hingga 29,4 derajat celcius dengan kelembaban 30 - 70 persen.<br />
“Jadi, fungsi atau efek penambahan elemen air di dalam rumah tinggal,
adalah upaya menghadirkan kenyamanan termal bagi pengguna ruangan.
Proses penguapan air (evaporasi) adalah hal yang diinginkan sehingga
tercapai pendinginan secara alami. Air bertindak sebagai elemen
stabilitator suhu dalam ruangan,” kata John F Papilaya, arsitek lansekap
lulusan Universitas Trisakti (Jakarta).<br />
Selain itu elemen air di dalam ruang juga bisa berfungsi mengabsorsi
polusi bunyi dan polusi debu yang ada di sekitarnya. Antara lain melalui
proses menghadirkan bunyi air sebagai penetralisir suara dari luar,
atau dengan membuat dinding air (screen water) untuk menghalangi debu
masuk. <br />
<br />
<strong>Desain dan potensi air</strong><br />
Menghadirkan elemen air perlu didesain dengan baik untuk menimbulkan
kesan estetika makro (lingkungan) dan mikro (ruangan). Ada banyak
potensi air yang bisa dieksplorasi, mulai dari bunyi, gerak,
plastisitas, dan reflektifitas. Potensi-potensi air itu dapat
dioptimalkan dalam rancangan water feature dengan memanfaatkan daya
gravitasi dan unsur tekanan (apllied pressure). <br />
Bentuk-bentuk water feature bisa dikembangkan sesuai kreatifitas
desainer lansekap dan pemilik. Beberapa dasar elemen komposisi air, di
antaranya sebagai bingkai (frame) dari sebuah bentukan komposisi desain,
sebagai aliran kanal atau sungai buatan, bentukan alami kolam, danau
atau air terjun, air mancur yang bersifat teatrikal hingga bentukan yang
lebih kontemporer dengan memadukan unsur-unsur artwork, aksentuasi
(focal point) dan cascade. Beberapa desain juga dapat diselaraskan
dengan hobi penghuni, misalnya menggabungkan air terjun dengan kolam
ikan.<br />
<br />
<strong>Pertimbangan Water Feature</strong><br />
Sebelum merencanakan water feature di dalam rumah tinggal, sebaiknya pertimbangkan dulu hal-hal berikut: <br />
<br />
Klimatologi. Yaitu faktor iklim menyangkut suhu udara, suhu radiasi
rata-rata, kelembaban relatif, kecepatan dan arah angin serta arah
datangnya sinar matahari, yang sangat berpengaruh terhadap tata letak
elemen air dan pilihan desain. <br />
<br />
Efek air. Air yang bergerak dan yang tidak bergerak memberi efek yang
berbeda bagi ruangan. Untuk air yang dihadirkan mengalir sebaiknya
diperhitungkan efek suara yang ditimbulkannya. Kalau terlalu
mendominasi, untuk ruang berukuran kecil bisa malah mengganggu.<br />
<br />
Teknis. Perhatikan skala, arah matahari dan material. Perkirakan dengan
tepat ukuran dan model water feature yang akan ditempatkan dengan luas
ruangan. Misalnya, Anda bisa memilih jenis air terjun dinding untuk
menghemat tempat di ruangan yang tidak terlalu luas. Material untuk
water feature bisa beraneka mulai dari batu alam, keramik, dan
lain-lain, yang dicocokkan dengan gaya interior atau arsitektur rumah
serta kemudahan perawatannya. <br />
<br />
Budget. Hitung dengan cermat biaya pembuatan water feature,
pengoperasiannya sehari-hari dan perawatannya secara berkala. Water
feature berupa air terjun misalnya, semakin besar ukurannya, semakin
besar daya pompa yang dibutuhkan, dan makin mahal biaya listrik yang
harus dikeluarkan. <br />
<br />
Psikologis. Kebutuhan water feature di rumah sebaiknya dikomunikasikan
juga dengan anggota keluarga. Pasalnya, ada orang yang mengalami
gangguan psikis terhadap air, seperti seakan mau ke WC jika mendengar
suara air. Ada juga yang tidak bisa tertidur jika mendengar suara air.<br />
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-68833104130704230422011-09-21T12:20:00.000+07:002011-09-21T12:20:13.340+07:00April 11 Pengaruh warna terhadap mod, perasaan dan perilaku<div style="text-align: justify;">
Tahun 1666, ilmuwan Inggris Sir Isaac
Newton menemukan bahwa ketika cahaya putih bersih dipantulkan melalui
prisma, ia memisahkan ke semua warna yang terlihat. Newton juga
menemukan bahwa setiap warna terdiri dari satu panjang gelombang dan
tidak dapat dipisahkan lebih lanjut ke dalam warna lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
Percobaan menunjukkan bahwa cahaya dapat
dikombinasikan untuk membentuk warna lain. Misalnya, kombinasi lampu
merah kuning terang akan menciptakan sebuah warna oranye. Sebuah warna
dihasilkan dari campuran dari dua warna lain yang dikenal sebagai
metamer. Beberapa warna, seperti kuning dan ungu, ketika salah satu
warna tersebut tidak ikut dicampur maka akan menghasilkan warna putih
terang. Kombinasi warna ini dikenal sebagai pelengkap atau warna
turunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Efek Psikologis dari Warna</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika persepsi warna menjadi hal yang
subyektif, ada beberapa efek warna yang memiliki makna universal. Warna
merah di daerah spektrum warna yang dikenal sebagai hangat, termasuk
warna merah, oranye, dan kuning. Warna ini membangkitkan emosi mulai
dari perasaan hangat dan nyaman sampai perasaan marah dan permusuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span id="more-57"></span>Warna biru
dikenal sebagai spektrum warna dingin, termasuk warna biru, ungu, dan
hijau. Warna ini sering digambarkan sebagai ketenangan, tetapi juga
dapat membangkitkan perasaan sedih atau terabaikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Warna sebagai Terapi<br />
</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa kebudayaan kuno, termasuk
orang-orang Mesir dan Cina, mempraktekan chromotherapy, atau penggunaan
warna untuk menyembuhkan. Chromotherapy kadang-kadang disebut sebagai
terapi cahaya atau colourology. Tekhnik penyembuhan ini masih digunakan
sampai saat ini sebagai pengobatan alternatif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Dalam perawatan : </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Merah digunakan untuk merangsang tubuh dan pikiran serta meningkatkan sirkulasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kuning untuk merangsang simpul-simpul syaraf untuk meningkatkan sirkulasi tubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Orange digunakan untuk menyembuhkan paru-paru dan untuk meningkatkan tingkat energi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Biru diyakini untuk meringankan penyakit dan mengurangi rasa sakit.</div>
<div style="text-align: justify;">
Warna Indigo digunakan untuk mengatasi masalah kulit.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kebanyakan psikolog memandang terapi
warna tidak memiliki efek penyembuhan psikologis. Warna juga memiliki
arti yang berbeda di berbagai budaya. Penelitian menunjukkan bahwa dalam
banyak kasus warna dapat mempengaruhi mood meskipun hanya sementara.
Ruangan dengan warna biru mungkin pada awalnya menimbulkan perasaan
tenang, tetapi pengaruh tersebut akan menghilang dalam waktu singkat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Arti Psikologis dari Warna</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Hitam</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Black </em><em>is real sensation, even if it is produced by entire absence of light. </em><em>The sensation of black is distinctly different from the lack of all sensation. -Hermann von Helmholz</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Hitam menyerap semua cahaya dalam
spektrum warna. Hitam sering digunakan sebagai simbol dari ancaman atau
simbol jahat, tetapi juga terkenal sebagai indikator kekuasaan. Warna
hitam digunakan untuk mewakili karakter curang seperti Dracula dan
sering dikaitkan dengan sihir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hitam sering dikaitkan dengan kematian
dan duka dalam berbagai budaya. Hal ini juga terkait dengan
ketidakbahagiaan, seksualitas, formalitas, dan keanggunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di Mesir kuno, hitam merupakan simbol kehidupan dan kebangkitan. Di dunia mode hitam memberi efek melangsingkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kosa kata bahasa Inggris kata
hitam memberikan arti tersendiri, seperti : black death, blackout, black
cat, black list, black tie, dsb. Bagaimana penggunaan kata hitam pada
kosa kata bahasa Indonesia?</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Putih</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>White…is </em><em>not a mere absence
of colour; it is a shining and affirmative thing, as fierce as red, as
definite as black…God paints in many colours; but He never paints so
gorgeously, I had almost said so gaudily, as when He paints in white. –
G. K. Chesterton</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Putih melambangkan kesucian atau kemurnian, dapat juga menggambarkan kesan dingin, lemah lembut dan steril.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pengunaan warna putih yang cerah dalam
ruangan akan memberi kesan luas, bersih, terang dan megah, namun juga
memberikan kesan kosong dan tidak ramah. Rumah sakit biasanya
menggunakan warna putih untuk memberikan kesan bersih dan steril.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Hijau</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Green, which is Nature’s colour, is restful, soothing, cheerful, and health-giving. – Paul Brunton</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Hijau adalah warna yang dingin yang
melambangkan alam dan kehidupan alam. Hijau juga mencerminkan
ketenangan, kesehatan, dan kecemburuan. Sejak jaman dulu warna hijau
merupakan simbol kesumburan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil penelitian menemukan bahwa hijau
dapat meningkatkan kemampuan membaca. Riset yang dilakukan pada beberapa
siswa ditemukan bahwa peletakan transparan lembar kertas berwarna hijau
di atas bahan bacaan meningkatkan kecepatan membaca dan memahami.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hijau sering digunakan dalam dekorasi
untuk memberi efek ketenangan. Misalnya, dekorasi ruang tamu di
kantor-kantor sering mengkombinasikan warna hijau dan sebuah taman
‘mini’ untuk memberi kesan santai dan bersahabat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Warna hijau dapat juga membantu pikiran
menjadi rileks bahwa dapat mereduksi stress dan membantu penyembuhan.
Orang-orang yang suka akan alam biasanya jarang memiliki keluhan sakit
kepala dan sakit perut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Kuning</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>How wonderful yellow is. It stands for the sun. -Vincent Van Gogh</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Kuning yang terang sering digambarkan
sebagai riang dan hangat. Namun warna kuning dapat membuat lelah mata
karena banyaknya jumlah cahaya yang tercermin. Menggunakan kuning
sebagai latar belakang di atas kertas atau monitor komputer dapat
mengakibatkan sakit mata atau kesulitan pandangan dalam kasus ekstrim.
Kuning juga dapat meningkatkan metabolisme tubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kuning juga dapat menciptakan perasaan
marah dan frustrasi. Meskipun dianggap sebagai warna ceria, orang lebih
cenderung kehilangan kesabaran jika berada dalam ruang berwarna kuning
dan seorang bayi cenderung menangis lebih sering jika ditempatkan di
kamar berwarna kuning.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena warna kuning mengandung banyak
jumlah cahaya, maka penggunaan warna kuning biasanya untuk menarik
perhatian, hal ini dapat dilihat pada penggunaan warna kuning pada
rambu-rambu lalu lintas atau iklan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Merah</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Red </em><em>has guts …. deep, strong, dramatic. A geranium red. A Goya red … to </em><em>be used like gold for furnishing a house … for clothes, it is strong, like black or white. – Valentino</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Merah yang cerah, memberi kesan hangat
yang kuat bahkan dapat memicu emosi.Merah biasanya diasosiasikan dengan
cinta, kehangatan, dan kenyamanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Merah juga dianggap sebagai simbol kegairahan hidup, atau bahkan marah, warna yang membuat perasaan kegembiraan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penggunaan kata merah dalam bahasa
Inggris membentuk kosa kata tertentu seperti: redneck, red-hot,
red-handed, paint the town red, seeing red. Bagaimana dengan penggunaan
kata merah dalam bahasa Indonesia?</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Biru</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Biru merupakan warna yang paling disukai
banyak orang terutama kaum pria. Biru memberikan kesan ketenangan
pikiran atau perasaan tenang. Hal ini sering digambarkan sebagai damai,
tenang, aman, dan tertib. Namun biru juga dapat menciptakan perasaan
kesedihan atau sikap acuh tak acuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil penelitian menunjukan bahwa
penggunaan warna biru untuk ruang kantor akan membawa pengaruh positif
terhadap produktivitas karyawan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun warna biru adalah warna yang
popular, namun biru dapat mempengaruhi selera makan, pada riset
penurunan berat badan, salah satu terapinya adalah menggunakan piring
warna biru untuk menyajikan makanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Warna biru natural pada buah dan sayuran
hanya terdapat pada buah blueberry dan plum, bahkan warna biru bila
dikaitkan dengan makanan biasanya memberi kesan makanan yang beracun.
Warna biru juga dapat menurunkan pulse rate dan suhu tubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Ungu</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Ungu adalah simbol dari royalti dan kekayaan, juga melambangkan kearifan dan spiritualitas.</div>
<div style="text-align: justify;">
Warna ungu dalam fenomena alam jarang terjadi, namun jika muncul akan menimbulkan kesan eksotik atau artifisial.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Coklat</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Coklat adalah warna yang alami yang
dapat membangkitkan kekuatan dan kehandalan. Coklat juga dapat
menciptakan perasaan sedih dan terisolasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Coklat cenderung membawa pikiran pada
rasa kehangatan, kenyamanan, dan keamanan. Hal ini sering digambarkan
sebagai alam, membumi dan konvensional, tetapi juga dapat menimbulkan
keindahan natural.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Oranye</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Orange is very blatant and vulgar. It makes you immediately start having feelings.-Wolf Kahn</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Oranye adalah kombinasi kuning dan merah
dan dianggap sebagai warna yang energik. Warna oranye dapat
membangkitkan kegembiraan, antusiasme, dan kehangatan, selain itu warna
oranye sering digunakan untuk menarik perhatian, seperti rambu lalu
lintas dan iklan disamping warna kuning.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Pink</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Pink pada dasarnya adalah warna merah
terang dan biasanya diasosiasikan dengan cinta dan romantis. Warna pink
juga dapat memberikan efek ketenangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari keseluruhan informasi tentang
bagaimana warna dapat mempengaruhi mod, perasaan bahkan perilaku
manusia, apakah anda juga mengalami hal yang sama? Selanjutnya kita akan
melihat pengaruh warna ini pada terapi psikologis. Meskipun terapi ini
tidak populer karena efek yang dihasilkan tidak permanen, namun tidak
ada salahnya kita mengetahui informasi ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<em>Sumber: <span style="text-decoration: underline;"><a href="http://www.withhenny.com/">www.withhenny.com</a></span></em></div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-29533774736305594062011-09-21T12:17:00.002+07:002011-09-21T12:17:44.028+07:00Pengaruh Warna dalam Ruang Terhadap Kondisi Fisik dan Psikologis Manusia<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Keberadaan
warna di alam telah terbukti memberikan pengaruh pada semua makhluk
hidup yang ada di dalamnya. Sebagai contoh, warna merah dan biru adalah
dua warna yang paling optimal dalam mempercepat laju fotosintesis pada
tumbuhan. Pada hewan, warna membantu membedakan bahan makanan mentah
atau matang (buah matang berwarna merah sementara yang masih mentah
berwarna hijau).</span> </div>
<div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Secara
umum, warna dapat didefinisikan sebagai suatu spektrum yang terdapat
di dalam cahaya, di mana identitas dari warna ditentukan oleh panjang
gelombang cahaya tersebut. Isaac Newton telah berhasil mendemonstrasikan
pergerakan warna dalam bentuk gelombang melalui percobaannya
menggunakan sebuah prisma kaca. Saat ia menyinari sebuah prisma kaca
dengan cahaya putih, panjang gelombang yang berbeda dibiaskan dengan
sudut yang berbeda. Hal ini memungkinkan Newton melihat warna pelangi
(spektrum). Ketika cahaya menghantam sebuah objek berwarna, objek
tersebut hanya akan menyerap panjang gelombang yang sesuai dengan
struktur atomiknya sendiri, kemudian memantulkan gelombang lain yang
tidak sesuai. Pantulan inilah yang kemudian ditangkap oleh mata. Dalam
retina, gelombang warna akan diubah menjadi sebuah impuls elektrik yang
dikirimkan ke hipotalamus, bagian pada otak yang mengatur kerja hormon
dan sistem endokrin. Setelah melalui proses ini, tubuh kita akan
beradaptasi dengan gelombang warna tersebut. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Selain
berpengaruh pada reaksi biologis makhluk hidup, warna juga memberi
berbagai pengaruh pada kondisi psikologis manusia. Menurut Hartini
(2007), warna memiliki berbagai karakteristik energi yang berbeda – beda
apabila diaplikasikan pada tubuh. Pembelajaran mengenai pengaruh warna
terhadap perilaku, emosi dan fisik manusia ini dikenal dengan sebutan
psikologi warna.</span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Psikologi warna banyak diterapkan dalam perancangan interior suatu ruangan. Dalam bukunya yang berjudul <em style="mso-bidi-font-style: normal;">Color in Interior Design</em>,
John Pile mengatakan bahwa penggunaan warna adalah fokus utama dalam
desain interior dan merupakan suatu faktor penting penentu kesuksesan
suatu proyek (1997 : 1). <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pemilihan
warna yang salah dalam suatu ruangan, dapat menimbulkan perasaan yang
kurang nyaman atau bahkan membawa dampak buruk bagi kondisi psikologis
seseorang, khususnya bagi orang – orang dengan kebutuhan khusus,
seperti <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penderita cacat mental atau autisme. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bagi
para penderita autisme, pemilihan warna dalam ruangan harus
diperhatikan secara jeli. Pemilihan warna dalam ruang ini akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan mereka, seperti kebutuhan akan
rasa aman, nyaman, dan hangat. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memilih warna – warna pastel yang lembut dengan intensitas rendah. Warna
– warna gelap dalam sebuah ruangan, akan menimbulkan perasaan takut
dan bahkan depresi. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 12pt 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Setiap
warna memiliki potensi untuk memberikan efek yang positif maupun
negatif pada seseorang. Penggunaan warna berkaitan dengan kondisi
psikologis seseorang akan mempengaruhi tubuh, pikiran, emosi dan
keseimbangan dari ketiganya dalam diri manusia. Berikut ini adalah
beberapa contoh pengaruh warna terhadap manusia : </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
merah merupakan warna yang cukup dominan. Penggunaan warna ini pada
suatu objek seringkali membuat objek tersebut tampak lebih dekat dari
sebenarnya, sehingga mata kita cenderung lebih cepat mengidentifikasi
warna merah dalam suatu ruangan. Warna merah memiliki pengaruh besar
pada <em style="mso-bidi-font-style: normal;">mood </em>pria, karena
warna ini menciptakan reaksi yang emosional. Selain itu, warna merah
juga banyak mempengaruhi manusia secara fisik seperti meningkatkan
tekanan darah, denyut nadi, dan laju pernafasan, warna ini juga sering
dimanfaatkan sebagai terapi pengobatan<a href="http://www.kompasiana.com/dashboard/#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 115%;"><span style="color: blue;">[1]</span></span></span></span></span></a>,
contohnya dalam pengobatan penyakit anemia, tekanan darah rendah atau
penyakit kulit . Walaupun dapat memberikan suasana hangat dalam
ruangan, warna ini cenderung meningkatkan agresivitas seseorang. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
biru memberikan efek yang cenderung menenangkan. Warna ini seringkali
diasosiasikan dengan warna langit atau lautan, juga dianggap sebagai
warna favorit dunia karena efeknya yang membawa perasaan damai. Warna
biru pekat akan menstimulasi pemikiran yang jernih, sementara warna biru
muda akan membantu meningkatkan konsentrasi. Warna ini sangat baik
dipakai untuk mengatasi sakit tenggorokan, asma ataupun migren. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify;">
<span style="line-height: 150%;">Di
sisi lain, penggunaan warna biru pada ruangan secara berlebihan dapat
menimbulkan kesan dingin dan tidak bersahabat, bahkan terkadang membawa
perasaan sedih atau depresi. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
kuning menimbulkan perasaan ceria dan optimis. Warna ini banyak
mempengaruhi manusia secara mental dan emosional. Penggunaan warna ini
secara tepat dalam ruangan, menimbulkan kesan bersahabat dan seringkali
membantu meningkatkan kreativitas seseorang. Warna ini sangat cocok
dipakai untuk menetralkan rasa gugup, karena cenderung meningkatkan rasa
percaya diri seseorang. Walaupun demikian, penggunaan warna kuning
hendaknya dikombinasikan dengan warna – warna lain, karena memiliki
kecenderungan untuk memancing terjadinya perdebatan. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Warna
hijau membawa kesan yang menyegarkan karena diasosiasikan dengan alam
dan tumbuhan. Warna hijau memberikan rasa aman, juga keseimbangan dan
harmoni. Warna ini cocok digunakan dalam ruangan peristirahatan karena
membawa perasaan damai dan ketenangan. selain itu, warna ini juga
dipercaya dapat memperbaiki pengelihatan seseorang. Namun demikian,
terlalu banyak warna hijau dalam suatu ruangan dapat menimbulkan
kebosanan.</span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
oranye merupakan hasil pencampuran warna merah dan kuning. Dengan
adanya kombinasi dua warna tersebut, warna oranye mempengaruhi manusia
baik secara fisik maupun mental. Warna oranye dapat meningkatkan nafsu
makan dan memberikan kenyamanan, sehingga sangat cocok digunakan di
ruang makan atau ruang keluarga. Selain itu, warna ini membawa perasaan
hangat dan menyenangkan. Dalam terapi pengobatan, warna oranye dipakai
untuk mengatasi kelainan ginjal atau paru – paru, juga mengobati
bronkhitis. Dampak negatif dari penggunaan warna ini secara berlebihan
adalah menyebabkan berkurangnya tingkat keseriusan dalam belajar atau
bekerja. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
hitam memberikan kesan yang glamor dan elegan. Selain itu, warna ini
juga menciptakan suasana yang cenderung serius dalam suatu ruangan.
Warna hitam juga sering dipakai untuk menekan nafsu makan yang
berlebihan, misalnya dengan cara melapisi meja dengan taplak berwarna
hitam. Dalam konotasi yang negatif, warna ini menimbulkan ketakutan akan
gelap atau perasaan tidak aman. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
putih melambangkan kemurnian atau kesucian. Warna ini banyak digunakan
di rumah sakit karena memberikan kesan higienis dan steril. Secara
visual, penggunaan warna ini pada suatu ruangan akan memberikan ilusi
bahwa ruangan tersebut lebih tinggi daripada yang sebenarnya. Penggunaan
warna putih secara berlebihan cenderung memberi kesan tidak ramah. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
merah muda merupakan hasil pencampuran warna merah dan putih. Warna
ini melambangkan sifat yang feminim dan memberikan kesan santai. Namun
faktanya, warna ini juga seringkali membuat orang merasa lesu dan
kurang bersemangat. Dampak negatif dari warna merah muda ini sering
dimanfaatkan dalam bidang olahraga. Dalam sebuah pertandingan,
seringkali warna merah muda digunakan dalam ruang ganti lawan dengan
tujuan untuk menekan semangat dari tim lawan. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
cokelat terdiri dari warna merah, kuning dan hitam. Sama seperti warna
hitam, cokelat juga menimbulkan kesan yang serius, tetapi warna
cokelat lebih menonjolkan sisi lembut dan kehangatan.</span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Warna
ungu memberikan kesan mewah dan seringkali dikaitkan dengan
kerohanian. Warna ini juga dapat mendorong manusia untuk melakukan
perenungan atau meditasi. Selain itu, warna ini juga sering digunakan
untuk meningkatkan rasa percaya diri seseorang dan mengurangi rasa
putus asa. </span> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Selain warna – warna spesifik (<em style="mso-bidi-font-style: normal;">hue)<a href="http://www.kompasiana.com/dashboard/#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><strong style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="line-height: 115%;"><span style="color: blue;">[2]</span></span></strong></span></span></span></a> </em>yang telah disebutkan di atas, dimensi warna yang lain seperti intensitas ( <em style="mso-bidi-font-style: normal;">chroma)<a href="http://www.kompasiana.com/dashboard/#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><strong style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="line-height: 115%;"><span style="color: blue;">[3]</span></span></strong></span></span></span></a></em>, <em style="mso-bidi-font-style: normal;">value<a href="http://www.kompasiana.com/dashboard/#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><strong style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="line-height: 115%;"><span style="color: blue;">[4]</span></span></strong></span></span></span></a>,</em>dan temperatur warna juga turut berperan dalam mempengaruhi kondisi psikologis manusia. Komposisi warna dengan <em style="mso-bidi-font-style: normal;">value</em>
yang kontras akan meningkatkan ketelitian dan objektivitas. Sementara
komposisi warna – warna gelap akan menimbulkan kesan yang misterius
atau rasa takut. Warna – warna dengan intensitas yang tinggi terlihat
menarik dan memicu terjadinya aktivitas. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="line-height: 150%;">Selain
terbagi atas warna primer, sekunder dan tersier, warna juga
digolongkan sesuai dengan ‘temperaturnya’. Komposisi dari warna yang
bersifat dingin (<em style="mso-bidi-font-style: normal;">cool colors</em>)<em style="mso-bidi-font-style: normal;"> </em>seperti
biru, menimbulkan perasaan tenang dan damai, tetapi juga dapat
menimbulkan kesedihan. Sementara itu, komposisi warna – warna hangat (<em style="mso-bidi-font-style: normal;">warm colors</em>) seperti merah atau oranye menimbulkan perasaan nyaman dan gembira.</span><span style="line-height: 150%;"> </span><span style="line-height: 150%;"><br />
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“Berdasarkan pengamatan yang
cukup kuat, ditemukan bahwa pembagian spektrum ke warna – warna hangat
maupun dingin memiliki makna yang sangat jelas dan sederhana dengan
referensi kepribadian manusia.Memang, meskipun simpulan yang didapat
sebagian besar bersifat empiris, warna hangat dan dingin memiliki
kualitas yang dinamis, kehangatan menandakan interaksi dengan
lingkungan, kesejukan menandakan penarikan diri ke dalam
pemikiran.”(Birren, 1955)<br />
<em style="mso-bidi-font-style: normal;">T</em></span><em style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US" style="line-height: 150%;">he
rather strong observation is to be made that division of the spectrum
into warm and cool colors holds very evident and simple meaning with
reference to human personality. Indeed, though the conclusion may be
largely empirical, <span style="mso-bidi-font-weight: bold;">warmth and
coolness in color are dynamic qualities, warmth signifying contact with
environment, coolness signifying withdrawal into oneself of thought or
deliberation.</span></span></em><em style="mso-bidi-font-style: normal;"></em> </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>W</span><span style="line-height: 150%;">alaupun
manusia cenderung merespon warna dengan cara yang sama, namun efek
psikologis yang dialami setiap orang karena pengaruh warna tidak mutlak
sama persis.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: justify;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“
Penjelasan mengenai fenomena psikologis dan fisik tidak selalu mudah –
dan memang tidak penting. Dalam diri manusia, terdapat banyak hal aneh
dan misteri yang tidak dapat dijelaskan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berkaitan dengan warna.” (Birren, 2010 : 199).<br />
(<em style="mso-bidi-font-style: normal;">Explanation on psychological
and physical phenomena are not always easy – and indeed unnecessary.
There are in man many strange and inexplicable mysteries regarding
color)</em> Perbedaan respon yang diberikan manusia ini disebabkan
karena berbagai faktor, seperti beragamnya tingkat pengelihatan yang
dimiliki setiap orang. Selain itu, latar belakang budaya yang berbeda
juga seringkali menjadi penyebab keberagaman respon manusia. Kebudayaan
seringkali mempengaruhi persepsi seseorang terhadap warna – warna
tertentu. Contohnya, warna putih yang sering diasosiasikan dengan
kesucian, dalam kebudayaan Barat banyak digunakan dalam upacara
pernikahan. Sementara itu, dalam kebudayaan di Asia, warna lambang
kesucian ini digunakan sebagai simbol kematian. Selain faktor – faktor
tersebut, pengalaman seseorang juga menjadi aspek pertimbangan penting
dalam pemilihan warna ruangan. Beberapa warna mungkin diasosiasikan
dengan memori atau pengalaman di masa lalu (misalnya, warna hijau
mengingatkan seseorang tentang kampung halamannya). <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<span style="line-height: 115%;"> </span><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 10pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt;">
<span style="line-height: 150%;">Daftar Pustaka </span> </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">•<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Birren, Faber. 2010.<em style="mso-bidi-font-style: normal;"> Color Psychology and Color Theraphy : A Factual Study of the Influence of Color on Human Life</em> .Whitefish. Kessinger Publishing L.L.C.</span> </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">•<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Pile, John.1997. <em style="mso-bidi-font-style: normal;">Color in Interior Design. </em>McGraw-Hill Profesional.</span> </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">•<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">‘Terapi Warna untuk Penyembuhan’, <em style="mso-bidi-font-style: normal;">Conectique. </em></span><span lang="EN-US" style="line-height: 150%;"><span><a class="smarterwiki-linkify" href="http://www.conectique.com/tips_solution/health/tips/article">http://www.conectique.com/tips_solution/health/tips/article</a>.</span></span><span style="line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; mso-list: l1 level1 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-indent: -18pt;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">•<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Rohrer, Ken (2011) ‘Color Symbolism and Culture’, <em style="mso-bidi-font-style: normal;">Incredible Art Departmen.<br />
</em></span><a href="http://www.princetonol.com/groups/iad/lessons/middle/color2.htm"><span lang="EN-US" style="line-height: 150%;">http://www.princetonol.com/groups/iad/lessons/middle/color2.htm</span></a><span style="line-height: 150%;"> </span></div>
<span style="line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">•<span style="font: 7pt;"> </span></span></span><span style="line-height: 150%;">Wright, Angela (2008) ‘Psychological Properties of Colours’, <em style="mso-bidi-font-style: normal;">Colour Affects.</em><br />
</span><a href="http://www.colour-affects.co.uk/psyprop.html"><span lang="EN-US" style="line-height: 150%;"><span style="color: blue;">www.colour-affects.co.uk/psyprop.htm</span></span></a><br />Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-73412065507411129882011-09-13T14:48:00.000+07:002011-09-13T14:48:20.591+07:00tugas asbak<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUserXP%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUserXP%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUserXP%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Verdana;
panose-1:2 11 6 4 3 5 4 4 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:536871559 0 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:775102777;
mso-list-template-ids:7351684;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Alfred Binet</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">,
tokoh perintis pengukuran intelegensi mendefinisikan intelegensi terdiri
dari tiga komponen, yaitu</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
1. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan
tindakan</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
2. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengubah arah tindakan
setelah tindakan tersebut dilaksanakan</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
3. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengkritik diri
sendiri atau melakukan auto criticism</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Super</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
dan <b>Citie</b>s mendefinisikan kemampuan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan atau belajar dari pengalaman.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">J.
P. Guilford</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> menjelaskan bahwa tes inteligensi
hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan
informasi yang diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir
yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan
bahwa intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">K.
Buhler</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai
dengan pemahaman atau pengertian.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">George
D. Stoddard (1941) </span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">menyebutkan intelegensi sebagai
kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan:</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
1. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Mengandung kesukaran</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
2. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kompleks</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
3. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Abastrak</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
4. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Diarahkan pada tujuan</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
5. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ekonomis</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
6. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bernilai sosial</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Garett</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
<b>(1946)</b> mendefinisikan setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang
diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta
menggunakan simbol-simbol.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">William
Stern</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> <b>(1953)</b> intelegensi adalah daya menyesuaikan diri
dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bischof</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">,
psikolog Amerika <b>(1954)</b> mendefinisikan kemampuan untuk memecahkan segala
jenis masalah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Lewis
Hedison Terman </span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">memberikan pengertian intelegensi
sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dengan baik (lih. Hariman,
1958).</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">David
Wechsler (1958) </span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan
menghadapi lingkungannya secara efektif. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Thorndike
</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">(lih.
Skinner, 1959) sebagai seorang tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa
orang dianggap intelegen apabila responnya merupakan respon yang baik atau
sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Freeman</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
(1959) memandang intelegensi sebagai</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
1. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyatukan
pengalaman-pengalaman, </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
2. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk belajar dengan lebih
baik, </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
3. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual,
dan </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
4. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk berpikir abstrak.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Heidenrich</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
<b>(1970)</b> mendefinisikan kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang
telah dipelajari dalam usaha untuk menyesuaikan terhadap situasi-situasi yang
kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Sorenson
(1977)</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak,
belajar merespon dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Suryabrata</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
<b>(1982)</b> intelegensi didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum
dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau
problem yang sedang dihadapi. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Walters</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
dan <b>Gardnes</b> <b>(1986)</b> mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk
sebagai konsekuensi seksistensi suatu budaya tertentu.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
1. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk berfikir secara
konvergen (memusat) dan divergen (menyebar)</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
2. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan berfikir secara abstrak</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
3. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan berfikir dan bertindak secara
terarah, bertujuan, dan rasional</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
4. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyatukan
pengalaman-pengalaman</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
5. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menggunakan apa yang
telah dipelajari</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
5. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk belajar dengan lebih
baik, </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
6. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
7. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan
merespon terhadap situasi-situasi baru</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt; line-height: 150%;">
8. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk memahami masalah dan
memecahkannya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">
Karena intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt;">Jadi,
dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri intelegensi yaitu :</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt;">1.</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt;">Intelegensi merupakan
suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional
(intelegensi dapat diamati secara langsung).</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt;">2.</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt;">Intelegensi tercermin
dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan
pemecahan masalah yang timbul daripadanya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(sumber : http://sutisna.com/artikel/artikel-ilmu-sosial/pengertian-intelegensi/)</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hendyat
(2002) mengemukakan bahwa pengukuran intelegensi dapat dilakukan dengan cara
melakukan tes intelegensi yaitu untuk mengukur kemampuan terutama tingkah laku
yang diharapkan pada saat tes itu dibuat dan laksanakan. Pengukuran intelegensi
pertama kali dilakukan oleh Binet dan Simon, dikenal dengan nama tes
Binet-Simon. Pada tes ini memperhatikan dua hal, yaitu:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Umur kronologis (cronologis age disingkat CA), yaitu
umur seseorang yang ditunjukkan dengan kelahirannya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Umur mental (mental age disingkat MA) yaitu umur
kecerdasan yang ditunjukkan oleh hasil tes kemampuan akademik.<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Untuk
mengukur tingkat intelegensi (Intelegence Quotien disingkat IQ) ditunjukkan
dengan perbandingan umur mental dengan umur kronologis. Perbandingan kecerdasan
ini secara matematis dapat dituliskan: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">IQ
= MA/CA</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Untuk
memudahkan perhitungan, orang mengalikannya dengan 100% dan kemudian meniadakan
%-nya. Sehingga didapat rumus:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="color: #cc0000; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">IQ = MA/CA x 100</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penilaian
atau skor tes diperoleh dari hasil pengerjaan tes pada periode tertentu. Dan
skor tes hanyalah menggambarkan keadaan sesuai dengan lingkup materi yang
dimasukkan dalam tes itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
(Sumber: <a href="http://kabar-pendidikan.blogspot.com/">http://kabar-pendidikan.blogspot.com/</a>
, http://serbasejarah.blogspot.com/2011/05/teori-dasar-intelegensi.html)</div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-54223354685347887852011-09-13T13:24:00.002+07:002011-09-13T13:25:19.724+07:00MENGENALI DIRI SENDIRI<div class=""MsoBodyTextIndent"" style="text-align: center;">
<strong><span lang=""IT"">Makna perbedaan individu
dalam dunia kerja</span></strong></div>
<div class=""MsoBodyTextIndent"">
<strong><span lang=""IT""> </span></strong><span lang=""IT""> </span></div>
<div class=""MsoBodyTextIndent"">
<span lang=""IT"">Memilih, memperoleh dan mempertahankan pekerjaan
pada saat pertama memasuki dunia kerja, merupakan tiga langkah penting
dalam hidup seseorang. Mempersiapkan diri untuk memperoleh sukses dalam
dunia perekonomian adalah salah satu kegiatan yang terpenting. Pekerjaan
akan lebih berarti bila seseorang dapat melihat dan menemukan dirinya
di sana. Untuk dapat berhasil dengan baik, seseorang perlu memiliki rasa
percaya diri, perasaan senang dan bahagia, yang mendorong untuk bekerja
lebih bergairah dan giat mencapai keberhasilan.<o:p></o:p></span></div>
<div class=""MsoBodyTextIndent"">
<span lang=""IT"">Dalam setiap perusahaan ataupun suatu instansi
terdapat kenyataan yang umum terjadi, yakni adanya perbedaan prestasi
kerja karyawannya. Sekalipun karyawan-karyawan tersebut bekerja dalam
pekerjaan yang sama, atau pada mesin-mesin yang sama, namun
produktivitas mereka tidaklah sama.<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" 54pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-indent:="">
<span arial;"="" lang=""IT"">Suatu pekerjaan mungkin akan
dikerjakan dengan sangat baik oleh karyawan A, tetapi dilakukan dengan
kurang baik oleh karyawan B. Begitu pula suatu pekerjaan mungkin akan
memberikan kepuasan kerja yang tinggi bagi seorang karyawan, tetapi
merupakan sumber ketidakpuasan bagi karyawan lainnya. Perbedaan prestasi
kerja tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan di dalam ciri-ciri
personil individu, atau yang biasa kita kenal sebagai perbedaan individu
/ individual differences. </span><span arial;"="" lang=""FI"">Perbedaan ini meliputi : kecerdasan, bakat, minat,
kepribadian, motivasi, pendidikan, kondisi fisik, pengalaman, dan
lain-lain.<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" 54pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-indent:="">
<span arial;"="" lang=""FI"">Manajemen modern juga semakin
menerapkan prinsip “The Right Man in The Right Place” untuk menetapkan
pekerjaan sesuai dengan orangnya. Sangat penting memperhatikan
persesuaian antara pekerjaan dan karyawannya. Bila suatu pekerjaan tidak
sesuai dengan kemampuan karyawan, akan menimbulkan ketidakpuasan kerja
dan menurunkan produktivitas.<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" 54pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-indent:="">
<span arial;"="" lang=""SV"">Sumber perbedaan individu di dalam
bekerja meliputi <em>faktor fisik</em> dan <em>faktor psikis</em>.
Secara umum faktor yang menyebabkan perbedaan individu dalam segi fisik
yaitu :<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>a.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Kesehatan fisik<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>b.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Bentuk tubuh dan komposisi<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>c.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Kemampuan panca indera<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>d.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Daya tahan fisik<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<span arial;"="" lang=""SV"">Sedangkan perbedaan individu yang bersumber dari
faktor psikis yaitu :<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>a.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Intelegensi<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>b.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Bakat<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>c.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Minat<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>d.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Kepribadian<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>e.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Sikap<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>f.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Motivasi<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;="" 150%;"="" 72pt;="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="" text-align:="" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span arial;"=""><span>g.<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span arial;"="">Pendidikan<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<span arial;"="" lang=""SV"">Berikut ini penjelasan masing-masing perbedaan
individu berdasarkan fisik dan psikis.<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<br /></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<span arial;"="" lang=""SV"">PERBEDAAN INDIVIDU BERDASARKAN FAKTOR FISIK<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">a).Kesehatan fisik<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Setiap individu mempunyai taraf kesehatan
fisik yang berbeda-beda, ini sangat tergantung pada riwayat kesehatan
seseorang dan mempengaruhi aktivitas tubuh secara umum. Riwayat
kesehatan seseorang merupakan suatu informasi yang sangat penting pada
proses seleksi / rekriutmen karyawan. Bahkan beberapa perusahaan dewasa
ini telah menetapkan standar kesehatan terhadap calon karyawannya. Taraf
kesehatan fisik menjadi lebih berarti pada pekerjaan yang menuntut
aktivitas fisik yang cukup dominan, ataupun pada jenis pekerjaan yang
melibatkan bahan-bahan kimia, mesin-mesin produksi, dan mempunyai resiko
bahaya fisik yang cukup tinggi. Taraf kesehatan juga sangat menentukan
produktivitas kerja karyawan.<o:p></o:p></span></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<br /></div>
<div 150%;"="" class=""MsoNormal"" justify;="" line-height:="">
<em><span arial;"="" lang=""SV"">b). Bentuk tubuh dan komposisi</span></em><span arial;"="" lang=""SV""><o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Perbedaan individu karena bentuk tubuh
ini meliputi besar kecilnya / ukuran tubuh dan bagian tubuh, warna
kulit, serta kelengkapan anggota badan. Sementara komposisi terkait
dengan letak dan kesesuaiannya dengan bagian tubuh lainnya. Seberapa
penting perbedaan dalam bentuk tubuh dan komposisinya ini dalam bekerja,
tergantung pada jenis pekerjaannya. Beberapa jenis pekerjaan memang
memperhatikan bentuk tubuh dan komposisi yang ideal, seperti pragawati,
pramugari, sales-girl, foto model, public relation (PR), sekretaris, dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan tuntuntan pekerjaannya membutuhkan
penampilan fisik yang baik, disamping kepribadian yang menarik, dan oleh
karenanya akan menentukan prestasi kerjanya.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">c). Kemampuan panca indera </span></em><span lang=""SV""><span> </span><span> </span><o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Kemampuan fisik yang berupa kemampuan
panca indera sangat diperlukan dalam bekerja. Kualitas aktivitas fisik
yang dilakukan merupakan hasil dari respon stimuli panca indera. Banyak
jenis pekerjaan yang membutuhkan kemampuan indera tertentu yang
menonjol. Seorang juru masak hotel atau restauran membutuhkan kemampuan
indera perasa yang baik. Untuk menjadi komposer atau musikus seseorang
harus mempunyai kemampuan pendengaran yang tajam. Sedangkan untuk
seorang tester produk kosmetik / parfum dituntut memiliki kemampuan
penciuman yang kuat. Dalam penerapan manajemen kualitas sering ditemui
bahwa gangguan sensoris mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">d). Daya tahan fisik<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Pada umumnya aktivitas kerja menuntut
berbagai perubahan, baik perubahan lingkungan fisik, perubahan wilayah,
perubahan kondisi kerja, perubahan suhu / iklim, perubahan alam dan
sebagainya. Untuk dapat tetap bertahan dan berhasil bekerja dalam
perubahan-perubahan yang terjadi, seseorang dituntut mempunyai daya
tahan termasuk daya tahan fisik. Kemampuan adaptasi fisik setiap orang
tidaklah sama, sekalipun manusia adalah makhluk adaptif, tetapi tetap
terdapat perbedaan dalam kepekaan maupun kemampuan adaptasi fisik antara
satu orang dengan orang lainnya. Dan ini juga mempengaruhi aktivitas
kerja, apakah seseorang sesuai untuk ditempatkan pada jenis pekerjaan
outdoor atau pekerjaan clerical.<o:p></o:p></span></div>
<div class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">PERBEDAAN INDIVIDU DALAM SEGI PSIKIS<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV""><span> </span><em>a).
Intelegensi<o:p></o:p></em></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Secara umum intelegensi diartikan sebagai
kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungannya. Tingkat intelegensi seseorang menentukan sejauh mana
kemampuan seseorang di dalam mengatasi suatu masalah. Oleh karena itu
tingkat intelegensi memberikan pengaruh yang besar dalam keberhasilan
seseorang dalam bekerja. Seorang yang memiliki tingkat intelegensi yang
tinggi akan lebih cepat dan lebih tepat di dalam menghadapi
masalah-masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kurang
inteligen, sehingga sanggup memecahkan kesulitan yang dihadapinya dalam
bekerja.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">b). Bakat<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan
dasar yang menentukan sejauh mana keberhasilan seseorang untuk
memperoleh keahlian atau pengetahuan tertentu bilamana seseorang diberi
latihan-latihan tertentu. Misalnya seseorang yang mempunyai bakat
numerical yang baik, bila diberi latihan-latihan akuntansi keuangan,
akan mudah untuk menguasai masalah akuntansi, begitu pula sebaliknya. Di
dalam bekerja, sangat diperlukan dimilikinya bakat-bakat yang sesuai
dengan pekerjaannya. Oleh karena masing-masing pekerjaan seringkali
menuntut bakat yang berbeda-beda pula. Seseorang akan lebih berhasil
bekerja pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV""><o:p> <br />
</o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">c). Minat<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Minat merupakan sikap seseorang yang
senang terhadap sesuatu obyek, situasi atau ide-ide tertentu, yang
diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan terhadap obyek yang
disenangi itu. Setiap orang mempunyai pola minat yang berbeda-beda, dan
hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesesuaian
seseorang dengan pekerjaannya. Oleh karena itu prestasi kerja seseorang
ditentukan oleh perpaduan antara bakat dan minat.</span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV""><o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">d). Kepribadian<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Aspek kepribadian seseorang sangat
mempengaruhi kesesuaian dan keberhasilan dalam bekerja. Terdapat
berbagai ciri-ciri kepribadian positif yang mendukung penyesuaian diri
seseorang dalam bekerja, sebaliknya ciri-ciri kepribadian negatif justru
menimbulkan kesukaran penyesuaian diri dalam bekerja. Dewasa ini telah
semakin diyakini bahwa aspek kepribadian yang dimiliki seseorang
merupakan suatu kekuatan yang mampu mengantarkan seseorang pada
keberhasilan, apalagi di jaman yang terus berubah dengan sedemikian
cepat.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">e). Sikap<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Setiap orang mempunyai sikap yang
terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam
interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai obyek yang dihadapinya. Pola sikap seseorang,
khususnya sikap kerja akan mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
bekerja. Informasi mengenai sikap kerja yang pada umumnya digali dalam
seleksi / rekruitmen karyawan antara lain adalah kecepatan, ketelitian,
stabilitas dan daya tahan kerja.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""SV"">f). Motivasi<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Dalam pengertian umum, motivasi diartikan
sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah tujuan tertentu.
Setiap orang pada hakekatnya mempunyai sejumlah kebutuhan yang menuntut
pemuasan, dimana hal-hal yang dapat memberikan pemuasan pada kebutuhan
tersebut akan merupakan tujuan yang hendak dicapai. Sehingga motivasi
kerja dapat dipahami sebagai sesuatu yang menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. </span><span lang=""FI"">Kuat
lemahnya motivasi kerja seorang karyawan ikut menentukan tinggi
rendahnya prestasi kerja karyawan tersebut. Dan karena terdapat
perbedaan motivasi kerja karyawan, maka lazimnya atasan perlu
memperlakukan karyawan sesuai dengan motif yang mendorongnya bekerja.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<em><span lang=""FI"">g). Pendidikan<o:p></o:p></span></em></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""FI"">Pendidikan yang dimaksud disini adalah
pendidikan formal meliputi sekolah-sekolah dan kursus-kursus yang
ditempuh seseorang. Dalam dunia kerja, terutama pada lapangan kerja
formal, tingkat pendidikan menjadi persyaratan yang cukup penting.
Berbagai pekerjaan menuntut tingkat pendidikan dan jenis pendidikan
tertentu, sehingga untuk dapat berhasil dalam pekerjaannya seseorang
harus mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang
dipegangnya.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""FI"">MEMAHAMI TINGKAH LAKU MANUSIA<o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""FI"">Selain faktor fisik dan psikis yang telah
dibahas diatas, untuk dapat lebih memahami, perlu pula dikemukakan
dasar prinsip-prinsip mengenai hukum tingkah laku manusia. </span>Pendekatan
yang digunakan mendasarkan pada beberapa formula berikut ini :</div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Tingkah laku manusia timbul karena ada
stimulus<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Tidak ada tingkah laku yang terjadi
tanpa stimulus<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Stimulus merupakan sebab terjadinya
tingkah laku<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""FI"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""FI"">Makin kuat suatu stimulus makin besar
pula kemampuannya untuk menggerakkan tingkah laku<o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""FI"">Pendapat yang lain menyatakan bahwa
aktivitas individu merupakan respon dari interaksi antara stimulus yang
ada di luar diri individu dengan diri individu. </span><span lang=""SV"">Dengan demikian organismenya (individu) yang
menentukan tingkah lakunya. Sementara ada pendapat yang mengatakan :<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Apa yang dapat dicapai dan yang tak
dapat dicapai oleh suatu perbuatan membentuk suatu pengalaman<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Pengalaman tidak menyenangkan mempunyai
kecenderungan untuk dihindari, sedangkan pengalaman yang menyenangkan
cenderung untuk dipertahankan<o:p></o:p></span></div>
<div -18pt;"="" 18pt;="" class=""MsoBodyTextIndent2"" text-indent:="">
<!--[if !supportLists]--><span lang=""SV"" wingdings;"=""><span>§<span "times="" -x-system-font:="" 7pt;="" font-size-adjust:="" font-size:="" font-stretch:="" font-style:="" font-variant:="" font-weight:="" line-height:="" new="" none;"="" none;="" normal;="" roman";=""> </span></span></span><!--[endif]--><span lang=""SV"">Kegagalan dan keberhasilan akan
membentuk pola perilaku yang dijadikan dasar bagi perbuatan selanjutnya<o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Dari berbagai pendapat tersebut bisa
dirangkaikan dan disimpulkan bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya
ditentukan oleh satu faktor saja. Oleh karena itu timbullah dua macam
pendekatan dalam usaha mengubah tingkah laku manusia, yaitu pendekatan
secara mentalistik dan pendekatan secara empiris. Perubahan secara
mentalistik yaitu dengan mengubah mentalnya. Adapun perubahan secara
empiris ialah dengan mengubah stimulusnya. Yang paling baik adalah
kombinasi dari keduanya, dengan suatu anggapan bahwa pada suatu
kesempatan tertentu perubahan organisme lebih efektif untuk mengubah
tingkah laku, tetapi pada kesempatan yang lain perubahan stimulus
mungkin akan lebih efektif, atau justru perubahan organisme dan stimulus
yang dilakukan bersama-sama secara serempak lebih efektif dalam
mengubah tingkah laku manusia.<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Kesimpulan :<o:p></o:p></span></div>
<div 0cm;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Kesimpulan yang dapat diambil dari modul
ini adalah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku individu
ialah faktor internal (faktor dari dalam diri individu) dan faktor
eksternal (faktor dari luar individu). Faktor internal ialah keadaan
fisik dan psikis individu. Sementara faktor eksternal ialah segala hal
yang berada di luar diri individu yang berwujud stimulus (rangsang).<o:p></o:p></span></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<span lang=""SV"">Sejauh mana saling pengaruh antara
stimulus dan organisme, sangatlah tergantung pada organisme yang
menanggapi stimulus. Oleh karena organisme (individu) itu berbeda antara
satu dengan yang lainnya, maka respon terhadap stimuluspun juga akan
berbeda-beda. Jika digambarkan dalam dunia kerja di
perusahaan-perusahaan, prestasi kerja karyawan tidaklah sama walaupun
mereka bekerja pada jenis pekerjaan dan mesin kerja di tempat kerja yang
sama. </span>Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan individu.</div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
<br /></div>
<div 54pt;"="" class=""MsoBodyTextIndent2"">
sumber : http://www.infokerja-jatim.com/?m=detail_artikel&id=12 </div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-1832073280854406402011-09-13T13:17:00.004+07:002011-09-13T13:17:57.437+07:00Teori Dasar IntelegensiIntelegensi didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau belajar dari
pengalaman. Garret (1990) mendefinisikan intelegensi adalah kemampuan
yang diperlukan untuk pemecahan masalah dengan menggunakan
simbol-simbol. Wasty (1990) menyatakan bahwa “intelegensi ialah
kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah”. Sedangkan Heindenrich
dalam Wasty (1990) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk
belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha
penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam
pemecahan masalah-masalah.<br />
Pendapat lain menyatakan intelegensi adalah kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berpikir yang sesuai dengan tujuannya Ngalim (1997). Dari beberapa
pendapat diatas. intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif .<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Teori Dasar Intelegensi</span><br />
Beberapa pendapat yang mendasari tentang pengertian intelegensi secara
detail, akan dipaparkan sebagai berikut:<br />
<b>a. Teori Uni Faktor atau Teori Kapasitas Umum</b><br />
Teori William Stern ini hanya berisi satu faktor, yaitu kapasitas umum
(G). G yang dimiliki secara natural dapat memecahkan multi problem.
Semua orang lahir dengan jumlah G yang berbeda, dan lingkungan seseorang
akan menentukan aktivitas yang dianggapnya paling baik (Hendyat, 2002).<br />
<b>b. Teori Dua Faktor</b><br />
Teori Charles Spearman ini berisi dua faktor,yaitu kapastias umum (g)
yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu dan intelegensi
khusus (s) menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi
permasalahan. Orang yang memiliki jumlah serta jenis faktor G yang luas
akan memiliki kapasatas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
(Wasty, 1990).<br />
<b>c. Teori Sampling</b><br />
Menurut teori Godfrey H. Thomson ini, intelegensi merupakan berbagai
kemampuan sampel. Manusia menguasai berbagai bidang pengalaman,
masing-masing bidang hanya dapat dikuasai sebagian saja, dan ini
mencerminkan kemampuan mental manusia yang terbatas (Wasty, 1990).<br />
<b>d. Teori Kemampuan Mental Primer atau Teori Multi Faktor</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Thurstone (dalam Hidayat, 2002)
menyebutkan bahwa faktor-faktor intelegensi sebagai kemampuan mental
primer yang terdiri atas kemampuan: verbal, numerikal, ruang, memori,
penalaran, penguasaan kata, dan kecepatan perseptual. Masing-masing
faktor diuraikan sebagai berikut:</div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Verbal,
yaitu kemampuan yang menyangkut pengertian terhadap ide-ide yang
diekspresikan dalam bentuk kata.</li>
<li>Numerikal, yaitu kemampuan yang digunakan seseorang apabila
menambahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi angka-angka.</li>
<li>Ruang, kemampuan ini berkaitan dengan ketepatan menafsirkan ukuran
terhadap obyek sesuai dengan perbandingan dimensinya.</li>
<li>Memori, kemampuan kecakapan memproduksi pengalaman masa lalu dalam
proses mental.</li>
<li>Penalaran, yaitu kecakapan mengadakan analisa terhadap obyek pikir
yang terjadi melalui proses mental.</li>
<li>Penguasaan kata, kemampuan untuk dapat berbicara dan membaca dengan
mudah.</li>
<li>Kecepatan perseptual, kemampuan untuk mengambil kesan sesaat
terhadap obyek pada saat seseorang mengadakan pengamatan.</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
Intelegensi seseorang dapat
berkembang dengan baik, apabila dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:</div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Pembawaan, yaitu faktor
yang ditentukan oleh sifat-sfiat yang dibawa sejak lahir.</li>
<li>Kematangan, yaitu faktor yang berhubungan erat dengan umur.</li>
<li>Pembentukan, yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi.</li>
<li>Minat, yaitu faktor yang mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu.</li>
<li>Kebebasan, yaitu faktor yang membuat manusia dapat memilih cara-cara
tertentu dalam memecahkan masalah.</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
Kelima faktor tersebut diatas
saling terkait didalam menentukan intelegen atau tidaknya seseorang.
Sehingga kita tidak dapat hanya berpedoman pada salah satu faktor saja,
melainkan pada keseluruhan faktor dalam menentukan perbuatan intelegen
seseorang.<br />
Hendyat (2002) mengemukakan bahwa pengukuran intelegensi dapat dilakukan
dengan cara melakukan tes intelegensi yaitu untuk mengukur kemampuan
terutama tingkah laku yang diharapkan pada saat tes itu dibuat dan
laksanakan. Pengukuran intelegensi pertama kali dilakukan oleh Binet dan
Simon, dikenal dengan nama tes Binet-Simon. Pada tes ini memperhatikan
dua hal, yaitu:</div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Umur kronologis
(cronologis age disingkat CA), yaitu umur seseorang yang ditunjukkan
dengan kelahirannya.</li>
<li>Umur mental (mental age disingkat MA) yaitu umur kecerdasan yang
ditunjukkan oleh hasil tes kemampuan akademik.</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
Untuk mengukur tingkat
intelegensi (Intelegence Quotien disingkat IQ) ditunjukkan dengan
perbandingan umur mental dengan umur kronologis. Perbandingan kecerdasan
ini secara matematis dapat dituliskan: <br />
<b style="color: #cc0000;">IQ = MA/CA</b><br />
Untuk memudahkan perhitungan, orang mengalikannya dengan 100% dan
kemudian meniadakan %-nya. Sehingga didapat rumus:<br />
<b style="color: #cc0000;">IQ = MA/CA x 100</b><br />
Penilaian atau skor tes diperoleh dari hasil pengerjaan tes pada periode
tertentu. Dan skor tes hanyalah menggambarkan keadaan sesuai dengan
lingkup materi yang dimasukkan dalam tes itu.<br />
Berpijak dari pengertian intelegensi diatas, maka jelaslah bahwa
intelegensi sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan belajar
siswa. Hendyat (2002) mengemukakan bahwa pada umumnya skor tes
intelegensi memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi akademik di
sekolah. Pendapat di atas dibenarkan oleh Wasty (1990) dari hasil
penelitiannya, bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat
pendidikannya.<br />
Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula skor IQnya.
Meskipun intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar, namun pendapat-pendapat
serta hasil penelitian tersebut di atas cukup untuk menunjukkan bahwa
intelegensi berpengaruh terhadap prestasi siswa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber: <a href="http://kabar-pendidikan.blogspot.com/">http://kabar-pendidikan.blogspot.com/</a> , http://serbasejarah.blogspot.com/2011/05/teori-dasar-intelegensi.html</div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-80458116708417946682011-09-13T12:55:00.002+07:002011-09-13T12:55:46.394+07:00Teori-Teori dan Pendekatan-Pendekatan Tentang Intelegensi<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Diantara
bebrapa uraian ringkas mengenai teori intelegensi beserta tokohnya
masing-masing sebagai berikut:</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Alfred Binet</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> mengatakan bahwa
intelegensi bersifat monogenetik yaitu berkembang dari suatu faktor
satuan. Menurutnya intelegensi merupakan sisa tunggal dari karekteristik
yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span id="more-2087"></span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Edward Lee Thorndike</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">, <i>teori Thorndike</i>
menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai kemampuan spesifik
yang ditampikan dalam wujud perilaku intelegensi.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Robert J. Sternberg</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">, teori ini mentikberatkan
pada kesatuan dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya teorinya
lebih berorientasi pada proses. Teori ini disebut juga dengan <i>Teori</i>
<i>Intelegensi Triarchic</i>. Teori ini berusaha menjelaskan secara
terpadu hubungan antara:</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Intelegensi dan dunia
internal seseorang</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Intelegensi dan dunia
eksternal seseorang</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Intelegensi dan pengalaman</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Adapun dalam
memahami hakikat intelegensi, Maloney dan Ward (1976) mengemukakakn
empat pendekatan umum, yaitu.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan Teori Belajar</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Inti
pendekatan ini mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada
pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan
individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan Neurobiologis</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan ini
beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis.
Perilaku intelegensi menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar
neuro-anatomis dan neuro-fisiologisnya.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan Psikomotorik</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan ini
beranggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak atau sifat
psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap dua arah study, yaitu.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: Symbol; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bersifat praktis yang
menekankan pada pemecahan masalah</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: Symbol; font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bersifat teoritis yang
menekankan pada konsep dan penyusunan teori</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pendekatan Teori
Perkembangan</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Dalam
pendekatan ini, studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan
intelegensi secara kuantitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap
perkembangan biologis individu.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Faktor-Faktor dalam
Intelegensi</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Dalam intelgensi
akan ditemukan faktor-faktor tertentu yang para ahli sendiri belum
terdapat pendapata yang sama seratus persen. Berikut ini beberapa
pendapat para ahli mengenai faktor-faktor dalam intelegensi</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> 1.<span> </span></span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Thorndike dengan Teori
Multi-Faktor </span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Teori
ini menyatakan bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang
terdiri dari elemen-elemen, tiap elemen terdiri dari atom-atom, dan tiap
atom itu terdiri dari stimulus-respon. Jadi, suatu aktivitas adalah
merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi satu
dengan yang lainnya.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> 2.<span> </span></span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Spearman</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Menurut
Spearman intelegensi mengandung 2 macam faktor, yaitu</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">General ability</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> atau general faktor
(faktor G)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Faktor ini
terdapat pada semua individu, tetapi berbeda satu dengan yang lainnya.
Faktor ini selalu didapati dalam semua “performance”.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Special ability</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> atau special faktor
(faktor S)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Faktor ini
merupakan faktor yang khusus mengenai bidang tertentu. Dengan demikian,
maka jumlah faktor ini banyak, misalnya ada S<sub>1</sub>, S<sub>2</sub>,
S<sub>3, </sub>dan sebagainya sehingga kalau pada seseorang faktor S
dalambidang tertentu dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang
tersebut.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Menurut
Spearman tiap-tiap “performance” adanya faktor G dan faktor S, atau
dapat dirumuskan.</span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> P=G+S</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> 3.<span> </span></span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Burt</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Menurut Burt
dalam intelegensi terdapat 3 faktor</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Special ability</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> atau special faktor
(faktor S)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">General ability</span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> atau general faktor
(faktor G)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Common ability </span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">atau common faktor disebut
juga <i>group factor</i> (faktor C)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Faktor ini
merupakan sesuatu kelompok kemampuan tertentu seperti kemampuan kelompok
dalam bidang bahasa. Sehingga rumus “performance” menjadi </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">P=G+S+C</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 39.3pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> 4.<span> </span></span></span><b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Thurstone</span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 21.3pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Thurnstone </span></b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">mempunyai pandangan
tersendiri. Dia berpendapat bahwa dalam intelegensi terdapat
faktor-faktor primer yang merupakan “<i>group factor</i>”, yaitu.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Spatial relation (S)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan
untuk melihat gambar tiga dimensi</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Perceptual speed (P)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kecepatan dan
ketepatan dalam mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan atau dalam
merespon detil-detil visual.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Verbal comprehension (V)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan
memahami bacaan, kosakata, analogi verbal, dan sebagainya.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">d)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Word fluency (W)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kecepatan
dalam menghubug-hubngkan kata dengan berbagai rima dan intonasi.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">e)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Number facility (N)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kecepatan
ketepatan dalam perhitungan</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">f)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Associative memory (M)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan
menggunakan memori untuk menghubungkan berbagi assosiasi.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">g)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Induction (I)</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan
untuk menarik suatu kesimpulan suatu prinsip atau tugas.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Menurutnya
faktor-faktor tesebut berkombinasi sehingga menghasilkan tindakan atau
perbuatan yang intelegen.</span></div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-26691204187574926392011-09-13T12:14:00.002+07:002011-09-13T12:14:51.113+07:00Pengertian Intelegensi<div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></span></div>
<div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pengertian Intelegensi
Secara Etimologis</span></b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Intelegensi
berasal dari bahasa Inggris <i>“Intelligence”</i> yang juga bersalal
dari bahasa Latin yaitu <i>“Intellectus </i>dan<i> Intelligentia”. </i>Teori
tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn
Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep
lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran
manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa
Yunani disebut dengan <i>“Nous”, </i> sedangkan penggunaan kekuatannya
disebut <i>“Noeseis”.</i></span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Definisi Intelegensi
Menurut Para Ahli.</span></b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
</div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Alfred Binet</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">, tokoh perintis pengukuran
intelegensi mendefinisikan intelegensi terdiri dari tiga komponen,
yaitu</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan
tindakan</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengubah arah tindakan setelah
tindakan tersebut dilaksanakan</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau
melakukan auto criticism</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Super</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> dan <b>Citie</b>s
mendefinisikan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau
belajar dari pengalaman.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">J. P. Guilford</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> menjelaskan bahwa tes
inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau
kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan
kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa
intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">K. Buhler</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> mengatakan bahwa
intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau
pengertian.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">George D. Stoddard (1941) </span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">menyebutkan intelegensi
sebagai kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan:</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Mengandung kesukaran</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kompleks</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Abastrak</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Diarahkan pada tujuan</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ekonomis</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 58.5pt; text-align: justify; text-indent: -58.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bernilai sosial</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Garett</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> <b>(1946)</b>
mendefinisikan setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang
diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pengertian
serta menggunakan simbol-simbol.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">William </span></b><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Stern</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> <b>(1953)</b> intelegensi
adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan
alat-alat berpikir menurut tujuannya. </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Bischof</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">, psikolog Amerika <b>(1954)</b>
mendefinisikan kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Lewis Hedison </span></b><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Terman </span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">memberikan pengertian
intelegensi sebagai</span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> kemampuan untuk berfikir secara abstrak dengan baik </span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">(lih. </span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Hariman, 1958).</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">David Wechsler (1958) </span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">mendefinisikan inteligensi
sebagai kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Thorndike </span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">(lih. Skinner, 1959) sebagai
seorang tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa orang
dianggap intelegen apabila responnya merupakan respon yang baik atau
sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Freeman</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> (1959) memandang
intelegensi sebagai</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyatukan
pengalaman-pengalaman, </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual, dan </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 49.5pt; text-align: justify; text-indent: -49.5pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk berpikir abstrak.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Heidenrich</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> <b>(1970)</b>
mendefinisikan kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah
dipelajari dalam usaha untuk menyesuaikan terhadap situasi-situasi yang
kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Sorenson (1977)</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> intelegensi adalah
kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar merespon dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan. </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Suryabrata</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> <b>(1982)</b> intelegensi
didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk
mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang
sedang dihadapi. </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Walters</span></b><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> dan <b>Gardnes</b> <b>(1986)</b>
mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian kemampuan-kemampuan yang
memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai
konsekuensi seksistensi suatu budaya tertentu.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 31.5pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk berfikir secara konvergen
(memusat) dan divergen (menyebar)</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan berfikir secara abstrak</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan berfikir dan bertindak secara
terarah, bertujuan, dan rasional</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyatukan
pengalaman-pengalaman</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menggunakan apa yang telah
dipelajari</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, </span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 7.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan merespon
terhadap situasi-situasi baru</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 45pt; text-indent: -45pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> 8.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kemampuan untuk memahami masalah dan
memecahkannya.</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Karena intelegensi merupakan suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh
karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu.</span></span></div>
<div style="margin-left: 19.4pt;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">Jadi, dapat disimpulkan bahwa c</span><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">iri-ciri intelegensi yaitu :</span></span></div>
<div style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">Intelegensi merupakan suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional
(intelegensi dapat diamati secara langsung).</span></span></div>
<div style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: verdana,geneva,sans-serif;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">Intelegensi tercermin dari
tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan
pemecahan masalah yang timbul daripadanya.</span></span></div>
Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-22136257631260382652011-06-10T10:06:00.002+07:002011-06-10T10:06:22.570+07:00SURAT PERNYATAAN<br />
<br />
kami yang bertandatangan di bawah ini<br />
1. nama : endang riswanda<br />
pekerjaan : purna. TNI AD<br />
alamat : blunyah rejo tr ii/ 1072a yogyakarta<br />
sebagai pihak i (pertama)<br />
<br />
2. nama :TB Berkah Abadi<br />
pekerjaan : toko material<br />
alamat : blunyah rejo rt 10 rw 4 tr ii no 1130 (samping kampus stia aan)<br />
sebagai pihak ke ii (kedua)<br />
<br />
menyatakan<br />
bhw phk 1 n phk ke 2 spkt menghentikan kerjasama krn phk ke 2 tdk bersedia melaksanakan finishing sesuai dgn perjanjian n yg semestinyaGie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-68284316318831751762011-05-24T12:07:00.000+07:002011-05-24T12:07:00.408+07:00Necrophilia<div style="text-align: justify;"><span style="color: red;">Necrophilia</span>, yang juga disebut dengan <span style="color: red;">thanatophilia</span> dan <span style="color: red;">necrolagnia</span>, adalah kelainan seksual dimana pelakunya memiliki ketertarikan untuk berhubungan seksual dengan mayat (orang mati). </div><div style="text-align: justify;">Kata ini berasal dari Yunani Kuno: <span style="color: red;">νεκρός</span> (nekros; “<em>mayat</em>,” atau “<em>mati</em>“) dan <span style="color: red;">φιλία</span> (philia; “<em>persahabatan</em>“). Istilah ini tampaknya berasal dari karya Krafft-Ebing, Psychopathia Sexualis (1886).</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhohMgz8MxeLYGTm4zVi4ecYggzPyI0814rMPDwMIX-8F2l5wmYnMnSGjOzBSwt7ipo4noDBMSJV8GbqStl800N-KIY-Kw3mlVWjp2p6kctV3OY7UbknO8c17zqTDISW1d-ML4iKi3EcOI/s1600/necrophilia.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhohMgz8MxeLYGTm4zVi4ecYggzPyI0814rMPDwMIX-8F2l5wmYnMnSGjOzBSwt7ipo4noDBMSJV8GbqStl800N-KIY-Kw3mlVWjp2p6kctV3OY7UbknO8c17zqTDISW1d-ML4iKi3EcOI/s320/necrophilia.png" width="256" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><strong>Jenis-jenis Necrophilia:</strong><br />
Menurut Anil Aggrawal MBBS, MD, Professor of Forensic Medicine, Necrophilia dibagi menjadi 10 jenis, yaitu:<br />
<ol><li>Role players</li>
<li>Romantic necrophiles</li>
<li>People having a necrophilic fantasy – necrophilic fantasizers</li>
<li>Tactile necrophiles</li>
<li>People having a fetishistic necrophilia – fetishistic necrophiles</li>
<li>People having a necromutilomania – necromutilomaniacs</li>
<li>Opportunistic necrophiles</li>
<li>Regular necrophiles</li>
<li>Homicidal necrophiles</li>
<li>Exclusive necrophiles.</li>
</ol><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJKo6z0hYMM4DxC-SSO7xg36kul9s1gWphtKeh1BFPKET02STVbMpI2Ywtcl4-OD83SWRo3O00Vrxnz0A3z7n8JeuT-XaCsw5g8__Mjrq2mqYAC-_02oA8hqa9tdEDt0CapC6xQpLjCFg/s1600/spn_necrophilia.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="256" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJKo6z0hYMM4DxC-SSO7xg36kul9s1gWphtKeh1BFPKET02STVbMpI2Ywtcl4-OD83SWRo3O00Vrxnz0A3z7n8JeuT-XaCsw5g8__Mjrq2mqYAC-_02oA8hqa9tdEDt0CapC6xQpLjCFg/s320/spn_necrophilia.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><strong>Penyebab Necrophilia</strong><br />
Inilah penyebab-penyebab seseorang melakukan Necrophilia:<br />
<ul><li>68 persen itu didorong oleh keinginan untuk tidak ditolak dalam berhubungan;</li>
<li>21 persen oleh sebuah keinginan untuk reuni dengan mitra yang hilang;</li>
<li>15 persen oleh ketertarikan seksual dengan orang mati;</li>
<li>15 persen oleh keinginan untuk kenyamanan atau untuk mengatasi perasaan isolasi dan</li>
<li>11 persen oleh keinginan untuk memperbaiki harga diri yang rendah dengan mengekspresikan kekuasaan atas mayat.</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmrtjB5S7qhItmBPoJX6V6cmiV6hyRJmD_TARSTezCzSuM93PnaufQlYSOIXEFxGPEaNAwzNA2yrj85rhBf9SH5NLJFkYyqiWxIYhAoCN3XEYc2jVI1TcH6u_R6eu3r_XuNri5su_HTzE/s1600/necro_by_jimbocyberdoc.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmrtjB5S7qhItmBPoJX6V6cmiV6hyRJmD_TARSTezCzSuM93PnaufQlYSOIXEFxGPEaNAwzNA2yrj85rhBf9SH5NLJFkYyqiWxIYhAoCN3XEYc2jVI1TcH6u_R6eu3r_XuNri5su_HTzE/s1600/necro_by_jimbocyberdoc.jpg" /></a></div> Penelitian kecil modern yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa beberapa pelaku necrophil cenderung memilih pasangan yang sudah mati setelah gagal membuat lampiran romantis dengan yang masih hidup.Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-61137530372102360092011-05-15T19:24:00.000+07:002011-05-15T19:24:09.528+07:00Pendidikan Seks Pada RemajaSampai saat ini masalah<br />
seksualitas selalu menjadi<br />
topik yang menarik untuk<br />
dibicarakan. Hal ini<br />
dimungkinkan karena<br />
permasalahan seksual telah<br />
menjadi suatu hal yang<br />
sangat melekat pada diri<br />
manusia. Seksualitas tidak<br />
bisa dihindari oleh makhluk<br />
hidup, karena dengan seks<br />
makhluk hidup dapat terus<br />
bertahan menjaga<br />
kelestarian keturunannya.<br />
Pada masa remaja rasa ingin<br />
tahu terhadap masalah<br />
seksual sangat penting<br />
dalam pembentukan<br />
hubungan baru yang lebih<br />
matang dengan lawan jenis.<br />
Padahal pada masa remaja<br />
informasi tentang masalah<br />
seksual sudah seharusnya<br />
mulai diberikan, agar remaja<br />
tidak mencari informasi dari<br />
orang lain atau dari sumber-<br />
sumber yang tidak jelas<br />
atau bahkan keliru sama<br />
sekali. Pemberian informasi<br />
masalah seksual menjadi<br />
penting terlebih lagi<br />
mengingat remaja berada<br />
dalam potensi seksual yang<br />
aktif, karena berkaitan<br />
dengan dorongan seksual<br />
yang dipengaruhi hormon dan<br />
sering tidak memiliki<br />
informasi yang cukup<br />
mengenai aktivitas seksual<br />
mereka sendiri (Handbook of<br />
Adolecent psychology, 1980).<br />
Tentu saja hal tersebut<br />
akan sangat berbahaya bagi<br />
perkembangan jiwa remaja<br />
bila ia tidak memiliki<br />
pengetahuan dan informasi<br />
yang tepat. Fakta<br />
menunjukkan bahwa sebagian<br />
besar remaja kita tidak<br />
mengetahui dampak dari<br />
perilaku seksual yang<br />
mereka lakukan, seringkali<br />
remaja sangat tidak matang<br />
untuk melakukan hubungan<br />
seksual terlebih lagi jika<br />
harus menanggung resiko<br />
dari hubungan seksual<br />
tersebut.<br />
Karena meningkatnya minat<br />
remaja pada masalah seksual<br />
dan sedang berada dalam<br />
potensi seksual yang aktif,<br />
maka remaja berusaha<br />
mencari berbagai informasi<br />
mengenai hal tersebut. Dari<br />
sumber informasi yang<br />
berhasil mereka dapatkan,<br />
pada umumnya hanya sedikit<br />
remaja yang mendapatkan<br />
seluk beluk seksual dari<br />
orang tuanya. Oleh karena<br />
itu remaja mencari atau<br />
mendapatkan dari berbagai<br />
sumber informasi yang<br />
mungkin dapat diperoleh,<br />
misalnya seperti di sekolah<br />
atau perguruan tinggi,<br />
membahas dengan teman-<br />
teman, buku-buku tentang<br />
seks, media massa atau<br />
internet.<br />
Memasuki Milenium baru ini<br />
sudah selayaknya bila orang<br />
tua dan kaum pendidik<br />
bersikap lebih tanggap dalam<br />
menjaga dan mendidik anak<br />
dan remaja agar ekstra<br />
berhati-hati terhadap gejala-<br />
gejala sosial, terutama yang<br />
berkaitan dengan masalah<br />
seksual, yang berlangsung<br />
saat ini. Seiring<br />
perkembangan yang terjadi<br />
sudah saatnya pemberian<br />
penerangan dan pengetahuan<br />
masalah seksualitas pada<br />
anak dan remaja<br />
ditingkatkan. Pandangan<br />
sebagian besar masyarakat<br />
yang menganggap<br />
seksualitas merupakan<br />
suatu hal yang alamiah, yang<br />
nantinya akan diketahui<br />
dengan sendirinya setelah<br />
mereka menikah sehingga<br />
dianggap suatu hal tabu<br />
untuk dibicarakan secara<br />
terbuka, nampaknya secara<br />
perlahan-lahan harus diubah.<br />
Sudah saatnya pandangan<br />
semacam ini harus diluruskan<br />
agar tidak terjadi hal-hal<br />
yang tidak diinginkan dan<br />
membahayakan bagi anak dan<br />
remaja sebagai generasi<br />
penerus bangsa. Remaja<br />
yang hamil di luar nikah,<br />
aborsi, penyakit kelamin, dll,<br />
adalah contoh dari beberapa<br />
kenyataan pahit yang sering<br />
terjadi pada remaja sebagai<br />
akibat pemahaman yang<br />
keliru mengenai seksualitas.<br />
Karakteristik Seksual<br />
Remaja<br />
Pengertian seksual secara<br />
umum adalah sesuatu yang<br />
berkaitan dengan alat<br />
kelamin atau hal-hal yang<br />
berhubungan dengan<br />
perkara-perkara hubungan<br />
intim antara laki-laki dengan<br />
perempuan. Karakter seksual<br />
masing-masing jenis kelamin<br />
memiliki spesifikasi yang<br />
berbeda hal ini seperti yang<br />
pendapat berikut ini : Sexual<br />
characteristics are divided<br />
into two types. Primary<br />
sexual characteristics are<br />
directly related to<br />
reproduction and include the<br />
sex organs (genitalia).<br />
Secondary sexual<br />
characteristics are<br />
attributes other than the<br />
sex organs that generally<br />
distinguish one sex from the<br />
other but are not essential<br />
to reproduction, such as the<br />
larger breasts characteristic<br />
of women and the facial hair<br />
and deeper voices<br />
characteristic of men<br />
(Microsoft Encarta<br />
Encyclopedia 2002)<br />
Pendapat tersebut seiring<br />
dengan pendapat Hurlock<br />
(1991), seorang ahli psikologi<br />
perkembangan, yang<br />
mengemukakan tanda-tanda<br />
kelamin sekunder yang<br />
penting pada laki-laki dan<br />
perempuan. Menurut Hurlock,<br />
pada remaja putra : tumbuh<br />
rambut kemaluan, kulit<br />
menjadi kasar, otot<br />
bertambah besar dan kuat,<br />
suara membesar dan lain,lain.<br />
Sedangkan pada remaja<br />
putri : pinggul melebar,<br />
payudara mulai tumbuh,<br />
tumbuh rambut kemaluan,<br />
mulai mengalami haid, dan<br />
lain-lain.<br />
Seiring dengan pertumbuhan<br />
primer dan sekunder pada<br />
remaja ke arah kematangan<br />
yang sempurna, muncul juga<br />
hasrat dan dorongan untuk<br />
menyalurkan keinginan<br />
seksualnya. Hal tersebut<br />
merupakan suatu yang wajar<br />
karena secara alamiah<br />
dorongan seksual ini memang<br />
harus terjadi untuk<br />
menyalurkan kasih sayang<br />
antara dua insan, sebagai<br />
fungsi pengembangbiakan<br />
dan mempertahankan<br />
keturunan.<br />
Perilaku Seksual<br />
Perilaku seksual adalah<br />
segala tingkah laku yang<br />
didorong oleh hasrat<br />
seksual, baik dengan lawan<br />
jenis maupun sesama jenis.<br />
Bentuk-bentuk tingkah laku<br />
ini dapat beraneka ragam,<br />
mulai dari perasaan tertarik<br />
hingga tingkah laku<br />
berkencan, ber***bu dan<br />
senggama. Obyek seksual<br />
dapat berupa orang, baik<br />
sejenis maupun lawan jenis,<br />
orang dalam khayalan atau<br />
diri sendiri. Sebagian tingkah<br />
laku ini memang tidak<br />
memiliki dampak, terutama<br />
bila tidak menimbulkan<br />
dampak fisik bagi orang yang<br />
bersangkutan atau<br />
lingkungan sosial. Tetapi<br />
sebagian perilaku seksual<br />
(yang dilakukan sebelum<br />
waktunya) justru dapat<br />
memiliki dampak psikologis<br />
yang sangat serius, seperti<br />
rasa bersalah, depresi,<br />
marah, dan agresi.<br />
Sementara akibat psikososial<br />
yang timbul akibat perilaku<br />
seksual antara lain adalah<br />
ketegangan mental dan<br />
kebingungan akan peran<br />
sosial yang tiba-tiba berubah,<br />
misalnya pada kasus remaja<br />
yang hamil di luar nikah.<br />
Belum lagi tekanan dari<br />
masyarakat yang mencela<br />
dan menolak keadaan<br />
tersebut. Selain itu resiko<br />
yang lain adalah<br />
terganggunya kesehatan<br />
yang bersangkutan, resiko<br />
kelainan janin dan tingkat<br />
kematian bayi yang tinggi.<br />
Disamping itu tingkat putus<br />
sekolah remaja hamil juga<br />
sangat tinggi, hal ini<br />
disebabkan rasa malu remaja<br />
dan penolakan sekolah<br />
menerima kenyataan adanya<br />
murid yang hamil diluar<br />
nikah. Masalah ekonomi juga<br />
akan membuat permasalahan<br />
ini menjadi semakin rumit<br />
dan kompleks.<br />
Berbagai perilaku seksual<br />
pada remaja yang belum<br />
saatnya untuk melakukan<br />
hubungan seksual secara<br />
wajar antara lain dikenal<br />
sebagai :<br />
1. Masturbasi atau onani<br />
yaitu suatu kebiasaan buruk<br />
berupa manipulasi terhadap<br />
alat genital dalam rangka<br />
menyalurkan hasrat seksual<br />
untuk pemenuhan<br />
kenikmatan yang seringkali<br />
menimbulkan goncangan<br />
pribadi dan emosi.<br />
2. Berpacaran dengan<br />
berbagai perilaku seksual<br />
yang ringan seperti<br />
sentuhan, pegangan tangan<br />
sampai pada ciuman dan<br />
sentuhan-sentuhan seks<br />
yang pada dasarnya adalah<br />
keinginan untuk menikmati<br />
dan memuaskan dorongan<br />
seksual.<br />
3. Berbagai kegiatan yang<br />
mengarah pada pemuasan<br />
dorongan seksual yang pada<br />
dasarnya menunjukan tidak<br />
berhasilnya seseorang dalam<br />
mengendalikannya atau<br />
kegagalan untuk<br />
mengalihkan dorongan<br />
tersebut ke kegiatan lain<br />
yang sebenarnya masih<br />
dapat dikerjakan.<br />
Dorongan atau hasrat untuk<br />
melakukan hubungan seksual<br />
selalu muncul pada remaja,<br />
oleh karena itu bila tidak ada<br />
penyaluran yang sesuai<br />
(menikah) maka harus<br />
dilakukan usaha untuk<br />
memberi pengertian dan<br />
pengetahuan mengenai hal<br />
tersebut.<br />
Adapun faktor-faktor yang<br />
dianggap berperan dalam<br />
munculnya permasalahan<br />
seksual pada remaja,<br />
menurut Sarlito W. Sarwono<br />
(Psikologi Remaja,1994)<br />
adalah sebagai berikut :<br />
1. Perubahan-perubahan<br />
hormonal yang meningkatkan<br />
hasrat seksual remaja.<br />
Peningkatan hormon ini<br />
menyebabkan remaja<br />
membutuhkan penyaluran<br />
dalam bentuk tingkah laku<br />
tertentu<br />
2. Penyaluran tersebut tidak<br />
dapat segera dilakukan<br />
karena adanya penundaan<br />
usia perkawinan, baik secara<br />
hukum oleh karena adanya<br />
undang-undang tentang<br />
perkawinan, maupun karena<br />
norma sosial yang semakin<br />
lama semakin menuntut<br />
persyaratan yang terus<br />
meningkat untuk perkawinan<br />
(pendidikan, pekerjaan,<br />
persiapan mental dan lain-<br />
lain)<br />
3. Norma-norma agama yang<br />
berlaku, dimana seseorang<br />
dilarang untuk melakukan<br />
hubungan seksual sebelum<br />
menikah. Untuk remaja yang<br />
tidak dapat menahan diri<br />
memiliki kecenderungan<br />
untuk melanggar hal-hal<br />
tersebut.<br />
4. Kecenderungan<br />
pelanggaran makin meningkat<br />
karena adanya penyebaran<br />
informasi dan rangsangan<br />
melalui media masa yang<br />
dengan teknologi yang<br />
canggih (cth: VCD, buku<br />
stensilan, Photo, majalah,<br />
internet, dan lain-lain)<br />
menjadi tidak terbendung<br />
lagi. Remaja yang sedang<br />
dalam periode ingin tahu dan<br />
ingin mencoba, akan meniru<br />
apa dilihat atau didengar<br />
dari media massa, karena<br />
pada umumnya mereka belum<br />
pernah mengetahui masalah<br />
seksual secara lengkap dari<br />
orangtuanya.<br />
5. Orangtua sendiri, baik<br />
karena ketidaktahuannya<br />
maupun karena sikapnya<br />
yang masih mentabukan<br />
pembicaraan mengenai seks<br />
dengan anak, menjadikan<br />
mereka tidak terbuka pada<br />
anak, bahkan cenderung<br />
membuat jarak dengan anak<br />
dalam masalah ini.<br />
6. Adanya kecenderungan<br />
yang makin bebas antara pria<br />
dan wanita dalam<br />
masyarakat, sebagai akibat<br />
berkembangnya peran dan<br />
pendidikan wanita, sehingga<br />
kedudukan wanita semakin<br />
sejajar dengan pria.<br />
Pendidikan Seksual<br />
Menurut Sarlito dalam<br />
bukunya Psikologi Remaja<br />
(1994), secara umum<br />
pendidikan seksual adalah<br />
suatu informasi mengenai<br />
persoalan seksualitas<br />
manusia yang jelas dan<br />
benar, yang meliputi proses<br />
terjadinya pembuahan,<br />
kehamilan sampai kelahiran,<br />
tingkah laku seksual,<br />
hubungan seksual, dan<br />
aspek-aspek kesehatan,<br />
kejiwaan dan<br />
kemasyarakatan. Masalah<br />
pendidikan seksual yang<br />
diberikan sepatutnya<br />
berkaitan dengan norma-<br />
norma yang berlaku di<br />
masyarakat, apa yang<br />
dilarang, apa yang dilazimkan<br />
dan bagaimana melakukannya<br />
tanpa melanggar aturan-<br />
aturan yang berlaku di<br />
masyarakat.<br />
Pendidikan seksual<br />
merupakan cara pengajaran<br />
atau pendidikan yang dapat<br />
menolong muda-mudi untuk<br />
menghadapi masalah hidup<br />
yang bersumber pada<br />
dorongan seksual. Dengan<br />
demikian pendidikan seksual<br />
ini bermaksud untuk<br />
menerangkan segala hal yang<br />
berhubungan dengan seks<br />
dan seksualitas dalam<br />
bentuk yang wajar. Menurut<br />
Singgih, D. Gunarsa,<br />
penyampaian materi<br />
pendidikan seksual ini<br />
seharusnya diberikan sejak<br />
dini ketika anak sudah mulai<br />
bertanya tentang perbedaan<br />
kelamin antara dirinya dan<br />
orang lain, berkesinambungan<br />
dan bertahap, disesuaikan<br />
dengan kebutuhan dan umur<br />
anak serta daya tangkap<br />
anak ( dalam Psikologi<br />
praktis, anak, remaja dan<br />
keluarga, 1991). Dalam hal ini<br />
pendidikan seksual idealnya<br />
diberikan pertama kali oleh<br />
orangtua di rumah,<br />
mengingat yang paling tahu<br />
keadaan anak adalah<br />
orangtuanya sendiri. Tetapi<br />
sayangnya di Indonesia tidak<br />
semua orangtua mau<br />
terbuka terhadap anak di<br />
dalam membicarakan<br />
permasalahan seksual. Selain<br />
itu tingkat sosial ekonomi<br />
maupun tingkat pendidikan<br />
yang heterogen di Indonesia<br />
menyebabkan ada orang tua<br />
yang mau dan mampu<br />
memberikan penerangan<br />
tentang seks tetapi lebih<br />
banyak yang tidak mampu<br />
dan tidak memahami<br />
permasalahan tersebut.<br />
Dalam hal ini maka<br />
sebenarnya peran dunia<br />
pendidikan sangatlah besar.<br />
Tujuan Pendidikan<br />
Seksual<br />
Pendidikan seksual selain<br />
menerangkan tentang aspek-<br />
aspek anatomis dan biologis<br />
juga menerangkan tentang<br />
aspek-aspek psikologis dan<br />
moral. Pendidikan seksual<br />
yang benar harus<br />
memasukkan unsur-unsur<br />
hak asasi manusia. Juga<br />
nilai-nilai kultur dan agama<br />
diikutsertakan sehingga<br />
akan merupakan pendidikan<br />
akhlak dan moral juga.<br />
Menurut Kartono Mohamad<br />
pendidikan seksual yang baik<br />
mempunyai tujuan membina<br />
keluarga dan menjadi orang<br />
tua yang bertanggungjawab<br />
(dalam Diskusi Panel Islam<br />
Dan Pendidikan Seks Bagi<br />
Remaja, 1991). Beberapa ahli<br />
mengatakan pendidikan<br />
seksual yang baik harus<br />
dilengkapi dengan pendidikan<br />
etika, pendidikan tentang<br />
hubungan antar sesama<br />
manusia baik dalam hubungan<br />
keluarga maupun di dalam<br />
masyarakat. Juga dikatakan<br />
bahwa tujuan dari pendidikan<br />
seksual adalah bukan untuk<br />
menimbulkan rasa ingin tahu<br />
dan ingin mencoba hubungan<br />
seksual antara remaja,<br />
tetapi ingin menyiapkan agar<br />
remaja tahu tentang<br />
seksualitas dan akibat-<br />
akibatnya bila dilakukan<br />
tanpa mematuhi aturan<br />
hukum, agama dan adat<br />
istiadat serta kesiapan<br />
mental dan material<br />
seseorang. Selain itu<br />
pendidikan seksual juga<br />
bertujuan untuk memberikan<br />
pengetahuan dan mendidik<br />
anak agar berperilaku yang<br />
baik dalam hal seksual,<br />
sesuai dengan norma agama,<br />
sosial dan kesusilaan (Tirto<br />
Husodo, Seksualitet dalam<br />
mengenal dunia remaja,<br />
1987)<br />
Penjabaran tujuan<br />
pendidikan seksual dengan<br />
lebih lengkap sebagai<br />
berikut :<br />
1. Memberikan pengertian<br />
yang memadai mengenai<br />
perubahan fisik, mental dan<br />
proses kematangan<br />
emosional yang berkaitan<br />
dengan masalah seksual<br />
pada remaja.<br />
2. Mengurangi ketakutan dan<br />
kecemasan sehubungan<br />
dengan perkembangan dan<br />
penyesuaian seksual (peran,<br />
tuntutan dan<br />
tanggungjawab)<br />
3. Membentuk sikap dan<br />
memberikan pengertian<br />
terhadap seks dalam semua<br />
manifestasi yang bervariasi<br />
4. Memberikan pengertian<br />
bahwa hubungan antara<br />
manusia dapat membawa<br />
kepuasan pada kedua<br />
individu dan kehidupan<br />
keluarga.<br />
5. Memberikan pengertian<br />
mengenai kebutuhan nilai<br />
moral yang esensial untuk<br />
memberikan dasar yang<br />
rasional dalam membuat<br />
keputusan berhubungan<br />
dengan perilaku seksual.<br />
6. Memberikan pengetahuan<br />
tentang kesalahan dan<br />
penyimpangan seksual agar<br />
individu dapat menjaga diri<br />
dan melawan eksploitasi<br />
yang dapat mengganggu<br />
kesehatan fisik dan<br />
mentalnya.<br />
7. Untuk mengurangi<br />
prostitusi, ketakutan<br />
terhadap seksual yang tidak<br />
rasional dan eksplorasi seks<br />
yang berlebihan.<br />
8. Memberikan pengertian<br />
dan kondisi yang dapat<br />
membuat individu melakukan<br />
aktivitas seksual secara<br />
efektif dan kreatif dalam<br />
berbagai peran, misalnya<br />
sebagai istri atau suami,<br />
orang tua, anggota<br />
masyarakat.<br />
Jadi tujuan pendidikan<br />
seksual adalah untuk<br />
membentuk suatu sikap<br />
emosional yang sehat<br />
terhadap masalah seksual<br />
dan membimbing anak dan<br />
remaja ke arah hidup dewasa<br />
yang sehat dan bertanggung<br />
jawab terhadap kehidupan<br />
seksualnya. Hal ini<br />
dimaksudkan agar mereka<br />
tidak menganggap seks itu<br />
suatu yang menjijikan dan<br />
kotor. Tetapi lebih sebagai<br />
bawaan manusia, yang<br />
merupakan anugrah Tuhan<br />
dan berfungsi penting untuk<br />
kelanggengan kehidupan<br />
manusia, dan supaya anak-<br />
anak itu bisa belajar<br />
menghargai kemampuan<br />
seksualnya dan hanya<br />
menyalurkan dorongan<br />
tersebut untuk tujuan<br />
tertentu (yang baik) dan<br />
pada waktu yang tertentu<br />
saja.<br />
Beberapa Kiat<br />
Para ahli berpendapat bahwa<br />
pendidik yang terbaik adalah<br />
orang tua dari anak itu<br />
sendiri. Pendidikan yang<br />
diberikan termasuk dalam<br />
pendidikan seksual. Dalam<br />
membicarakan masalah<br />
seksual adalah yang sifatnya<br />
sangat pribadi dan<br />
membutuhkan suasana yang<br />
akrab, terbuka dari hati ke<br />
hati antara orang tua dan<br />
anak. Hal ini akan lebih<br />
mudah diciptakan antara ibu<br />
dengan anak perempuannya<br />
atau bapak dengan anak laki-<br />
lakinya, sekalipun tidak<br />
ditutup kemungkinan dapat<br />
terwujud bila dilakukan<br />
antara ibu dengan anak laki-<br />
lakinya atau bapak dengan<br />
anak perempuannya.<br />
Kemudian usahakan jangan<br />
sampai muncul keluhan<br />
seperti tidak tahu harus<br />
mulai dari mana, kekakuan,<br />
kebingungan dan kehabisan<br />
bahan pembicaraan.<br />
Dalam memberikan pendidikan<br />
seks pada anak jangan<br />
ditunggu sampai anak<br />
bertanya mengenai seks.<br />
Sebaiknya pendidikan seks<br />
diberikan dengan terencana,<br />
sesuai dengan keadaan dan<br />
kebutuhan anak. Sebaiknya<br />
pada saat anak menjelang<br />
remaja dimana proses<br />
kematangan baik fisik,<br />
maupun mentalnya mulai<br />
timbul dan berkembang<br />
kearah kedewasaan.<br />
Beberapa hal penting dalam<br />
memberikan pendidikan<br />
seksual, seperti yang<br />
diuraikan oleh Singgih D.<br />
Gunarsa (1995) berikut ini,<br />
mungkin patut anda<br />
perhatikan:<br />
1. Cara menyampaikannya<br />
harus wajar dan sederhana,<br />
jangan terlihat ragu-ragu<br />
atau malu.<br />
2. Isi uraian yang<br />
disampaikan harus obyektif,<br />
namun jangan menerangkan<br />
yang tidak-tidak, seolah-olah<br />
bertujuan agar anak tidak<br />
akan bertanya lagi, boleh<br />
mempergunakan contoh atau<br />
simbol seperti misalnya :<br />
proses pembuahan pada<br />
tumbuh-tumbuhan, sejauh<br />
diperhatikan bahwa<br />
uraiannya tetap rasional.<br />
3. Dangkal atau<br />
mendalamnya isi uraiannya<br />
harus disesuaikan dengan<br />
kebutuhan dan dengan tahap<br />
perkembangan anak.<br />
Terhadap anak umur 9 atau<br />
10 tahun t belum perlu<br />
menerangkan secara lengkap<br />
mengenai perilaku atau<br />
tindakan dalam hubungan<br />
kelamin, karena<br />
perkembangan dari seluruh<br />
aspek kepribadiannya<br />
memang belum mencapai<br />
tahap kematangan untuk<br />
dapat menyerap uraian yang<br />
mendalam mengenai masalah<br />
tersebut.<br />
4. Pendidikan seksual harus<br />
diberikan secara pribadi,<br />
karena luas sempitnya<br />
pengetahuan dengan cepat<br />
lambatnya tahap-tahap<br />
perkembangan tidak sama<br />
buat setiap anak. Dengan<br />
pendekatan pribadi maka<br />
cara dan isi uraian dapat<br />
disesuaikan dengan keadaan<br />
khusus anak.<br />
5. Pada akhirnya perlu<br />
diperhatikan bahwa usahakan<br />
melaksanakan pendidikan<br />
seksual perlu diulang-ulang<br />
(repetitif) selain itu juga<br />
perlu untuk mengetahui<br />
seberapa jauh sesuatu<br />
pengertian baru dapat<br />
diserap oleh anak, juga perlu<br />
untuk mengingatkan dan<br />
memperkuat (reinforcement)<br />
apa yang telah diketahui<br />
agar benar-benar menjadi<br />
bagian dari pengetahuannya.<br />
Saya yakin pasti masih ada<br />
cara-cara lain yang dapat<br />
anda gunakan dalam mendidik<br />
anak remaja anda. Akhir kata<br />
saya berharap semoga<br />
tulisan ini dapat bermanfaat<br />
bagi remaja, orang tua dan<br />
pendidik dalam membentuk<br />
remaja menjadi generasi<br />
penerus bangsa yang<br />
memiliki kualitas kehidupan<br />
yang lebih tinggi dalam<br />
menghadapi tantangan yang<br />
lebih berat di masa yang<br />
akan datang. (jp)<br />
Oleh: Zainun Mu’tadin, SPsi.,<br />
MSi.Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-586824388260338862011-05-06T13:44:00.000+07:002011-05-06T13:44:09.075+07:00TATKALA SI AUTIS BERANGKAT REMAJA<div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Penyandang autisme yang beranjak remaja perlu penanganan lebih khusus. Sebab, mereka punya pemahaman berbeda dan terbatas tentang perubahan fisik dan psikis masa pubertas. Dalam bulan peduli autis April ini, diserukan agar memberikan perhatian ekstra pada pendidikan penyandang autisme remaja.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">DYAH Puspita masih menyimpan pesan pendek itu di telepon selulernya. Pesan yang ia terima dua pekan lalu itu dari Ikhsan Pratama, putra tunggalnya, 18 tahun. ”Ibu Ita, Ikhsan mau cari cinta,” begitu tulisnya.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Bagi Ita, ini bukan pesan biasa, karena pengirimnya autis. Seperti remaja sebayanya, Ikhsan rupanya mulai tertarik kepada lawan jenis. Maka Dyah pun membalas: ”Boleh, tapi tidak paksa.”</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Mengenal konsep ”cinta” adalah suatu lompatan besar bagi penyandang autisme seperti Ikhsan. Ia pertama kali mengenal kata itu dari lagu band kesukaannya, The Changcuters. Setelah bolak-balik bertanya kepada sang ibu, Ikhsan pun membentuk definisinya tentang cinta, yaitu ”cewek, cantik, pintar, tidak berisik”.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Belakangan ini, kesadaran dan perhatian masyarakat Indonesia akan autis memang terus membaik. Berbagai kampanye pun diluncurkan. Termasuk lewat causes—semacam petisi—di Facebook bertema ”Stop Using the Word Autis in Daily Jokes” yang diluncurkan pada bulan peduli autis internasional, April ini. Namun penanganan penyandang autisme yang menginjak masa remaja masih menjadi persoalan, bahkan juga di negara maju, yang sudah memiliki tingkat pemahaman dan penanganan autis lebih baik.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Di masa lalu, autisme dianggap sebagai gangguan psikologis akibat pola pengasuhan yang tidak tepat. Namun penelitian lanjutan membuktikan autisme disebabkan oleh ketidaknormalan pada otak. Barulah pada 1970-an autisme bisa didefinisikan sebagai gangguan perkembangan. Ada tiga ciri utamanya: gangguan berinteraksi sosial, gangguan berkomunikasi, serta keterbatasan minat dan kemampuan imajinasi.</div><div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Di Indonesia, tidak ada data eksak tentang jumlah penyandang autisme. Itu juga karena masih ada orang tua yang tak mau mengakui anaknya autis—karena dianggap aib. Dyah Puspita, yang juga sekretaris Yayasan Autisme Indonesia, menyatakan yang terpenting adalah apa yang bisa dilakukan bagi anak autis, sejak masa kanak-kanak hingga masa remaja.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Autis atau tidak, masa remaja memang ”membingungkan” bagi banyak orang karena merupakan transisi menuju kedewasaan. Pada periode ini, hormon-hormon mereka berkembang, organ reproduksi sudah berfungsi, penampilan fisik pun berubah. Para pria sudah mengalami mimpi basah dan suara mereka pun berubah. Para wanita mulai ditumbuhi payudara dan sudah mendapat haid.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Perubahan-perubahan ini juga berpengaruh pada emosi seseorang. Remaja autis pun mengalaminya. Menurut dokter Tjin Wiguna, spesialis kesehatan jiwa dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, masa pubertas adalah fase yang kritis dalam perkembangan jiwa setiap orang. Tak aneh, jika tak mendapat arahan yang tepat, banyak remaja yang mengalami krisis identitas. Pelariannya bisa sesuatu yang negatif.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;">Karena itu, mesti ada figur yang mampu membimbing si remaja agar memperoleh pemahaman tepat tentang perubahan yang dialami, baik fisik maupun psikis. Urusan perkembangan seksual dan jatuh cinta pun termasuk di dalamnya. Dalam kasus Ikhsan, figur itu adalah Ita, ibu yang mengarahkannya di masa puber.</div><div style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 1.05em; line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 12px;"></span></div><div style="font-size: 1.05em;">Menurut Ita—yang juga psikolog dan pendiri sekolah khusus autis Mandiga—orang kadang lupa memperlakukan anak autis seperti orang normal. Setiap kali akan mengajarkan sesuatu, banyak yang sudah telanjur skeptis: memangnya bisa, memang mengerti?</div><div style="font-size: 1.05em;">Padahal, dengan pendekatan yang tepat, anak dan remaja autis bisa memahami penjelasan tentang sesuatu. Tentunya tidak langsung mencekokinya dengan konsep-konsep yang ”tinggi”, tapi yang dekat dengan kesehariannya. Misalnya, remaja lelaki autis juga mulai tertarik pada bentuk fisik lawan jenis; ada yang berusaha memegang payudara wanita. Jika tidak diarahkan, kata Ita, remaja autis tak paham bahwa menyentuh dada perempuan dewasa itu tidak baik.</div><div style="font-size: 1.05em;">Ketika Ikhsan mulai mengenal konsep cinta, Ita mengarahkan dengan jelas dan instruktif apa yang boleh dan tidak. Misalnya ”Ikshan boleh cinta, tidak paksa” atau ”boleh cinta, tidak pegang karena orang tidak suka dipegang”.</div><div style="font-size: 1.05em;">Berdasarkan pengalaman merawat Ikhsan dan menggeluti bidang psikologi anak, Ita membagi ilmunya untuk sesama orang tua anak autis. Pertama, jangan memberikan arahan abstrak karena akan membingungkan. Misalnya, jika mengajari anak berlaku sopan saat bertemu dengan orang lain, jangan kita mengatakan, ”Kamu harus sopan,” karena anak autis sulit memahami ”sopan”. Langsung saja katakan apa yang harus dia lakukan: ”Salam tangannya.” Kedua, hindari melarang tanpa memberikan solusi. Misalnya, jika kita mau bilang ”jangan lari”, harus ditambahkan dengan ”duduk saja di sini”.</div><div style="font-size: 1.05em;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 12px;"></span></div><div style="font-size: 1.05em;">Tanpa arahan dan petunjuk yang jelas—apalagi melulu hanya larangan—anak autis bisa ”tersesat” dan kebingungan akan konsep dirinya. Ita menambahkan, seperti juga anak non-autis, kebingungan akan konsep diri akan membuat anak tumbuh dengan depresi dan tidak percaya diri. Padahal, khususnya bagi anak autis, memompa kepercayaan diri adalah salah satu hal terpenting.</div><div style="font-size: 1.05em;">Jika tidak diarahkan, kata Tjin Wiguna, remaja normal saja bisa tersesat. Ujung-ujungnya, mereka malah melakukan hal-hal yang negatif, bahkan destruktif, sebagai upaya pencarian identitas. Apalagi bagi mereka yang autis. Tjin pernah mendapati seorang remaja autis yang bermasturbasi di muka umum. Anak itu merasa nyaman-nyaman saja, tak sedikit pun merasa malu atau aneh melakukan onani di depan publik.</div><div style="font-size: 1.05em;">Yang sulit bagi anak-anak autis, perkembangan mental dan emosi mereka tertinggal, tapi pertumbuhan fisiknya sama dengan rekan sebayanya yang non-autis. Mereka yang normal bisa mudah mengobrol, mencari informasi, dan mendiskusikan perubahan-perubahan tubuh mereka. Orang tua dan guru biasanya sudah mengajarkan sebelum tanda-tanda kedewasaan itu datang.</div><div style="font-size: 1.05em;">Tapi tidak demikian dengan anak autis. Jika perubahan yang mereka alami tak mendapat penjelasan memadai dan tepat—lantaran si autis dianggap ”tak mengerti”—ia semakin tenggelam dalam kebingungan dan perasaan tertekan. Di sinilah pentingnya peran orang tua, guru, dan orang-orang terdekat untuk memperlakukan anak sebagai ”remaja biasa” yang butuh informasi serupa dengan cara khusus</div><div style="font-size: 1.05em;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 12px;"></span></div><div style="font-size: 1.05em;">Ita membeberkan tahap perkembangan lelaki dengan menyodorkan gambar ayah Ikhsan semasa bayi, kanak-kanak, hingga dewasa. Sang ibu menjelaskan bahwa orang yang sama akan berubah sesuai dengan umurnya. Visualisasi gambar memudahkan sang anak memahami konsep yang dimaksud.</div><div style="font-size: 1.05em;">Dokter Tjin memberikan sejumlah saran untuk membimbing para penyandang autisme di usia remaja. Pertama, perkenalkan mereka terus-menerus kepada organ-organ seksual, misalnya payudara atau penis, dengan memakai boneka. Kedua, tuntun mereka tahap demi tahap menghadapi perubahan fisik itu. Misalnya, anak perempuan yang sudah mendapat menstruasi diajari dengan mencontohkan cara memakai pembalut, membuangnya, dan seterusnya. Ketiga, menjelaskan segala sesuatunya dengan visualisasi atau gambar, misalnya, pada mimpi basah yang terjadi.</div><div style="font-size: 1.05em;">Cara-cara ini bisa disesuaikan dengan tingkat intelektualitas setiap anak. Psikiater yang juga berpraktek di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk itu menjelaskan tingkat kecerdasan anak-anak autis sangat bervariasi, dari yang sangat pandai hingga yang memiliki keterbelakangan mental. Pendekatan yang dilakukan mesti disesuaikan dengan kondisi si remaja.</div><div style="font-size: 1.05em;">Untuk mengembangkan kecerdasannya, Ikhsan sejak dua tahun lalu menjalani homeschooling. Seorang guru datang ke rumah tiga kali sepekan. Secara bertahap, remaja penyuka buku dan majalah otomotif ini bisa mengikuti pelajaran matematika, fisika, dan biologi, atau apa saja yang disukainya. Ita tak memaksakan anaknya mengikuti kurikulum sekolah umum. Jadi, buku-buku pegangan Ikhsan ada yang untuk level SMP, juga SMA.</div><div style="font-size: 1.05em;">Salah satu ”hobi” Ikhsan saat belajar adalah menekan-nekan tuts di telepon Nokia Communicator-nya. ”Setiap ada sesuatu yang melintas di kepalanya, dia langsung mengirim SMS ke saya,” kata sang mama <span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 16px;">yang dia panggil Ibu Ita itu. Termasuk pesan pendek soal cinta tadi</span></div><br />
<br />
</div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-21892620423317115622011-02-16T09:21:00.000+07:002011-02-16T09:21:17.960+07:00JERITAN PARA LELAKI...<div class="MsoNormal"><span lang="EN-US"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yang selalu kita dengar adalah Girls Rulez, kini saatnya kami para cowok-cowok mengungkapkan isi hati kami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ini adalah cerita dari sisi kita, Kaum Cowok! Kaum Adam! Aturan kita!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk para cewek-cewek...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Tidak Semua cowok seperti Dedy Cobuzier.</div><div style="text-align: justify;">Jadi jangan harap kami bisa membaca isi pikiranmu disaat kamu manyun tanpa suara. Apa susahnya sih bilang : "Aku Laper, Aku minta dibeliin pakaian, Tolong rayu aku...!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Hari Minggu itu waktunya istirahat setelah 6 hari bekerja, jadi jangan harap kami mau menemani seharian jalan-jalan ke mall.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Berbelanja BUKAN olahraga. Dan kami gak akan berpikir ke arah situ.</div><div style="text-align: justify;">Bagi kami belanja ya belanja, kalau sudah pas ya beli saja, perbedaan harga toko A dan B cuma 1,000 perak jadi nggak usah keliling kota untuk cari yang paling murah, buang-buang bensin aja...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Menangis merupakan suatu pemerasan.</div><div style="text-align: justify;">Lebih baik kami mendengar suara petir, <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">guntur</st1:place></st1:city> , bom meledak daripada suara tangisanmu yang membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Tanya apa yang kamu mau. Cobalah untuk sepaham tentang hal ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sindiran halus tidak akan dimengerti.</div><div style="text-align: justify;">Sindiran kasar tak akan dimengerti.</div><div style="text-align: justify;">Terang-terangan menyindir juga kita gak ngerti!</div><div style="text-align: justify;">Ngomong aja langsung kenapa!?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Ya dan Tidak adalah jawaban yang paling dapat diterima hampir semua pertanyaan. It's simple.!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">7. Cerita ke kami kalo mau masalah kamu diselesaikan. Karena itu yang kami lakukan. Pengen dapet simpati doang sih, cerita aja ke temen-temen cewekmu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">8. Sakit kepala selama 17 bulan adalah penyakit. Pergi ke dokter dong...! Masa kami harus pijitin terus tiap pusing...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">9. Semua yang kami katakan 6 bulan lalu gak bisa dipertimbangkan dalam suatu argumen. Sebenernya, semua komentar jadi gak berlaku dan batal setelah 7 hari.</div><div style="text-align: justify;">Janji kami untuk menyebrangi lautan dan mendaki gunung itu hanyalah klise, jangan dianggap serius.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">10. Kalo kamu gak mau pake baju kayak model-model pakaian dalam, jangan harap kita seperti artis sinetron dong.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">11. Kalo kamu pikir kamu gendut, mungkin aja. Jangan tanya kami dong. Cermin lebih jujur daripada Lelaki.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">12. Kamu boleh meminta kami untuk melakukan sesuatu atau menyuruh kami menyelesaikannya dengan cara kamu. Tapi jangan dua-duanya dong. Kalo kamu pikir bisa melakukannya lebih baik, kerjain aja sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">13. Kalau bisa, ngomongin apa yang harus kamu omongin pas iklan aja. Ingat, jangan sekali-kali ngomong apalagi pas saat tendangan penalty.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">14. Kami bukan anak kecil lagi, jadi tak perlu mengingatkan jangan lupa makan, selamat tidur, dll. Menurut kami itu hanyalah pemborosan pulsa saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">15. Kalo gatel <st1:state w:st="on"><st1:place w:st="on">kan</st1:place></st1:state> bisa digaruk sendiri. Kami juga kok.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">16. Kalo kami nanya ada apa dan kamu jawab gak ada apa-apa, kami akan berpikir memang gak ada apa-apa. Ingat, seperti no.1 kami bukanlah pembaca pikiran. Ngomong baby...ngomong. ...!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">17. Kalo kita berdua harus pergi ke suatu tempat, pakaian apapun yang kamu pakai, pantes aja kok. Bener. Jadi tidak ada alasan gak mau pergi ke pesta karena tidak ada baju.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">18. Jangan tanya apa yang kami pikir tentang sesuatu kecuali kamu memang mau diskusi tentang bola, game, billyard, memancing atau mungkin juga tentang teknik mereparasi mobil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">19. Kami malas berdebat secara hati dan perasaan, ingat! kami hanya pakai logika.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">20. Terima kasih sudah mau baca ini. Iyaa ... ya ..., aku siap tidur di sofa nanti malam...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">No hard feeling, OK Gan... hehehe... </div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-87382831494056314122011-02-12T13:20:00.003+07:002011-02-12T13:20:42.872+07:00NikahanBaru saja menghadiri pernikahan mas edo d wonosariGie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-11957465273574126332011-02-09T10:58:00.000+07:002011-02-09T10:58:23.565+07:00kamus mimpi<div class="entry"><div style="text-align: justify;"> </div>mau tau arti mimpi kamu buka saja<i> </i><span style="color: blue;">http://kamusmimpi.com/page137182248.aspx</span> <span style="color: black;">semoga puas dengan jawabanya</span></div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-18507151436811337882011-02-09T10:42:00.000+07:002011-02-09T10:42:05.544+07:00Bisakah Mimpi Diciptakan?<h1><a href="http://artimimpi.net/bisakah-mimpi-diciptakan.asp" rel="bookmark" title="Permanent Link to Bisakah Mimpi Diciptakan?"><br />
</a></h1><div class="entry"> <a href="http://artimimpi.net/wp-content/uploads/2010/12/Menciptakan-mimpi.jpg"><img alt="" class="alignleft size-full wp-image-148" height="150" src="http://artimimpi.net/wp-content/uploads/2010/12/Menciptakan-mimpi.jpg" style="margin-left: 10px; margin-right: 10px;" title="Menciptakan mimpi" width="200" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">Sebuah penelitian dilakukan Robert Stickgold di Harvard Medical School yang hasilnya diterbitkan di Majalah Science (13 Oktober 2000), dimana dia berhasil <strong>menciptakan mimpi</strong> yang sama pada 17 responden. Responden diberikan tugas selama 3 hari bermain tetris, 2 jam di pagi hari dan 1 jam di malam hari untuk hari pertama, sementara dua hari selanjutnya cukup 1 jam di pagi hari dan 1 jam di malam hari. Alhasil, 17 responden bermimpi tentang potongan-potongan tetris.</div>Dari hasil penelitian yang dilakukan Stickgold tersebut terbukti, bahwa mimpi bisa diciptakan. Menciptakan mimpi sebenarnya sama dengan membentuk motivasi. Sebelum tidur, Anda bisa memikirkan suatu hal dan bisa jadi pikiran tersebut terbawa ke alam bawah sadar, yaitu dunia mimpi. Karena itu, kadang kecemasan yang berlebihan terhadap sesuatu akan membuat Anda mengalami mimpi buruk, namun apabila Anda memikirkan sesuatu yang baik dan positif bisa jadi Anda akan memperoleh mimpi indah.<br />
<div style="text-align: justify;">Terkadang beberapa orang menganggap mimpi hanyalah bunga tidur. Sehingga kebanyakan orang tidak ingat akan mimpi yang dialami, bahkan beberapa orang tidak mengaitkan kehidupan nyata dengan mimpi. Bunga tidur hanyalah sebatas mimpi yang tidak memiliki makna. Padahal dalam ilmu psikologi, mimpi berkaitan dengan kesehatan psikis. Mimpi buruk bisa bermakna gangguan pada pikiran, kecemasan, depresi atau ketakutan yang berlebihan pada sebuah masalah yang dihadapi. Mimpi merupakan signal yang menandakan pikiran Anda sedang diliputi tekanan.</div><div style="text-align: justify;">Tapi, menciptakan mimpi indah merupakan tindakan yang baik secara psikologis. Memberikan signal-signal motivasi positif pada pikiran sebelum tidur akan menanamkan kekuatan tekad di alam bawah sadar Anda. Dan kemungkinan besar, tekad yang telah tertanam kuat akan bisa diwujudkan. Misalnya, motivasi yang kuat untuk belajar atau kuliah di luar negeri, apabila motivasi tersebut terus ditanamkan di dalam diri bahkan dikhayalkan sebelum tidur, lambat laun tekad itu akan sekeras baja. Dan banyak orang-orang berhasil awalnya karena rajin menciptakan mimpi untuk dirinya sendiri.</div></div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-66313081576370608112011-02-02T12:03:00.000+07:002011-02-02T12:03:24.194+07:00Pelajaran Menjadi Orang Tua<div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Seorang ayah muda akhirnya dapat membenarkan ucapan ibu mertuanya. Ayah muda ini tak tahan saat melihat anak perempuannya menangis dengan suara yang keras sambil melemparkan benda-benda mainan di sekitarnya. Karena tak tahan, biasanya yang dilakukan adalah menghindari suasana itu sebisa<span> </span>mungkin atau bereaksi secara agresif yang diakhir dengan penyesalan.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kepada ibu mertuanya, si ayah muda ini bilang kalau dirinya tak tahan melihat anak kecil menangis. Tetapi apa jawab ibu mertuanya? Ibu mertuanya bilang kalau dulu dirinya juga begitu. Ketetapan hatinya menghadapi anak kecil diperoleh secara alamiah melalui proses yang tidak langsung. "Nanti kamu kalau terus belajar juga akan tahan, nak", ucap ibu mertuanya dengan santai.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Itu mungkin ucapan orangtua yang sederhana. </span><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Tetapi sebetulnya mengandung kearifan yang penting bagi pasangan muda.<span> </span>Ketetapan – keteguhan hati </span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">menghadapi kerewelan anak kecil itu sama seperti kekuatan dalam mengelola kesuksesan dan kegagalan. Kekuatan seseorang dalam mengelola kesuksesan itu tak diperoleh setelah orang itu menikmati kesuksesan. Kekuatan itu diperoleh jika seseorang berani, mampu dan mau berproses, menghadapi kesulitan, ganjalan, kegagalan dan lika liku perjalanan kehidupannya dengan tekun dan setia. Serangkaian <span style="font-style: italic;">"</span><i>prosesi"</i> alamiah ini yang memperkuat batin seseorang. Sama juga seperti batang pohon. Ia menguat dengan proses fotosintesis yang memperkuat daun, cabang dan ranting, seiring hempasan angin yang menerpanya.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Secara pribadi, saya kerap ditanya terkait dengan bagaimana menghadapi anak kecil dengan sabar saat menangis meminta sesuatu. Pertanyaannya sederhana, tetapi jawabannya tak ada yang sederhana. Kenapa? Ibarat orang memetik buah, jawaban itu sudah ada di atas sana dan tangganya pun sudah disediakan. Cuma, untuk memetik buah itu kita harus menaikinya sendiri. Buah itu tak jatuh dengan kata-kata, pengetahuan atau dengan menyuruh orang lain.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kalau membaca sejumlah penjelasan ahli mengenai anak kecil, sangat wajar kalau kita sebagai orangtua itu mengalami kekagetan. Menurut Prof. Robert G. Harrington, PhD, dari<span> </span>University of Kansas, <i>temper tantrum</i> dialami seorang anak ketika usianya antara 1-4 tahun (Temper Tantrums: Guidelines for Parents: 2004),<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><i><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Temper tantrum</span></i><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"> adalah problem normal pada perilaku anak kecil dalam mengungkapkan kejengkelannya ketika belum memiliki kata-kata yang memadai untuk mengungkapkan frustasinya atau belum memiliki kemampuan mengontrol dirinya atau bahkan kemampuan untuk melaksanakan keinginannya secara mandiri. Bentuknya banyak, misalnya berguling-guling saat menangis, menendang-nendang benda, atau membanting pintu saat <i>ngambek</i>, atau merajuk, menolak makan dan bicara.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Untuk orangtua yang sedang menghadapi perilaku seperti ini sangat disarankan agar tidak melihatnya sebagai kelainan yang luar bisa ataupun kewajaran yang luar biasa, melainkan melihatnya sebagai bagian proses tumbuh kembang yang perlu di lalui kedua pihak (orang tua dan anak). Persepsi itu menentukan tindakan orang tua, bentuknya bisa mulai dari menghukum secara luar biasa atau luar biasa toleran, karena dianggap "ah, kan masih kecil..." Proses ini mau tidak mau di lalui sebagai latihan mental orang tua maupun anak, sekaligus meletakkan dasar nilai dalam diri anak. Kalau di dalam masa ini orang tua memberikan <i>instant gratification</i> – kepuasan instan, demi menghentikan rengekan, kelak anak kita tidak menyadari bahwa manusia untuk bisa hidup haruslah bekerja; dan <i>joy, contentment</i> – merupakan dampak dari usaha optimum yang telah di keluarkan hingga mendatangkan kepuasan, <i>regardless</i> hasilnya. <span> </span><o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Satu hal yang perlu di renungkan, misalkan kita tidak tahan dengan rengekan anak, lantas cepat-cepat memenuhi permintaan anak, atau pun di <i>bribe</i> – di sogok dengan janji-janji surga, supaya anak diam, jangan-jangan, kita sampai menjadi orang tua, belum berhasil mengatasi dorongan <i>instant gratification</i> diri sendiri. Maunya cepat-cepat ada, kalau perlu pakai jalan pintas. Ketidakmampuan mengelola dorongan dalam diri kita sebagai orang tua, akan terulang kembali ketika kita menghadapi anak.<span> </span><o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Belajar bijak dan dewasa dari anak</span><o:p></o:p></span></b></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kalau melihat ke struktur ajaran keimanan, kesabaran itu disejajarkan dengan kesyukuran. Ketika hidup kita dalam keadaan positif maka kita diperintahkan untuk memfungsikan kesyukuran, dalam arti memunculkan ide positif, menjalankan aksi positif, cara positif, untuk meraih tujuan positif. <span> </span>Tapi, giliran menghadapi situasi negatif, maka kesabaranlah yang harus difungsikan. Tapi definisi kesabaran di sini berbeda dengan kesabaran patetik dan fatalistik, hanya menunggu tanpa berbuat apa-apa – dan ini setara dengan melemparkan tanggung jawab pada orang lain. Kesabaran dalam definisi ini, adalah kesabaran dalam konteks ketahanan mental yang diwujudkan dalam ketekunan kita sebagai orang tua untuk berproses. Artinya, belajar mengenal dan memperbaiki kelemahan kita dari hubungan yang terjalin dengan anak. Sebenarnya kita bisa melihat dengan sangat jelas, bahwa ada beberapa kesamaan antara sikap, karakter dan kebiasaan kita dengan anak baik dalam hal positif maupun negatif. Termasuk soal <i>temper tantrum</i> sebagai solusi instan untuk memperoleh keinginan.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Jadi sebetulnya, awalnya pelajaran kesabaran bukan di arahkan ke anak, tapi pada diri sendiri. Kalau kita sendiri tidak "sabar", mendengar rengekan anak, melihat kenakalan anak, melihat tindakan anak yang tidak mendukung <i>image </i>kita, melihat rupa anak yang tidak semanis atau secakep harapan kita – maka tidak heran jika kita ingin cepat keluar dari situasi itu, umumnya dengan sikap fatalistik. Makanya kita sering dengar ucapan "yah, mau bagaimana lagi...sudah bawan lahir dia nakal..."atau.."wajar laaah.....dia kan masih kecil"....jangan-jangan, kita sendiri yang tidak mampu mengelola dorongan-dorongan diri untuk tidak merokok, tidak nonton sinetron di kala anak<span> </span>belajar, tidak gossiping di saat kerja, tidak main <span style="font-style: italic;">game</span> saat pekerjaan menumpuk, tidak <i>shopping</i> <i>mania</i> karena 70% discount.<span> </span><o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ada sebagian kita yang seakan-akan bijak sejak lahir. Dari lahir sudah kelihatan potensi "sabar" nya. Sebenarnya, juga produk dari sebuah proses, karena karakter orang tua serta proses hidup yang dialami turut menentukan dan mempengaruhi sifat, karakter, dan hal-hal yang bersifat "bawaan" anak.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Tapi ada juga yang seperti pohon beringin. Untuk meraih kematangan jiwanya, orang itu harus berkolaborasi dengan terpaan angin, teriknya matahari, sengatan benalu, atau torehan pisau orang iseng – semua itu proses hidup yang sebenarnya, kalau digunakan dan di tempatkan dengan benar, melahirkan kebijaksanaan yang mengalir dalam sikap tekun dan setia –<span> </span>sabar untuk dibentuk dan membentuk diri – sebelum membentuk orang lain. Bayangkan saja, kalau kita nya sendiri belum punya bentuk, masih foto copy pola lama, atau masih format original yang belum di up grade – alias masih mengedepankan "Id" bagaimana bisa membentuk anak?<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Intinya, semua orang itu diberi potensi untuk menjadi "penyabar<span> </span><i>lan</i> bijak". Soal potensi itu kita gunakan atau tidak, ini kita yang ditawari untuk memilih. </span><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Karena itu, perintah bersabar itu bersifat umum dan mutlak, tidak hanya ditujukan kepada orang tertentu tapi kepada tiap orang.<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Beberapa Faktor Pendukung<span> </span><o:p></o:p></span></b></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ketika konteksnya kita bawa untuk menjelaskan bagaimana kita bisa menjadi orangtua yang lebih sabar dan bijak, maka secara umum memang ada beberapa faktor yang bisa kita sebut sebagai pendukung untuk ke sana.<span> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Sejumlah faktor itu bisa kita sebutkan di sini, antara lain:<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><b><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Hubungan orangtua / ayah-ibu</span></b><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">. Semakin sinergis hubungan yang terjalin antara ayah dan ibu, baik secara lahir dan batin, semakin besar potensi untuk saling memberi support dalam menghadapi tantangan menjadi "orang tua". Banyak hasil penelitian yang mengungkap bahwa anak sering jadi korban ketidakhamonisan orangtuanya. Kalau orang tua sendiri sudah berselisih paham dan nilai, atau adu kekuatan, atau bahkan yang satu menjajah yang lain, bagaimana bisa berkolaborasi untuk mendidik anak ?<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><b><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Persepsi orangtua</span></b><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">. Orangtua yang menganggap dirinya sebagai guru dan penguasa yang serba segala-galanya di hadapan anak, mungkin lebih sulit belajar sabar lan bijak dibanding orangtua yang juga menyadari pentingnya untuk menjadi "murid" yang punya kesediaan memahami dan mempelajari prilaku anak untuk ditemukan solusinya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><b><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penguasaan suasana batin</span></b><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">. Orangtua yang lebih matang dalam mengontrol <i>stress</i>, akan lebih mudah belajar menjadi lebih sabar ketimbang orangtua yang selalu reaktif terhadap <i>stress</i> atau membawa-bawa<i>stress</i>-nya dalam menghadapi anak. Kalau orang tua sendiri blm mampu mengolah<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kematangan mental</span></b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">. Orangtua yang pengalaman hidupnya lebih variatif, jiwanya lebih besar, pede-nya lebih tinggi, atau nilai-nilai yang ada di dadanya lebih kuat, akan lebih mudah mempelajari kesabaran. <span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyikapan terhadap keadaan ekonomi keluarga. Ini pengertiannya bukan soal kaya atau miskin, melainkan lebih pada bagaimana penyikapan terhadap fluktuasi kondisi ekonomi keluarga di saat-saat tertentu. Sikap yang positif akan lebih mendukung untuk belajar lebih sabar ketimbang sikap yang negatif.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Wacana dan nilai-nilai yang dikembangkan dalam keluarga.<span> </span>Keluarga yang masih membuka pembicaraan mengenai wacana hidup yang menggugah jiwa atau nilai-nilai kearifan yang mencerahkan, akan lebih mudah belajar kesabaran ketimbang keluarga yang materi pembicaraannya sebatas pada hal-hal yang superfisial.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;"><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Situasi dan kondisi eksternal keluarga secara umum. Keluarga yang orang-orang di dalamnya satu hati, satu visi, dan satu irama, akan lebih mendukung untuk belajar kesabaran. <span> </span><o:p></o:p></span></li>
</ul><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Itu semua adalah faktor pendukung. Faktor ini hanya akan aktif dukungannya apabila kita mengaktifkan faktor penentu. Siapa yang menjadi faktor penentu di sini? Faktor penentunya adalah kita dengan segala komitmen yang kita miliki untuk belajar "<i>sabar</i>" – ikut berproses dan bertumbuh jadi dewasa seiring dengan proses tumbuh kembang anak kita.<span> </span><o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><span> </span><span> </span><o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Beberapa Tips Menghadapi <span style="font-style: italic;">Rewelan </span>Anak<i></i><o:p></o:p></span></b></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Apa saja yang bisa kita lakukan saat menghadapi anak yang sedang <i>rewel</i>, ngambek, atau marah? Di bawah ini ada sejumlah cara yang mungkin bisa kita pilih salah satunya atau sebagiannya sebagai langkah menjadi orangtua yang lebih rasional:<o:p></o:p></span></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><li><span lang="FI" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Belajar menguasai diri lebih dulu. Dengan menguasai diri, kalau pun kita marah, marahlah secara rasional, sehingga tidak lepas kendali.</span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="FI" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ajarkan anak dari kecil untuk mengenali emosinya dan cara yang bisa dilakukan untuk mengungkapkan perasaannya. <span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="FI" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Abaikan reaksi emosi anak yang irrasional dan tidak logis – tapi berikan penjelasan mengapa Anda mengabaikan rengekan dan jeritannya. <span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="FI" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Terapkan disiplin yang logis, misalnya setiap dia <i>ngambek</i>, kita mengajaknya di kamar, biarkan sendiri dalam beberapa waktu sampai bisa mengendalikan diri dan setelahnya di ajak bicara dari hati ke hati dengan akal sehat.<o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="FI" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Terus berusaha mengungkap motif di balik perilaku yang <i>ngambek</i> itu, mungkin mencari perhatian, mengajukan tuntutan, atau menolak apa yang kita perintahkan. Secara umum, ke-<i>ngambek</i>-an yang tingkat rutinitasnya tinggi dan alasannya sangat abstrak, biasanya disebabkan oleh kurangnya kualitas hubungan / kehangatan hubungan / kedekatan, sehingga yang terjadi, orang tua mengendalikan anak, atau anak mengendalikan orang tua.<o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="SV" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Lebih fokuslah untuk memberikan <i>reward </i>atas perilaku yang positif ketimbang bereaksi negatif atas perilaku yang negatif. Misalnya, kalau dia sudah berhasil mengurangi intensitas dan frekuensi ke-<i>ngambek</i>-kannya, <i>ya</i> kita perlu mengasih <i>reward</i> dalam berbagai bentuk yang bisa ia tafsirkan sebagai penghargaan.<o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="SV" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Jangan sampai kita takut dengan perilaku anak yang ngambek lalu kita mengabulkan permintaannya. Ini akan mengajarkan sebuah teknik hidup bahwa <i>ngambek</i>-lah cara yang paling mulus untuk mencapai tujuan. Tapi jangan juga memunculkan kesan bahwa kalau dia tidak <i>ngambek</i>, permintaannya sering diabaikan.<o:p></o:p></span></li>
<li><span lang="SV" style="font-family: Symbol; font-size: 10pt;"><span></span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Terus intensifkan membuka komunikasi yang semakin <i>heart to heart</i> agar kita bisa memahamkan perilaku yang baik atau mendiskusikan efek buruk bagi perilaku yang buruk. Bisa juga menjadikan anak lain yang suka <i>ngambek</i> sebagai bahan studi kasus dengan dia, namun tetap menghindari sikap "menyerang".<o:p></o:p></span></li>
</ul><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Keanehan Dunia<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Dunia ini sering menunjukkan keanehan. Sebagian besar kita meyakini keburukan itu hanya bisa dikalahkan dengan keburukan juga. Padahal kita tahu kebaikanlah yang sering menang melawan keburukan dengan hasil yang sangat manis. Itulah kenapa kita perlu berlatih "kesabaran" dalam menghadapi amukan topan badai anak kita. Semoga bermanfaat.</span></div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-74156988045536568952011-02-02T11:58:00.001+07:002011-02-02T11:58:48.486+07:00Membangun Rasa Percaya Diri Pada Anak<span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small; font-weight: bold;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kualitas Mental</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Untuk supaya lebih simpel, saya menggunakan istilah "pede" di sini sebagai akronim dari kepercayaan diri (<span style="font-style: italic;">self confidence</span>). Percaya diri, seperti yang pernah kita bahas di sini, adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dalam prakteknya, ada yang disebut pede umum (<span style="font-style: italic;">general</span>) dan ada yang disebut pede khusus (<span style="font-style: italic;">specifik</span>). Anak kita mungkin sudah pede mempelajari ketrampilan yang mirip seperti naik sepeda karena punya pengalaman sukses dalam mempelajari ketrampilan itu. Pede seperti ini disebut pede khusus atau tertentu.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Apakah ke-pede-an seorang anak itu bakat, kecerdasan, atau kualitas mental? Bukti-bukti yang ada memperkuat alasan bahwa ke-pede-an seorang anak itu bukan bakat (dalam arti keunikan khusus yang berbeda antara satu dengan yang lain), melainkan sebuah kualitas mental (dalam arti pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan). Artinya, semua anak punya hak untuk dilatih menjadi lebih pede, sesuai dengan keadaannya. </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejak kapan anak-anak bisa dilatih? Kalau melihat tulisannya Erik Erikson (Vander Zender, dkk, 1978), ini perlu dilatih dari sejak anak itu mengenal dunia di luar kandungan atau sejak usia dini. Dengan beranjaknya usia, naluri adaptatifnya, si anak secara berlahan dan bertahap ingin memupuk pede-nya itu melalui berbagai eksperiensi dan eksplorasi, misalnya dengan menjajal sesuatu, bergerak bebas, dan lain-lain. Kata Erikson, orangtua yang sanggup memberikan kasih sayang dan rasa aman, akan memupuk ke-pede-an si anak. Kasih sayang dan rasa aman itu akan menancapkan kesimpulan dalam pikiran si anak: ternyata dunia ini bersikap baik sehingga tak ada alasan untuk takut.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Katanya lagi, orangtua yang pintar mengembangkan naluri ber-otonomi si anak (misalnya bebas bermain atas keputusannya), pintar menyalurkan hak berinisiatif atau orangtua yang pintar memberi kesempatan kepada si anak untuk mengasah berbagai kebolehan dan kebiasaan (kompetensi), akan memupuk pede-nya, mungkin di bidang yang umum atau mungkin di bidang tertentu.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Wah, Pak, kalau di prakteknya berjalan sesuai rencana, itu sih gampang di jalankan. Tapi 'kan anak kita punya rencana sendiri yang dia tidak tahu akibatnya. Masak kita biarkan terus inisiatifnya itu?" Pertanyaan semacam ini mungkin muncul di benak kita semua.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Benar memang. Anak-anak itu 'makhluk' dengan dua sisi. Satu sisi, dia adalah makhluk pasif, tergantung bagaimana orangtua membentuknya. Tapi, di sisi lain, dia adalah makhluk aktif, bisa membentuk dirinya sendiri dan bahkan berhasil membentuk perilaku orangtua. Sebagian perilaku dan respon kita dipengaruhi oleh peranannya dalam mempengaruhi. Hebat 'kan?</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karena itu, kita perlu kembali ke prinsip yang paling aman. Seperti kata Alfred Adler, model pola asuh yang paling membahayakan bagi perkembangan mental anak adalah terlalu melindungi atau terlalu mengabaikan. Yang menjadi titik tekan di sini bukan melindungi atau mengabaikan, melainkan terlalunya itu.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small; font-weight: bold;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kenapa Perlu Melatih Percaya Diri?</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-weight: bold;" /></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Secara umum, anak yang pede-nya semakin bagus itu akan semakin berpeluang untuk meraih kesuksesan yang sesuai dengan keinginannya, dibanding dengan anak yang pede-nya rendah. Sama juga dengan orang dewasa. Karena anak kita nantinya juga akan menjadi orang dewasa, maka menjadi penting buat kita untuk memberikan landasan mental yang bagus. Hal ini terkait dengan beberapa hal berikut:</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pertama, ke-pede-an seseorang itu akan terkait dengan pilihan sikap mentalnya terhadap tugas atau tantangan. Orang atau anak yang pede-nya tinggi akan memilih sikap mental "Saya Bisa" (The-I-Can-Attitude). Sebaliknya, anak yang pede-nya rendah, meski dia bisa, tapi sedikit-sedikit akan merasa susah, "tidak bisa" "takut ah", dan berbagai ungkapan yang senada. Secara logika, anak yang pede-nya bagus lebih berpeluang untuk berprestasi.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kedua, ke-pede-an seseorang itu akan terkait dengan persepsi yang terbangun di dalam diri seseorang dalam menghadapi tugas atau tantangan. Orang yang pede-nya bagus akan mempersepsikan tantangan atau tugas itu sebagai sesuatu yang lebih kecil dari dirinya sehingga mudah muncul kehausan untuk menaklukkannya. Bahkan dia mungkin merasa malu kalau sampai tidak bisa. </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ketiga, ke-pede-an seseorang itu akan terkait dengan istilah locus of control. Selama manusia hidup di dunia ini, mau orang itu beragama atau tidak, pasti dihadapkan pada hal-hal yang sudah tidak bisa di ubah lagi, seperti matahari terbit dan terbenam, ada siang dan malam, manusia akan mati. Tapi sifat takdir yang pasti seperti itu jumlahnya sangat sedikit. Kitab Suci Al-Quran sendiri, konon, hanya memuat tidak lebih dari 20% takdir yang tak bisa diubah itu. Sisanya dipasrahkan pada kita untuk memilihnya, misalnya jika kita rajin belajar, maka takdir kita bagus, tetapi jika tidak, maka takdir kita jelek, dan seterusnya.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Nah, orang yang pede-nya bagus akan memunculkan sebanyak mungkin pemahaman yang kuat bahwa nasib dirinya lebih banyak ditentukan oleh pilihannya, <span style="font-style: italic;">life is a choice</span>, atau meletakkan l<span style="font-style: italic;">ocus of control</span> ke dalam dirinya, bukan sedikit-sedikit mengandalkan Tuhan, mengandalkan keadaan, mengandalkan nasib baik, atau mengandalkan orang lain (<span style="font-style: italic;">external locus of control</span>). </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Secara umum, pemahaman yang kuat itu positif sejauh didukung dengan pemahaman keimanan yang bagus. Selain tiga hal di atas, ke-pede-an itu terkait juga dengan tinggi-rendahnya gairah si anak untuk berprestasi (motivasi), mau itu di sekolahnya sekarang atau nanti di pekerjaannya.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><br />
<div style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Takdir itu ada yang permanen dan jumlahnya hanya sangat sedikit. Sisanya adalah takdir yang dipasrahkan kita untuk memilihnya"</span></span></div><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small; font-weight: bold;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Beberapa Pola Asuh Yang Kurang Mendukung</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ada sejumlah pola asuh yang berpotensi mengancam munculnya kualitas mental yang kita sebut pede itu. Ini antara lain:</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><li><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Terlalu sering memberikan label negatif atau minor pada anak. Label ini biasanya kita ciptakan melalui opini atau komentar, misalnya kita mengatakan si anak tidak bisaan, atau lebih ekstrimnya kita mengatakan si dia bego atau bodoh, dan semisalnya.</span></span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Terlalu sering memotong proses eksplorasi dan eksperiensi yang dilakukan si anak dengan terlalu banyak atau terlalu cepat mengeluarkan larangan "jangan". Terkadang ini dibutuhkan ketika akibatnya bahaya, tetapi terkadang perlu kita kasih kesempatan dulu sampai ada hasilnya. Misalnya saja, dia ingin ikut campur pekerjaan kita. Jika itu memungkinkan, perlu dia kita kasih kesempatan membuktikan dirinya.</span></span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Menciptakan perbandingan negatif. Untuk membuktikan betapa tidak hebatnya anak kita, kita menunjuk anak orang lain atau temannya atau kakak/adiknya yang lebih bagus sebagai bukti untuk menyerang. Ini kerap membuat anak minder atau terancam. Lebih baik kita gunakan sebagai perbandingan positif, misalnya dengan mengatakan, kalau si dia bisa, kamu juga bisa, bahkan bisa lebih baik kalau mau lebih giat belajar.</span></span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Terlalu mengabaikan prestasi anak. Hasil kerja anak itu apapun bentuknya perlu penghargaan, sama juga dengan kita. Dengan kepadatan yang ada di jadwal orangtua, terkadang kita lupa memberikan penghargaan pada hasil kerja anak, sehingga dia tidak merasakan sensasi apa-apa dengan prestasinya. Ini kurang menggugah motivasinya.</span></span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Memberikan ancaman dan rasa takut. Terlalu sering memunculkan pernyataan yang berbau hopeless atau pesimisme, atau juga memunculkan pemahaman negatif tentang hidup, atau juga melakukan kekerasan dan kediktatoran, bisa juga menyumbangkan benih-benih mental keminderan pada anak.</span></span></li>
</ul><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small; font-weight: bold;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Darimana Kepercayaan-Diri Dibentuk? </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-weight: bold;" /></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dari studi yang dilakukan Bandura (1997), pakar Psikologi dari Standford University, ada empat sumber yang bisa kita manfaatkan untuk memupuk ke-pede-an si anak. Keempatnya itu adalah berikut ini:</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pertama, pengalaman hidup. Merujuk ke sini, kita perlu membantu anak untuk menciptakan sebanyak mungkin pengalaman sukses, dari mulai yang kecil-kecil. Misalnya saja anak kita mengatakan tidak bisa mengerjakan PR dari gurunya, padahal menurut kita itu bisa. Untuk melawan ini, kita perlu mendampingi proses yang dilakukan si anak sampai ada bukti bahwa ternyata dia bisa.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Misalnya lagi kita menyuruh dia untuk membeli sesuatu di toko A, yang dekat dengan rumah, dan ternyata tidak ada. Jika kita melihat di toko lain ada, maka kita perlu mengarahkannya untuk tidak cepat merasa terkendala, dengan mencari di toko lain. Jika anak tahu bahwa dirinya sanggup menangani kendala, maka pengalaman itu adalah bukti kesuksesannya. </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pengalaman, menurut Bandura, menempati urutan teratas dalam hal memperbaiki tingkat kepercayaan-diri. Kata Erikson, anak-anak itu tidak bisa dibohongi orangtua dengan pujian-pujian kosong. Anak-anak perlu dikasih kesempatan untuk membuktikan dirinya sampai dia berhak untuk dipuji.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kedua, contoh atau model. Kita bisa mendatangkan contoh kepada anak, entah itu dari temannya atau saudaranya (perbandingan positif). Bisa juga kita memberikan contoh, misalnya kita akhirnya berhasil menangani urusan setelah menempuh berbagai cara atau menunjukkan bahwa kita tidak mudah merasa cepat terkendala.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ketiga, persuasi sosial. Komentar positif atau pengakuan dari lingkungan keluarga, sekolah, atau yang lebih luas lagi akan semakin memupuk ke-pede-an si anak. Umumnya, lingkungan di luar sana memberikan komentar negatif. Karena itu, sebagai pengimbangnya, kita perlu memberikan komentar yang positif. Hanya saja, tujuannya bukan supaya dia senang atau sekedar untuk supaya diam, melainkan untuk memberikan penjelasan dan motivasi positif. </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keempat, faktor psikologi. Anak yang jiwanya sedang OK, nyaman dengan pakaian yang dipakai, nyaman dengan penampilannya, nyaman dengan orangtua yang mendukungnya, akan lebih mudah membangun rasa kepercayaan diri dibanding dengan anak yang jiwanya sedang gelisah memikirkan jerawatnya, warna pakaiannya, model rambutnya, atau sedih jauh dari orangtuanya. </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: small; font-weight: bold;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Peranan Pengasuhan Makin Penting </span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dulu, di saat sebagian besar kita masih anak-anak, lebih-lebih di zaman orangtua kita dulu, alam dan keadaan eksternal ikut membantu kita melakukan berbagai eksperiensi dan eksplorasi. Anak bebas bermain di alam luas dan nyaris tak ada orangtua yang terancam oleh isu penculikan. Di samping itu, keadaan eksternal juga menantang untuk dilawan, seperti kekurangan fasilitas, dan lain-lain. Pada akhirnya, kerja sama yang baik antara orang tua, tetangga, alam dan persoalan hidup membuat anak-anak di jaman dulu lebih berakar dan penuh percaya diri karena terlatih menghadapi krisis.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sekarang ini, anak-anak lebih mudah mendapatkan kemudahan dan kenyamanan hidup, tetapi juga di sana ada berbagai ancaman dan hambatan yang membatasi kebebasannya untuk bereksplorasi dan bereksperiensi melalui permainan di alam luas. Karena itu, mungkin sudah saatnya kita lebih berkiblat pada metode pengasuhan "harian" yang menempa <span style="font-style: italic;">life's skill</span> dan kesigapan anak mengatasi persoalannya secara mandiri. Semoga bermanfaat.</span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><br style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;" /></span>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-7795436978184602650.post-86459973261112667312011-02-02T11:56:00.000+07:002011-02-02T11:56:07.520+07:00Bullying<div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 11pt;">Pengertian Bullying<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Konon, istilah <i>bullyin</i>g ini terkait dengan <i>bull</i>, sapi jantan yang suka mendengus (untuk mengancam, menakuti-nakuti, atau memberi tanda). Kamus Marriem Webster menjelaskan bahwa <i>bully </i>itu adalah <i>to treat abusively </i>(memperlakukan secara tidak<span> </span>sopan) atau <i>to affect by means of force or coercion</i> (mempengaruhi dengan paksaan dan kekuatan).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Dalam dunia anak-anak, Dan Olweus, seorang pakar yang berkonsentrasi menangani praktek <i>bullying</i>, menyimpulkan, <i>bullying</i> pada anak-anak itu mencakup penjelasan antara lain: a) upaya melancarkan permusuhan atau penyerangan terhadap korban, b) korban adalah pihak yang dianggap lemah atau tak berdaya oleh pelaku, dan c) menimbulkan efek buruk bagi fisik atau jiwanya (<i>Preventing Bullying</i>, Kidscape, UK, 2001).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Bu Ria (36), sebut saja begitu, akhirnya lebih memilih memindahkan anaknya ke sekolah lain. Ini dilakukan karena kasihan selalu mendengar keluhan si putri yang kerap dijadikan objek pemalakan oleh sekelompok anak di sekolah. Misalnya, makanan yang dibawanya dari rumah suka diambil, peralatan sekolah suka diganti sama yang jelek, atau bahkan uang jajannya pun tak luput dari praktek pemerasan. Menurut si putri, dirinya diam saja sebab ada anak lain yang menolak kemauan si perkasa diancam dengan kata-kata yang menakutkan. Misalnya, tidak ditemani, selalu dicemooh sebagai orang pelit, dan semisalnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Apa yang dialami Bu Ria itu sebetulnya hanyalah gambaran kecil dari praktek <i>bullying</i> yang sangat variatif. Menurut pengamatan Dan Olweus, dkk, <i>bullying</i> di kalangan anak-anak itu memiliki bentuk yang beragam, antara lain:<o:p></o:p></span></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyerangan fisik: memukul, menendang, mendorong, dan seterusnya<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyerangan verbal: mengejek, menyebarkan isu buruk, atau menjuluki sebutan yang jelek<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyerangan emosi: menyembunyikan peralatan sekolah, memberikan ancaman, menghina<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyerangan rasial: mengucilkan anak karena ras, agama, kelompok, dst<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Penyerangan seksual: meraba, mencium, dan seterusnya<o:p></o:p></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Dalam dunia anak-anak, <i>bullying</i> biasanya terjadi karena adanya kerjasama yang bagus dari ketiga pihak, yang oleh Barbara Coloroso ((The Bully, The Bullied, dan The Bystander: 2004), disebutnya dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama, bullying terjadi karena ada pihak yang<span> </span>menindas. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung, entah karena takut atau karena merasa satu kelompok. Ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah (takut bilang sama guru atau orangtua, takut melawan, atau malah memberi permakluman).<span> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Atas kerjasama ketiga pihak itu biasanya praktek <i>bullying</i> sangat sukses dilakukan oleh anak yang merasa punya punya power atau kekuatan. Jika kebetulan anak kita masuk di sekolah yang pengawasan gurunya lebih dari cukup, mungkin akan cepat terdeteksi. Tapi bila tidak, maka kitalah yang sangat diharapkan proaktif.<span> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 11pt;">Siapa Korban Dan Siapa Pelaku?<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Pak Wardiman setengah menyesali keputusannya "menyogok" pihak sekolah agar menerima si anak yang usianya kala itu belum cukup enam tahun. Dipikirnya, dengan masuk SD lebih dini itu bagus. Dia khawatir anaknya nanti menjadi orang bodoh karena kerjaannya main terus di rumah. Seiring dengan berjalannya waktu, terasa ada yang ganjil dari perkembangan si anak. Di sekolah yang pengawasan gurunya sangat terbatas, si anak kerap dijadikan korban yang harus mengalah oleh teman yang badanya lebih gede dan usianya lebih tua.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Apa yang dialami Pak Wardiman itu sebetulnya hanya sebuah kasus. Maksudnya, tidak semua anak yang usianya lebih muda itu akan pasti menjadi korban <i>bullying</i>. Faktor usia bisa menjadi sebab langsung dan bisa pula menjadi sebab tidak langsung atau bisa saja tidak terkait sama sekali. Usia tidak selalu menjadi sebab. Mungkin lingkungan sekolah, mungkin pengaruh pola asuh, atau mungkin karena yang lain. <span> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Dari penjelasan sejumlah pakar tentang korban <i>bullying</i>, umumnya para korban itu memiliki ciri-ciri "ter", misalnya: terkecil, terbodoh, terpintar, tercantik, terkaya, dan seterusnya.<span> </span>Di bukunya Barbara Colorosa (The bully, The bullied, dan The bystander: 2004), ciri-ciri yang terkait dengan korban itu antara lain:<o:p></o:p></span></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak baru di lingkungan itu.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak termuda atau paling kecil di sekolah.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena rasa takut<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan<span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatian orang lain<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang paling miskin atau paling kaya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah<span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah<span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang agamanya dipandang rendah<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain<span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan tidak berkompromi dengan norma-norma.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang siap mendemontrasikan emosinya setiap waktu.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib buruk)<o:p></o:p></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Sedangkan untuk para pelaku, mereka umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Suka mendominasi anak lain.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau peduli dengan<span> </span>perasaan anak lain.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Cenderung melukai anak lain ketika orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di sekitar mereka.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai sasaran.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh terhadap akibat dari perbuatannya.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Haus perhatian<o:p></o:p></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 11pt;">Bagaimana Membantu Korban?<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kita semua diajari untuk menolong dua pihak, baik yang tertindas atau yang menindas. Menolong yang tertindas bisa dilakukan dengan membebaskan mereka dari ketertindasan. Ini penting sebab jika si korban tidak segera ditolong, akibat yang paling fatal bisa meninggal dunia.<span> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Seorang wali murid di salah satu SD di Jakarta Timur akhirnya hanya bisa berbagai pengalaman agar peristiwa buruk yang pernah menimpanya tak lagi terjadi. Anak lelakinya meninggal dunia. Menurut diagnosa dokter, di dada si anak ada memar bekas pukulan benda keras. Mungkin saja benda keras itu tidak langsung mengakibatkan hilangnya nyawa. Karena si anak takut bilang dan kurang ada perhatian dini, akhirnya terjadilan kejadian yang tidak diharapkan itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Jangankan anak-anak yang masih di SD, anak remaja saja belum tentu bisa berterus terang kepada orangtuanya soal ini. Kalau merujuk pada kasus-kasus di sekolah tinggi kedinasan milik pemerintah, para korban penindasan di sana bukan lagi anak-anak, melainkan mahasiswa. Mereka bungkam dengan berbagai alasan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Dari kajian para ahli, jika korban <i>bullying</i> itu dibiarkan atau tidak mendapatkan penanganan, mereka akan depresi, mengalami penurunan harga diri, menjadi pemalu, penakut, prestasinya jeblok, mengisolasi diri, atau ada yang mau mencoba bunuh diri karena tidak tahan (Stop Bullying, Kidscape: 2005). </span><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Lantas, bagaimana membantu si korban? Untuk membantu si korban, Coloroso menyarankan:<o:p></o:p></span></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Yakinkan <span> </span>bahwa kita akan berada di sisinya dalam mengatasi masalah ini.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ajari si anak untuk menjadi orang baik namun juga tidak takut melawan kesombongan. <span> </span><o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Galilah inisiatif dari si anak tentang cara-cara yang bisa ditempuh. Ini untuk menumbuhkan kepercayaan diri si anak atau ajukan beberapa usulan.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Rancanglah pertemuan dengan pihak sekolah.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Jangan lupa membawa penjelasan yang faktual dan detail. Misalnya bukti fisik, harinya, prosesnya, nama anak-anaknya, tempat kejadiannya, dan lain-lain. Kalau bisa, cari juga dukungan dari wali murid lain yang anaknya kerap menjadi korban.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Usahakan dalam pertemuan itu muncul kesepakatan yang pasti akan dijalankan dan akan membuat anak aman dari penindasan. Maksudnya, jangan hanya puas mengadu dan puas diberi janji.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Akan lebih sempurna jika pihak sekolah mau memfasilitasi pertemuan dengan wali yang anaknya pelaku dan yang anaknya menjadi korban untuk ditemukan solusinya<o:p></o:p></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Yang perlu kita hindari adalah praktek menyalahkan atau menyudutkan si anak. Misalnya mengatakan, kamu sih yang mancing, kamu sih yang nggak mau mengerti, dan seterusnya. Kesalahan ada pada pelaku, bukan pada korban. Hindari juga membuat rasionalisasi yang meremehkan, misalnya kita mengatakan, wah digituin aja sedih, jangan cengeng dong, dia kan hanya bercanda, dan seterusnya. Terus, jangan juga langsung meledak dan ngamuk. Ini malah membuat anak enggan bercerita. Galilah dari si anak sebanyak mungkin.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 11pt;">Bagaimana Membantu Pelaku?<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Bagaimana cara membantu pelaku? Membantu pelaku adalah dengan mencegahnya. </span><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Pencegahan ini bisa diajarkan dengan cara-cara di bawah ini:<o:p></o:p></span></div><ul style="color: #666666; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0cm; margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Beri disiplin. Jelaskan bahwa menindas itu perbuatan salah, ajari untuk bertanggungjawab atas kesalahannya, misalnya minta maaf, mengontrol proses agar tidak mengulangi lagi, dan meyakinkan dirinya bahwa dia bukan orang jahat. Dia hanya butuh belajar untuk menjadi orang yang lebih baik.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ciptakan kesempatan untuk berbuat baik kepada keluarga atau teman-temannya di sekolah, misalnya mengundang hari ulang tahun, berbagi, dan seterusnya<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Tumbuhkan empati, misalnya menjenguk atau menelpon yang sakit, membantu yang membutuhkan, mengutarakan kata-kata yang baik<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ajari keterampilan berteman dengan cara-cara yang asertif, sopan, dan tenang. Tunjukkan bahwa memaksa orang lain itu tidak baik.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Pantaulah acara televisi yang ditonton mereka, video game yang dimainkan, aktivitas-aktivitas komputer yang mereka lakukan, dan musik yang mereka dengarkan atau mainkan. Jika berbau kekerasan, ajarilah untuk mengganti secara bertahap<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="ES" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Libatkan dalam kegiatan-kegiatan yang lebih konstruktif, menghibur, dan menggairahkan.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Ajari anak Anda untuk beritikad baik kepada anak lain.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Hindari kekerasan dalam bentuk apapun ketika memperlakukan mereka. Kekerasan seringkali melahirkan kekerasan<o:p></o:p></span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;"><br />
</span></b></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Kesimpulan<o:p></o:p></span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #666666; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt;">Praktek <i>bullying</i>, entah itu pelaku atau korbannya bisa menimpa siapa saja. Anak-anak tentu belum sepenuhnya menyadari kefatalan yang ditimbulkannya. Karena itu, peranan orangtua dalam mencegah dan menolong sangat diharapkan. Dengan keterlibatan orangtua yang notebene lebih matang, mudah-mudahan bisa memutus mata rantai kekerasan di antara mereka. Semoga bermanfaat.</span></div>Gie_Affhttp://www.blogger.com/profile/05994651781169838673noreply@blogger.com0